2.9

324 55 17
                                    


Apalah daya kita yang saling cinta, namun harus bersandiwara seolah tak pernah ada rasa.

-Involute-

Berbulan-bulan terlewati, ujian kenaikan kelas sudah menanti. Dulu, Reynand tak pernah secanggung ini hanya untuk sekedar menghampiri Ruby dan mengajak gadis itu untuk pulang bersama. Kini, untuk sekedar menatap ke arah Ruby saja ia harus berpikir dua kali.

Namun dengan langkah pasti, Reynand berjalan menghampiri Ruby yang tengah berkutat dengan buku sketsanya, di temani oleh Elang yang tampak membeo sendiri, karena Ruby tidak menghiraukannya sama sekali.

Reynand mengulumkan senyumnya. Ia tahu, Ruby takkan pernah berubah.

Segala ocehan Elang terhenti karena kehadiran Reynand. Elang mendengus sebal, namun tidak berkomentar apa-apa, ia hanya diam dan akan menyimak saja interaksi dua sejoli ini.

“Le,” suara Reynand yang lembut mengintrupsi Ruby.

“Hm?”

“Ayok pulang.”

Ruby mengangguk, lalu ia segera merapikan semua alat lukisnya. Dan berlalu dari hadapan Elang yang tengah menatap Ruby dengan wajah jengkel.

“Duluan, bro.” Reynand menepuk pundak Elang berpamitan. Yang dibalas decakan sebal oleh Elang.

Saat beberapa langkah dari tempat yang Elang duduki, Ruby menoleh dan tersenyum simpul menatap Elang. Hal itu membuat Elang terkesima memandangnya.

“Gue duluan,” pamit Ruby setengah hati dengan wajah yang kembali tanpa ekspresi.


🍁


Seiring berjalannya waktu, hubungan Ruby dan Reynand tak lagi canggung seperti sebelumnya. Hari ini mereka bahkan pulang bersama, setelah izin dengan Nadhif—Nadhif yang tidak ingin dianggap egois lantas mengizinkan dengan setengah hati. Membiarkan dua sahabat itu memperbaiki kembali hubungan mereka.

Meski perasaan Nadhif yang harus menjadi korbannya.

Sepanjang perjalanan, Ruby dan Reynand memilih diam tak bersuara. Mereka memutuskan untuk mampir ke kafe, sekadar mengisi perut mereka yang keroncongan.

“Kok si Nadhif baik banget sih ngizinin ceweknya hangout sama cowok lain?” heran Reynand memecahkan keheningan.

“Hah?” tanya Ruby karena tadi pikirannya tengah berkelana entah ke mana.

“Dasar bolot,” cibir Reynand.

Ruby hanya mengembungkan pipinya dan mendengus, yang justru membuat Reynand menjadi gemas sendiri.

“Yeu, malah bengong,” tukas Reynand.

“Hm, lo tanya aja sama orangnya deh.”

“Males ah."

"Rey,"

"Kenapa?"

“Jangan kasih harapan palsu ke Rere, Rey. Kayaknya semakin lama, dia semakin berharap lebih sama lo.” Ruby berucap sambil menatap manik mata Reynand dengan lekat.

Reynand menghembuskan napasnya berat. “Gue tau, gue udah terlalu melangkah kejauhan. Mangkanya akhir-akhir ini gue lebih milih menjauh daripada bikin dia makin sakit nantinya.”

INVOLUTE (New Version)Where stories live. Discover now