4th Hour

180 39 37
                                    

"Setelah makan siang? Oke, oke, kirim saja alamatnya padaku, ya. Baik."

Laila mengembuskan napas setelah sambungan telepon putus. Saat dia menoleh ke Dean, dia terkejut menemukan pemuda itu menatapnya dengan cukup intens.

"Apa?"

"Barusan Laila ngapain? Itu siapa?" tanya Dean memperhatikan ponsel pintar yang ada di tangan Laila.

"Barusan aku telepon. Karin, sahabatku. Dia minta bantuan kita." Laila menjawab sambil memasukkan ponsel ke dalam tas kecil merah muda yang ia sandang. Dia melahap sisa es krim dalam sekali suap, membuat gadis itu meringis karena dingin.

Dean terlihat masih menatap ke tempat ponsel pintar itu. Es krimnya sudah habis saat Laila menelepon. "Bantuan apa?"

Laila tidak segera menjawab, mulutnya masih penuh dengan es krim. Dia hanya berdiri dan tersenyum pada Dean sesaat setelah menelan es krimnya. "Yuk!"

"Tapi, ke mana?"

"Makan siang. Oh ya, kamu enggak lapar?"

Laila hanya bisa terkekeh kecil, saat Dean dengan polos menatap perut sendiri dan memberi beberapa usapan pelan, sebelum dia mengangguk cepat-cepat.

"Tahan laparmu sebentar lagi, ya."

Dan di sinilah keduanya sekarang, duduk bersebelahan di atas kursi empuk bus kota. Bus ini tidak begitu ramai. Mengingat sekarang adalah akhir minggu, sebagian orang memilih untuk berlibur ke luar kota. Bahkan beberapa kursi masih kosong.

"Woah ... pohon-pohonnya mundur ...."

Laila melirik Dean sekilas, tersenyum. Ternyata, pilihannya yang sengaja membiarkan Dean duduk di dekat jendela tidak sia-sia. Dia jadi bisa melihat reaksi pemuda itu.

"Masih jauh, Kak?" tanya Dean sambil melihat beberapa orang yang turun ketika busnya berhenti.

"Masih sekitar dua halte lagi."

Laila tersenyum kecil pada Dean yang menguap. Memang ini risikonya jika menaiki bus. Mereka tak akan langsung sampai ke tujuan, tetapi berhenti di setiap halte.

Dean kelihatannya sudah mulai bosan.

Menit berikutnya, Laila tidak tahu kenapa keadaan mereka bisa seperti ini. Badannya menjadi sedikit kaku saat sebagian berat badan Dean lagi-lagi bertumpu di bahunya. Dean tertidur. Laila sebisa mungkin tidak banyak bergerak.

Bus berhenti. Beberapa orang keluar dan beberapa yang lain naik. Laila rasa wajahnya tak pernah sepanas ini saat menyadari tatapan orang-orang melihat posisi keduanya.

"Semoga langgeng, ya."

Satu kalimat yang disampaikan dengan nada bercanda itu, benar-benar membuat Laila ingin secepatnya membangunkan Dean.

***

"Wah, satu lagi. Eh, ada lagi."

"Laila, ini enggak apa-apa?"

Tubuh Laila agak bergetar, karena dia mati-matian menahan tawa. "Enggak apa-apa."

"Tapi, bagaimana Dean bisa makan kalau begini?"

Akhirnya tawa Laila pecah. Keduanya sedang berada di salah satu kafe kucing yang terkenal. Dan sejak sampai di sini, kucing-kucing itu mulai mendatangi Dean, sekadar untuk duduk di pahanya atau bergelantungan di leher. Pokoknya sebisa mungkin dekat dengan Dean.

Kafe kucing adalah salah satu lokasi bersantai yang sangat tepat untuk para pecinta kucing. Di sini, mereka bukan hanya bisa mengisi perut, tetapi juga bisa bermain bersama kucing-kucing jinak dan lucu dari segala ras dan varietas.

Pokoknya, tempat ini cocok untuk pelepas rasa penat dan stres.

"Imut kok, imut." Laila mengeluarkan ponselnya, berniat mengambil gambar, tapi tidak jadi karena makanan pesanan mereka sudah sampai.

"Aku mau makan. Kalian bisa bermain di sana dulu, oke?"

Laila memperhatikan interaksi Dean dengan kucing-kucing itu. Sedikit terpana menemukan beberapa kucing patuh dan meninggalkannya, meskipun ada yang masih kukuh duduk di paha Dean. Apa kucing-kucing itu sadar bahwa Dean adalah bangsa mereka?

"Makan dulu, De."

Dean mengangguk dan meraih sendok juga garpu, mulai makan. Dean memakan nasi goreng ikan teri, sedangkan Laila memilih nasi goreng ayam.

"Kucing-kucing itu suka sekali padamu, ya?"

Kunyahan Dean berhenti. "Dean juga tidak tahu kenapa bisa begitu." Pemuda itu cengar-cengir.

Laila mendengkus. Entah kenapa dia menjadi semakin percaya kalau Dean tidak berbohong. Namun, di satu sisi dia juga masih belum yakin.

"Laila, tolong aku!"

Mata Laila membesar melihat makin banyak kucing datang dan mengerubungi Dean. "Astaga, kamu ngapain?"

"Tadi Dean cuma menawarkan ikan teri ke salah satu kucing, sekarang semuanya datang!"

Laila lagi-lagi tertawa, kali ini nyaris terbahak. "Dasar dungu! Salah sendiri!"

"Huaaa! Tolong, dong!"

"Huaaa! Tolong, dong!"

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Alooohaaa

Uh, baru kali ini aku publis cerita, tapi ceritanya belum kelar di draft.

Tapi aku dah bikin outline lengkap sampai tamat XD

Asyik banget bikin cerita tentang mereka berdua :3

Dah itu aja

Babay!

*besok ujian biologi sama b.ing*

24 September 2018

A Half Day [COMPLETED]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ