DUA PULUH EMPAT

16.9K 3.2K 155
                                    

"Jangan dibaik-baikin, gue tahu pedesnya mulut Arthur. Coba kasih tahu semua yang dia omongin ke elo!" Tegas Danish sambil menyapu pipinya dengan kuas blush on.

Semalam aku menginap di tempat Danish dan akan datang ke acara launching bersama dengannya. Dari semalam, Danish memaksaku menceritakan tentang apa yang pernah dikatakan Arthur padaku.

Dia se-tidak-percaya itu saat aku mengatakan bahwa, aku cukup memahami kekhawatiran Arthur pada Kukuh. Bagaimanapun juga mereka bersahabat.

"Intinya, Dan, maksud Arthur baik. Dia berusaha menjaga Kukuh dari--"

"Masalahnya, Tis," Danish memotong kata - kataku. "Elo bukan Imelda, Karina, atau bahkan Ranti yang mencoba menggoda Mr. K dengan cara - cara yang enggak benar." Danish kini memelototiku, sorot matanya meredup ketika dia menyadari bahwa tatapannya itu cukup membuatku ngeri.

"Gini lho, Tis, kalau Arthur berpikir jelek ke elo, artinya dia enggak percaya dengan penilaian gue ke elo. Masa iya gue temenan sama cewek kampungan yang sukanya panjat sosial. Jijik!" Danish kembali fokus pada make up-nya. "Bagaimanapun juga, kita temenan lebih lama dari pada Arthur sebagai pengacara Turangga Herba. Lebih lama dari Turangga Herba berdiri malah. Omong kosong apa sih dia tentang lo dan segala bawa - bawa niat jelek lo! Herman gue!"

Aku tertawa kecil mendengar ujung kalimatnya.

"Yaudah, kalau lo tahu bagaimana pikiran Arthur tentang gue, lo masih mau pacaran sama laki - laki berpikiran sempit kayak gitu?" Danish bergidik ngeri.

"Enggaklah! Gue cantik kali, yang mau sama gue banyak. Enggak cuma Pengacara baperan yang di kepalanya cuma ada uang dan kehidupan sosialita. Wajar sih Arthur punya pikiran kayak gitu, hubungan mereka dibentuk dengan uang. Beda sama kita." Tandas Danish, yang sekarang mengenakan mascara.

"Kalau kita, karena apa?" Godaku, sambil mendorong - dorong kecil tangannya yang sedang merapikan mascara.

"Haduh diem!" Danish menjauh dariku dan menyelesaikan dandanannya. "Kalau kita karena, enggak ada orang yang mau berteman sama gue dan mulut laknat gue ini. Cuma elo aja yang tebal kuping." Lanjutnya. "Friendship is a silent bond, less words, more understanding." Danish menyungginkan senyum manis, membuatku ikut tersenyum.

Hubunganku dengan Danish unik. Kami berteman sejak sekolah, jarang komunikasi tapi begitu bertemu, we cant stop talking. Seperti sekarang. Meski satu kantor, kami jarang makan atau pergi bersama. Dia sibuk, super sibuk. Tapi begitu ada waktu bicara, ya seperti ini.

"Itu karena lo terbuka kok. Enggak laknat banget." Aku mencoba menghibur, tapi dasar Danish, dia malah mencibir.

"Kalau dipikir - pikir, gue sama enggak sih dengan Arthur?"

Aku menggeleng cepat. "Beda. Jauh beda. Elo akan mendetail saat menilai seseorang, dan yang jelas, mengenali yang lo nilai. Arthur enggak."

Danish berdecak kagum melihat hasil karya pada wajahnya.

"Emang elo paling bisa bikin gue merasa lebih baik, sekarang, waktunya gue bikin lo jadi Princess Disney di acara launching. Biar si bos kehilangan kata - kata saat menatap lo."

Aku hendak protes tapi Danish sudah mengeluarkan senjatanya kembali, peralatan make up.

"Biar si bocah yang punya kafe itu juga enggak berpaling saat lihat lo." Lanjutnya sambil meratakan foundation di wajahku. "Mingkem!" Perintahnya galak.

"Bocah?" Aku tertawa. "Gemilang? Lebih tua dia daripada lo. Hahahaha."

Danish mengedikkan bahu dan kembali menyuruhku merapatkan bibir.

"Dia kelihatan kayak bocah. Whatever! Kita buat lo jadi bintang hari ini." Seru Danish dan melakukan entah apa pada wajahku.

Dan aku hanya bisa pasrah pada keahlian tangannya.

***

Selanjutnya, bisa dibaca lengkap di KBM Aplikasi 🙏🙏🙏

SILHOUETTE (Lengkap Di KBM & KaryaKarsa)Where stories live. Discover now