DUA PULUH LIMA

17.4K 3.6K 221
                                    

Setelah nego yang cukup alot, akhirnya aku menuruti keinginan Gemilang yang memaksa untuk mengantarku pulang selepas acara launching produk baru Turangga Herba yang bekerjasama dengan kafenya.

Masalahnya, aku gak enak dengan Kukuh yang menatapku tajam. Entah mengapa. Meski secara gak langsung, aku sudah memintanya mundur dan melupakan semua pernyataan yang pernah dia utarakan padaku. Tetap saja, tidak nyaman melihat tatapan matanya saat melihat Gemilang dekat denganku atau berbicara padaku.

"Mbak-nya melamun apa sih dari tadi?" Gemilang menyentuh kepalaku.

Membuatku menyadari bahwa kami sudah berdua di dalam mobil yang sedang meluncur ke arah rumahku.

Aku menggeleng pelan.

'Tadi Tiara kenapa gak diajak sekalian, Ge?" Tanyaku.

Gemilang menatapku bingung, aku pasti terlihat bodoh dengan pertanyaan itu.

"Dia bawa motor."

Aku mengangguk canggung dan menggigit bibir bawah sambil melarikan pandangan ke jendela di sisi kiri.

"Tis, hei!"

Gemilang menyentuh belakang kepalaku sekarang, membuatku menoleh.

Kusadari kami sudah sampai di depan rumahku, Gemilang melepas seatbelt yang menahannya.

"Aku gak bohong saat bilang kamu berbeda. Apalagi hari ini, kamu--luar biasa." Ucap Gemilang, terlalu lirih untuk gayanya.

"Makasi, Ge." Jawabku, mengusir kecanggungan karena wajahnya yang semakin dekat.

Aku tahu isyarat itu. Ketika mata Gemilang melirik intens tepat di mataku, bergantian menatap bibirku dan aroma napasnya yang serupa kopi semakin dekat dengan indera penciumanku. Aku tahu maksud dan tujuannya.

Menarik napas, aku membuang muka ke samping kiri. Menolak apapun yang ingin dilakukan Gemilang padaku.

Tangan kirinya yang sudah bersandar di pipiku, digerakkan dengan gaya mengelus. Aku tahu, dia kecewa. Tapi aku lebih kecewa padanya yang terburu - buru dan memanfaatkan kesempatan.

Gemilang memundurkan tubuhnya, kembali duduk dengan normal.

"Maaf, Tis. Aku--"

"Kalau kamu berpikir selama ini aku seolah memberi harapan lebih, aku minta maaf untuk sikapku, Ge." Potongku, sebelum dia mengatakan penyesalan apapun.

"Tis,"

Aku menatapnya sekarang, benar - benar ingin mengatakan padanya bahwa seandainya aku bisa memberikan hati padanya, dengan sukarela aku akan memberikan untuknya. Tapi aku gak bisa. Gak bisa setelah Kukuh dengan gamblang mengatakan perasaannya padaku.

"Aku nyaman berteman denganmu, Ge, tapi kalau kamu keberatan de--"

"Enggak, Tis. Enggak sama sekali. Jadi temen aja, oke, gak masalah!" Jawab Gemilang cepat, setengah gugup. "Aku yang kurang ajar. Aku minta maaf."

Aku tahu Gemilang tulus mengatakan bahwa dia menyesal. Kusentuh lengannya dan tersenyum ke arahnya.

"Makasi ya, Ge. Aku turun. Kamu hati - hati di jalan."

Aku membuka pintu dan bersiap turun, panggilan Gemilang menahan gerakanku.

"Tis?"

"Hm?" Aku menoleh lagi ke arahnya.

"Besok - besok, kamu masih mau ketemu aku kan?"

Aku tersenyum mendengar pertanyaannya yang sarat kekhawatiran dan mengangguk pelan.

"Makasi ya. Seharusnya aku jadi gentleman yang bisa mengungkapkan perasaan dengan layak. Tapi aku udah kalah."

Aku mengelus kepalanya lembut, Gemilang menunjukkan mimik cemberut yang lucu.

"Setiap orang punya kesempatan kedua." Ucapku yang langsung membuat matanya berbinar, "tapi aku gak bisa janjiin apa - apa."

Gemilang tersenyum lebar, "enggak apa - apa. Ada satu kemungkinan, setidaknya."

Aku menutup pintu mobilnya perlahan, Gemilang ikut keluar dan berdiri di sisi mobilnya.

"Tidur yang nyenyak, Tis. Tiara pasti udah sampai." Katanya, membuat dahiku berkerut.

"Kok tahu?"

"Karena tadi aku ambil jalan muter, biar lama di mobil sama kamu." Aku-nya dengan pipi yang memerah, membuatku terbahak.

"Dasar Gege!" Omelku setelah puas tertawa.

Dia nyengir lebar dan melambaikan tangan, aku berpesan hati - hati padanya dan dia memaksa untuk melihatku masuk baru pergi.

***

Selanjutnya, bisa dibaca lengkap di KBM Aplikasi 🙏🙏🙏

SILHOUETTE (Lengkap Di KBM & KaryaKarsa)Where stories live. Discover now