2.5

338 67 10
                                    

Aku sadar, bahwa sampai kapan pun, kamu takkan pernah bisa ku genggam, entah raganya atau pun hatinya.

-Nadhif  Lucas Fernando-

Hari ini, sebisa mungkin Ruby menghindari Reynand dan Nadhif. Ia membuat berbagai macam alasan agar Nadhif tidak datang untuk menjemputnya ke sekolah seperti biasa. Dan sebelum Nadhif datang ke kelasnya, Ruby sudah terlebih dahulu ke toilet untuk menghindari Nadhif.

Selama pelajaran berlangsung pun ia tidak sekalipun menoleh ke arah Reynand. Dan saat jam istirahat tiba, ia segera bergegas ke rooftop dengan membawa amunisi sekotak susu vanilla dan buku sketsa.

Bahkan sejak datang ke sekolah, Ruby sama sekali tidak mengatakan sepatah kata pun, ia hanya diam, bahkan auranya terkesan lebih dingin dari biasanya.

Tak ada yang berani bertanya, semuanya lebih memilih bungkam, cari aman. Kedua sahabatnya tentu mengerti bahwa Ruby membutuhkan waktu untuk menenangkan diri.

Ruby kini seolah kembali menutup diri rapat-rapat, dan tak ingin tersentuh. Tatapan matanya yang tajam membuat siapapun yang melihatnya bergidik ngeri.

Saat bel pulang sekolah berbunyi, Nadhif buru-buru datang ke kelas Ruby agar bisa bertemu dengan gadis itu. Mencegat Ruby di ambang pintu kelasnya dengan nafas yang tersenggal karena berlari dari gedung IPS ke gedung IPA yang jaraknya lumayan jauh.

Ruby tak menghiraukan kehadiran Nadhif. Ia tetap sibuk dengan bukunya yang akan ia masukkan ke dalam tas. Venus dan juga Meta sudah meninggalkan kelas lebih dulu, maka kini Ruby tinggal seorang diri—oh ralat, masih ada Reynand juga di sana, namun Reynand hanya diam.

Ruby menyampirkan tasnya ke pundak dan berjalan melewati Nadhif tanpa menatapnya seolah tak ada orang di sana.

"Ruby," panggil Nadhif seraya mencekal tangan Ruby, gadis itu menghentikan langkahnya namun wajahnya tetap menatap ke depan.

"Gue punya salah apa sih sama lo, By? lo marah sama gue?" tanya Nadhif dengan tampang memelas.

"Please By, jangan kaya gini. Kasih tau apa kesalahan gue biar gue bisa memperbaiki kesalahan gue."

Ruby hanya diam tak menjawab, seolah menulikan pendengarannya.

Reynand yang masih berada di kelas hanya diam menatap keduanya dari tempat ia duduk saat ini. Dalam hati ia bertanya-tanya apa yang membuat perubahan sikap Ruby. Ia mengerti karakter Ruby, maka ia lebih memilih diam dan tak mengusik gadis itu, atau malah akan membuat gadis itu semakin menjauh.

Ruby menepis cekalan tangan Nadhif, dan berjalan menjauh tanpa sepatah kata. Nadhif tersentak, namun ia tidak mengejar, sebab ia tahu sejak awal,  bahwa sampai kapan pun, Ruby akan tetap sulit untuk ia genggam. Entah raganya, ataupun hatinya.

🍁


Nadhif membanting ponselnya ke kasur dan berteriak dengan kesal. Ia sudah berkali-kali menghubungi Ruby namun hasilnya nihil, tak ada jawaban, gadis itu sepertinya sengaja mematikan ponselnya.

Nadhif bingung, memangnya ia telah melakukan kesalahan apa sehingga Ruby terkesan menghindarinya?

Ia sudah mencoba untuk ke rumah Ruby dan membawakan gadis itu cemilan serta susu vanilla kesukaannya, namun Vano bilang bahwa Ruby sedang tidak berada di rumah.

Nadhif bertanya-tanya dalam hati, apakah ini ada kaitannya dengan Reynand atau karena hal lain? tidak mungkin kan, jika Ruby tiba-tiba menghindarinya tanpa suatu alasan?

"Lo kenapa sih, By?" lirih Nadhif dengan cemas, ia membanting tubuhnya ke kasur dan memejamkan matanya untuk melepas lelah.

🍁

"Temen gue lo apaan lagi, anjeng?!" Meta bertanya sepenuh nafsu. Beruntung karena saat ini kantin sudah sepi lantaran sekolah sudah bubar sejak tadi. Maka, huru-hara yang disebabkan oleh Meta tak mencuri perhatian orang-orang sekitar, kecuali, Mamang tukang somay yang curi-curi pandang.

Meta memang tidak langsung pulang, sengaja menunggu di kantin untuk menginterogasi Reynand.

"Sumpah bukan gara-gara gue!" Reynand menyahut sewot.

"Halah, bohong!"

Reynand mendengkus. "Hng..."

"Apa? Ngaku lo!" desak Meta.

"Kemaren tuh gue..."

"Lo kalo cerita jangan sepotong-potong gitu dong, nyet."

"Toxic banget mulu lo tuh emang minta di sumpel! Nih gue cerita nih!!"

"Ya udah apa?!"

"Ya, sabar, Neng!"

Meta dengan hidung kembang kempis, menatap Reynand dengan bengis.

"Kemaren tuh gue abis ngomong sama Lea dari hati ke hati. Ya, mana gue tau kalo bakalan jadi kaya gini?!"

"Sumpeh, lo?!"

"Ini gue kalo ngomong sama lo emang kudu pake urat, ya? Sumpeh lah!!"

"Wow, sangat mengejutkan! Bentar..." Meta tampak berpikir, hingga tiba-tiba tangannya menggebrak meja. "Ya pantes aja Ruby jadi galau lah, nyet! Pasti sekarang hatinya lagi bimbang. Lo sih, telat banget ngomongnya. Giliran udah jadian sama orang, baru nyesel kan lo?"

"Hah?! kok bimbang sih?"

"Ya bimbang lah, pasti hatinya bingung mau lebih milih lo atau Nadhif. Merelakan lo atau melepaskan Nadhif."

"Tapi kan Ruby udah bilang nggak akan ninggalin Nadhif demi gue, Met. Gue juga udah ngajakin dia sahabatan tanpa canggung kayak dulu lagi."

"Mana tau kalo itu cuma kalimat penenang doang, oneng?!"

"Iya juga sih."

"Apa pun keputusan Ruby, gue harap dia nggak milih elo sih."

"Kok lo jahat banget sama gue sih, Met?" papar Reynand dengan wajah nelangsa.

"Lo juga jahat banget sama gue! Udah ada bidadari di depan mata tapi lo masih tetep mikirin Ruby!"

Entah bercanda atau bukan, ucapan Meta terdengar sungguhan.

"... lo suka sama gue, Met?"

 lo suka sama gue, Met?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
INVOLUTE (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang