H-1

607 63 93
                                    

"Kita panggil saja kucing itu Ian."

"Tidak bisa! Namanya Dean."

"Ian lebih bagus!

"Dean lebih imut!"

Suara meongan lemah menghentikan dua orang bersaudara itu dari perdebatan kusir mereka. Erik dan Laila-kakak beradik yang berdebat barusan-menatap anak kucing ringkih yang sedang ada di gendongan Laila.

"Baiklah, terserah Laila saja."

Laila bersorak kegirangan saat akhirnya Erik menuruti keinginannya. Memang sejak awal sang kakak yang lebih tua lima tahun itu selalu mengalah.

"Memangnya Dean mau dipelihara, huh?" Erik berjalan ke ruang tamu dan mengempaskan tubuhnya ke sofa, sebelum tatapan matanya berpindah pada sang adik.

"Tidak tahu," jawab Laila seraya menunduk. Jari jempolnya membelai kepala mungil Dean dengan lembut. "Tapi Dean ini unik, Kak. Lihat. Hidungnya mancung!" Laila memperlihatkan Dean ke Erik.

Memang benar, batang hidung kucing itu lebih panjang dari kucing biasa.

"Jadi?"

"Oh, ya! Paling tidak Laila bisa kasih Dean makan dan main sampai Jian pulang!" Suaranya terdengar lantang dan bersemangat, matanya juga menatap Erik penuh harap.

Erik mendengkus. Pria dua puluh lima tahun itu mendorong kacamatanya yang agak turun dengan jari telunjuk. "Oke, yang penting jangan buat Jian marah."

"Siap!" Laila membuat gestur hormat sebelum melangkah riang ke dapur.

Jian adalah seekor kucing kampung berbulu putih dengan aksen oranye yang hobi mengembara. Dia adalah hewan peliharaan kesayangan Laila dan Erik.

"Wah, Dean makannya lahap. Pintarnya ...." Laila berjongkok di samping Dean yang sedang memakan nasi dicampur ikan.

Bahkan anak kucing itu sampai menggeram-geram sambil makan.

"Tidak ada yang mau mengambil makananmu, kucing dungu." Gadis itu terkekeh.

Selesai makan, Laila mengajak Dean bermain di kamarnya. Laila menggelitik Dean dan sesekali meletakkan Dean di atas boneka beruangnya.

Dean mendengkur kegirangan, tak jauh beda dengan tawa kecil Laila yang terdengar bahagia.

"Oh, apa ini? Ucapan terima kasih, hmm?" Laila memejamkan kedua matanya saat Dean mengeluskan kepalanya ke dagu Laila. Terasa geli, tetapi hangat. "Kakak sayang Dean juga." Laila balas mengecup kepala Dean.

Tiba-tiba, seekor kucing berperawakan jauh lebih besar dari Dean melompat ke kasur. Kucing itu menggeram pada Dean dengan nada yang tidak bersahabat.

"Jian, jangan! Dean bukan kucing jahat!"

Namun, tetap saja Jian nyaris mencakar Dean.

Akhirnya dengan berat hati Laila mengembalikan Dean ke bawah pohon samping garasi rumahnya--tempat Erik menemukan Dean sedang memakan tulang ayam yang keras tadi sore--sesuai perkatannya pada Erik tadi.

"Semoga kamu menemukan majikan yang baik, Dean. Maafkan Kakak. Maaf...." Laila mengecup kepala Dean untuk terakhir kalinya.

Sehabis makan malam, tatapan Laila tak lepas dari pintu, sedangkan Jian duduk manis di pangkuannya.

"Lai, masih sadar?" Erik menarik rambut hitam Laila pelan membuat sang adik mendongak dengan ekspresi kesal.

"Kak Erik!"

"Makanya jangan melamun. Kakak mau ke kantor sebentar, Laila jaga rumah dengan Jian."

"Iya," jawab Laila pendek, tangannya tak berhenti mengelus bulu lembut Jian.

"Plastik itu jangan diganggu, isinya baju untuk teman Kakak."

Laila menoleh pada plastik putih yang tergeletak tepat di sampingnya. "Iya, iya."

"Galau karena Dean, huh?" Laila hanya diam tak menjawab. "Sudahlah, ini sudah yang terbaik untuknya." Erik mengacak surai tebal Laila sebelum pergi.

Tak sampai sepuluh menit sejak Erik beranjak, Laila mendengar Erik memanggil dengan suara keras. Gadis itu menoleh dan melihat Erik yang kembali dengan berlari.

"Kenapa, Kak?" Laila sontak berdiri, sampai-sampai Jian melompat turun dari pahanya.

"Dean terlindas."

Pupil Laila membesar seiring dengan mulutnya yang terbuka.

"Kakak tidak tahu jika ada Dean di situ, dan tanpa sengaja...."

Seketika lutut Laila melemas.

Malam itu juga, anak kucing malang tersebut dikuburkan dengan mengorbankan sehelai saputangan putih Laila.

Setetes air mata Laila pun turut menjadi saksi.

Setetes air mata Laila pun turut menjadi saksi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Alooohaa

Bagi yang pernah baca ini di Semi Fantasy, yakinlah ceritanya jauh berbeda 😆😆

Nggak juga sih...

Hanya lebih detail saja :3

Oleh karena itu, sudilah kalian memberikan respon 😂

Babay!

6 September 2018

A Half Day [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang