CONTRARY

20.2K 2.6K 462
                                    


Jangan lupa play video di atas ya. :) diulang aja kalau enak.. :*

Senin, 07 Oktober.

"Riooooo." Aku langsung berlari ke arah Rio dengan girang. Seisi kelas kini sedang menggerogotiku dengan pandangannya. Tanpa malu aku langsung duduk di kursi sebelah Rio, karena memang Abram yang seharusnya di sini belum datang.

Rio tidak menghiraukan aku sama sekali, dia sibuk dengan buku didepannya. Terkadang aku berpikir, kenapa anak ini tidak konsisten seperti pandangan publik terhadap berandalan? Dengan begitu aku akan mudah menebaknya. Secara visual dia terlihat seperti bad boy, tentu saja bad boy yang bisa membuatmu merdebar. Tapi di sisi lain, dia jauh lebih pintar dari 23 kepala lagi di ruangan ini. Ah tentu saja dia tidak lebih pintar dari aku.

Jadi, kalau dilihat sekilas dia itu orang yang akan membakar sebuah kota hanya karena disenggol sedikit. Kalau dilihat dua kilas dia bisa jadi pakar ekonomi yang sanggup menjaga kestabilan ekonomi Indonesia. Tentu saja juga bisa menjaga kestabilan hati ini. Mmmuahhhh..

"Rioo." Aku memanggil Rio dengan tekanan suara lembut dan volume yang sangat pelan. Dia melirik sebentar, lalu mendekatkan wajahnya.

"ANJING! BANGKE!" aku sontak langsung memundurkan badanku. Gila anjir gua kaget banget. Tapi suka, omg.

Lalu dengan kerennya dia mengalihkan pandangannya dalam hitungan detik. Dia kembali menatap bukunya. Aku jadi bingung, kalau aku lanjutkan dia bisa marah. Kalau tidak, aku akan mati penasaran. Aku penasaran sekali, apa yang terjadi minggu lalu sampai akhirnya aku berakhir di dalam pelukannya. Atau jangan-jangan aku diseret dari trotoar sampe RS?

"Rio Rio Rio Rio.." Aku mengulanginya beberapa kali. Tentu saja kali ini aku agak sedikit mundur. Mengantisipasi respon mematikan dari Rio. Sangat tidak elegan kalau jantungku harus berhenti hanya karena Rio.

"Apa?" Rio akhirnya menjawabku. Tapi tidak melirikku sedikitpun. Dia sibuk sekali dengan bukunya. Sudah 5 lembar berlalu sejak aku duduk di sini. Buku itu saja tampaknya sudah mengasihani aku.

"Jadi, kemarin kamu kebetulan lewat simpang tiga?"

"Iya."

"Trus kamu lihat aku?"

"Percisely, gue lihat orang tiduran di trotoar." Bibirku langsung berubah manyun mendengar ucapan Rio. Kesel ga sih.

"Berarti lo ga tau itu gue?"

"Gak." Jawab Rio singkat, dengan masih terpaku pada bukunya. Apalah aku dibanding buku yang tak tampak judulnya itu? Hanya gadis kinder joy yang cantik dan sedikit gila. Sedikit? HAHAHAHA.

"Lo tau gak itu cewek?" Aku mendekatkan wajahku kea rah Rio.

"Gak." Tiba-tiba dia berbalik melakukan hal yang sama.

"ANJIR JANTUNG GUEEE." Aku sontak langsung berdiri karena terkejut. Mungkin sedikit lebih keras lagi, teriakanku bisa meledakkan kelas ini. Lagi-lagi semua orang di kelas ini memperhatikan kami berdua. Termasuk bang Indra yang sudah dari tadi duduk di kursinya.

"Jangan buat kaget dong.." Tambahku kesal. Sekarang aku tidak lagi berani untuk duduk. Lebih baik aku menanyai orang ini sambil berdiri. Bila perlu aku dari luar kelas saja.

"Jadi, gimana lo bawa gue ke RS?"

"Taksi."

"Motor lo gimana?"

"Pom Bensin." Entah kenapa, kesalku seketika berubah jadi haru.

"Jadi siapapun itu, lo bakal ngelakuin hal yang sama?"

MIRACLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang