2.8

333 59 13
                                    

Lo berhak jatuhin hati lo sama siapa aja, karena cinta itu sifatnya murni. Tapi urusan lo cuma sebatas hati lo sendiri. Dia bakalan bales perasaan lo apa nggaknya nanti, lo sama sekali gak bisa dan gak berhak memaksa.

-Mansy Azalea Ruby-


Ruby mungkin cenderung cuek dan tak terlalu peduli dengan keadaan sekitar. Namun, Ruby punya sisi hangat dan bisa menjadi pendengar dan penasehat yang baik bagi temannya.

Seperti saat ini, Rere tengah bercerita kepada Ruby dengan emosi yang menggebu. Ruby mungkin hanya memasang tampang datarnya seperti biasa. Namun, ia menyimak dengan baik semua yang di ceritakan oleh Rere.

Sejak kapan mereka jadi sedekat ini? Ruby juga tidak tahu pasti.

Semua yang Rere bahas, tak jauh dari Reynand. Entah Reynand itu bisa menjadi pria yang manis dan cuek dalam waktu yang bersamaan lah, atau sikapnya yang belakangan ini seperti hendak menjauh dari Rere.

Ruby dengan sabar mendengarkan semua keluh kesah Rere. Sejak pertama kali melihat tatapan Rere kepada Reynand, Ruby sudah mengambil kesimpulan bahwa tatapan Rere mempunyai makna lain.

Dan yang Ruby lakukan hanya diam dengan pikiran yang berkecamuk, seolah semuanya baik-baik saja dan memang berjalan dengan seharusnya.

"Gue nggak tau harus gimana lagi, By. Gue udah terlanjur nyaman sama Reynand, jadi kayaknya bakalan susah deh kalo harus ngebiarin Reynand ngejauh gini," papar Rere, tersirat jelas nada kesedihan disana.

Ruby tersenyum miris, lantas seberapa menyedihkannya ia yang selama bertahun-tahun memendam rasa tanpa sebuah harapan? yang ia dapat hanya abu-abu semata, tanpa kejelasan.

"Semua bisa karena terbiasa. Lo mungkin merasa kehilangan karena udah terbiasa dengan kehadiran Rey, berarti lo juga seharusnya bisa terbiasa lagi tanpa kehadiran dia, kaya sebelum lo kenal Rey."

Ruby ingin mengutuk dirinya sendiri. Seharusnya kalimat itu juga ia tujukan pada dirinya sendiri. Bukankah ia juga seharusnya melakukan hal serupa?

Ah, mengucapkan itu memang jauh lebih mudah daripada melakukan.

Rere mengangguk setuju. "Iya sih. Tapi kan nggak segampang itu."

"Gue tau semuanya emang nggak gampang, tapi lo juga nggak mungkin kan ngemis-ngemis cinta ke Rey?"

Rere tak mengucapkan sepatah kata pun, ia hanya diam dan raut wajahnya terlihat kesal. Ruby tahu itu. Namun Ruby tetaplah Ruby, meski ucapannya terkesan menohok hati, Ruby tetap tidak peduli.

"Gue salah ya milih jatuh cinta sama Reynand?" tanya Rere setelah beberapa saat terdiam.

Ruby menghela nafasnya dan mengulas senyum tipis, ia menatap keluar kelas seolah mengingat-ingat sesuatu. "Nggak salah kok Re, nggak ada yang tau dan nggak ada yang bisa nebak lo bakalan jatuh cinta sama siapa, karena datangnya pun gak terduga. Bisa dari tatapan, tindakan, atau hal-hal sederhana lainnya."

Ruby menatap ke arah Rere dan tersenyum tulus, Rere bahkan sempat terperangah melihatnya. "Re, lo berhak jatuhin hati lo sama siapa aja, karena cinta itu sifatnya murni. Tapi urusan lo cuma sebatas hati lo sendiri. Dia bakalan bales perasaan lo apa nggak, itu urusan nanti. Lo sama sekali gak bisa dan gak berhak memaksa."

Ruby memegang pundak Rere seolah menyalurkan kekuatannya, atau justru... bebannya?

"Kalo apa yang gue ucapin mungkin menurut lo kurang membantu, lo bisa menganggap semuanya hanya angin lalu."

Setelah berucap demikian, Ruby pergi meninggalkan Rere yang masih bergeming dengan hati yang berkecamuk tak tenang.

🍁

Reynand, Nadhif dan yang lainnya tengah saling mengoper dan mendribble bola dengan gesit dilapangan.

Ruby duduk di sana, di bangku penonton paling atas. Seorang diri, dengan buku sketsa di pangkuan, fokusnya terbagi karena sesekali menatap segerombolan laki-laki di lapangan.

Ruby menyesap susu vanillanya yang sudah tinggal setengah. Seseorang menepuk pundaknya hingga membuat Ruby sedikit tersentak.

"Hai, Ruby!" sapa Elang dengan senyuman yang lebih terlihat seperti seringaian.

Bukannya membalas sapaan Elang, Ruby justru lebih memilih mengalihkan pandangan. Elang duduk di bangku kosong di samping kanan Ruby. Ruby menggeser tubuhnya sedikit menjauh dari laki-laki itu. Merasa risih.

"Dih, jangan jauh-jauhan dong, kayak musuhan aja," ujar Elang.

"Emangnya lo siapa gue?" sewot Ruby.

"Hm... temen?"

"Sejak kapan gue temenan sama lo?" ujar Ruby sarkastik, ia menatap sinis ke arah Elang.

"Oke, perkataan lo bikin gue sedikit terluka, By."

Ruby hanya memutar bola matanya malas. "Nggak peduli."

"Lo udah putus sama Nadhif?"

Ruby menatap Elang dengan wajah sebal. "Bukan urusan lo," ketus Ruby.

"Jelas itu urusan gue."

Ruby menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Kalo lo udah putus, ya gue bisa maju." Elang tersenyum miring.

Ruby hanya diam tak bersuara, Ruby tak berniat untuk membalas ucapan Elang. Namun yang pasti, Ruby jelas mengerti makna dari ucapan laki-laki itu.

"Enak aja maju-maju! Ruby masih pacar gue!" Nadhif menyambar ketus sembari merangkul pundak Ruby. Seolah menunjukkan pada Elang bahwa Ruby masih miliknya.

Setidaknya untuk saat ini.

Setidaknya untuk saat ini

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.
INVOLUTE (New Version)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant