TIGA PULUH

17.5K 3.7K 276
                                    

"Tis, coba mundur sedikit." Kukuh menarik lenganku pelan.

Aku melangkah ke belakang, mengikuti instruksinya sambil bertanya, "kenapa?"

"Kamu cantiknya kelewatan."

"Astagaaaaaa!"

Kurasakan pipi yang memanas mendengar gombalan Kukuh, serta merta kulayangkan dompet ke pinggangnya. Kukuh tertawa sementara Danish mengernyitkan dahi sebentar, kemudian merubah mimik wajah saat Kukuh menoleh ke arahnya.

Kukuh mengajakku untuk makan siang dengannya. Dan karena membawa Danish juga laptopnya, kemungkinannya cuma dua. Dia tetap bekerja selama makan siang atau justru mempertemukan Danish lagi dengan Arthur dan laptop tentu saja hanya pancingan, yang mana kemungkinan kedua menurutku sangat berbahaya.

Karena aku tahu, tipikal seperti Danish tidak bisa dicampuri jika dia punya masalah pribadi. Sekalipun aku yang sudah berteman dengannya sejak lama, dia tidak akan suka. Jika dia perlu bantuan, dia akan bilang apa adanya. Begitulah Danish yang aku kenal.

Perjalanan yang jauh dan panjang membuatku bertanya - tanya, namun tidak ada keberanian untuk membuka suara. Di saat Danish malah memilih diam seribu bahasa sejak mobil Kukuh beranjak dari tempat parkir Turangga Herba.

Kekagetanku semakin jadi saat kusadari bahwa kami sudah di dalam tol Bekasi.

"Kita ke luar kota?" Tanyaku, Kukuh tersenyum simpul.

Kulirik Danish yang tampak tak peduli kecuali pada pemandangan jalanan di sampingnya.

"Kita ke Karawang." Jawab Kukuh setelah aku mengerutkan dahi ke arahnya.

"Karawang?" Aku bertanya pada Danish yang mengangkat bahu tidak peduli. "Makan siang aja, di Karawang? Enggak ada yang lebih jauh."

Kukuh tertawa kecil, tidak menganggapi kalimat sinisku.

"Masih deket Karawang, Tis. Pernah sekali gue diajak makan di Sentul sama pak Bos yang terhormat." Cetus Danish tiba - tiba dan menekan kata - katanya di kalimat terakhir. "Dan di Bandung tiba - tiba. Cacing di perut gue udah pada demo minta makan, ternyata kita baru sampai tiga jam kemudian."

Danish kembali duduk menyandar sambil melipat tangan. Sementara Kukuh tersenyum tanpa dosa.

"Crazy rich Jakartans." Komentarku.

"Sekali - sekali, Tis." Pembelaannya.

Aku berdehem.

"Sebenarnya bukan soal makan di mananya sih. Lebih ke waktu aja. Kalau memang lagi jalan - jalan ke Bali terus makan di Jimbaran rasa - rasanya normal. Tapi kalau lagi kerja terus makan siang mesti lintas Provinsi gini, nah ini bener - bener crazy." Tambah Danish yang mood-nya sudah membaik.

Kira - kira, jika aku tak salah mengira, kami sampai di tempat makan yang Kukuh inginkan sekitar dua setengah jam. Nafsu makanku sudah hilang, tapi saat melihat Kukuh dengan semangat memesan menu - menu sederhana khas masakan Jawa Barat, perutku mendadak kelaparan.

Danish sudah asyik duduk sambil membuka pekerjaannya. Kukuh mempersilakanku duduk dan dia menyusul setelah memberikan pesanan kami.

***

Selanjutnya, bisa dibaca lengkap di KBM Aplikasi 🙏🙏🙏

SILHOUETTE (Lengkap Di KBM & KaryaKarsa)Where stories live. Discover now