"Nggak lo aja, dia juga yang bunuh bokap gue waktu gue masih SD." Jeje menoleh cepat. Dia benar-benar terkejut mendengar ucapan Nadse.

"Bokap lo... di bunuh dia?" Nadse mengangguk dan menundukkan kepalanya. Ada setetes air bening yang menetes dari pelupuk matanya.

"Gue nggak tau kenapa orang itu dengan senang hati ngerawat gue sama Kevin. Padahal dia yang udah bunuh bokap gue." Terdengar isakan kecil dari Nadse yang menundukan kepala. Jeje yang mendengar itu langsung reflek membawa Nadse ke dalam pelukannya.

"Jangan nangis, percuma lo nangis. Bokap lo juga nggak bakal balik lagi. Gue boleh nanya?" Jeje mengangkat dagu Nadse dan kedua mata mereka saling bertemu.

"Kemana lo kemarin? Hm? Kakak bego lo itu hampir nyakitin nyokap Naomi." Nadse terkekeh dalam tangisannya. Dia benar-benar geli melihat Jeje yang tiba-tiba berubah menjadi sangat manis.

"Kok malah ketawa sih, ngancurin suasana tau nggak." Ucap Jeje melepaskan pelukannya secara kasar. Nadse masih tertawa kecil melihat tingkah Jeje yang masih saja terlihat manis kepadanya.

"Lo nggak akan pernah bisa bohongin gue, Je. Lo masih suka kan, sama gue?" Tanya Nadse manikan satu alisnya.

"Nggak. Lo kepedean dah. Kemana lo kemarin? Hah? Kakak lo itu hampir nyakitin nyokap Naomi." Jeje masih saja mengelak. Padahal pipinya sudah merasa panas akibat tadi dia menatap wajah Nadse sangat dekat.

"Gue ada urusan. Lagian si Kevin begitu juga paling-paling abis ribut sama bokap gue dan di lampiasin ke Naomi sama Mama. Udah gue hajar tuh, anak. Sampe dia berani ngelukain Mama Vivi, gue yang bakal mukulin dia." Jeje mengerutkan keningnya heran. Apa Nadse Deket banget sama Tante Vivi? Batin Jeje bertanya.

"Gue sama Kevin dari kecil di jaga sama Mamanya Naomi itu. Mau gimanapun, dia wanita terbaik selama gue hidup. Dia yang ngerawat gue, dia yang jagain gue, dan dia bakal jadi tameng gue kalo bokap angkat gue itu mabok dan mau mukul gue. Dia baik, ya? Makanya gue mau jadi dokter kayak dia. Gue tau dunia kedokteran dari dia." Nadse melirik Jeje yang terdiam. Dia yakin Jeje akan mencari tahu siapa Mama angkatnya itu.

"Jangan pernah lo coba nyari tau tentang nyokap gue, kalo lo nggak mau berurusan sama gue. Dia udah terlalu banyak masalah dalam hidupnya dan lo jangan usik dia sedikitpun." Jeje tersenyum kecil mendengar ancaman Nadse. Gadis itu benar-benar terlihat sangat menyayangi Mama Naomi.

"Haaah... jadi lo nggak tau alasan kenapa bokap lo nyuruh lo nyadap hp temen-temen gue? Nyelamatin? Nyelamatin dari apa?" Nadse mendengus dan berdiri tegap.

"Gue udah bilang, dia cuma mau nyelamatin kalian tapi gue nggak tau mau nyelamatin kalian dari apaan. Udah ah, gue mau pulang." Nadse berjalan ke pintu mobilnya. Namun baru beberapa langkah, dia kembali berhenti saat mendengar namanya di panggil lagi.

"Nadse!" Panggil Jeje menatap punggung Nadse.

"Apaan lagi, sih?!" Dengan kesal Nadse menoleh menatap Jeje.

"Hati-hati."

Setelah berkata seperti itu, Jeje berjalan pergi menuju mobilnya sendiri yang terparkir sedikit jauh dari mobil Nadse. Rasanya detik itu juga Nadse ingin berteriak karena perhatian Jeje yang benar-benar lucu.

"Gemes." Gumam Nadse tersenyum tipis.

*****

Selesai mengetahui semuanya, Naomi semakin menyayangi Vivi. Setiap Vivi pulang larut malam, dia akan menjadi orang pertama yang duduk di ruang tamu untuk menunggu Mama angkatnya itu pulang.

Meski statusnya adalah Mama angkat, tapi Naomi tidak pernah dan tidak akan menganggap Vivi sebagai Mama angkat. Melainkan menjadi Mama kandungnya yang sudah merelakan waktu dan segalanya untuk menjaganya dari bayi.

Semua Karena Cinta(Completed)Where stories live. Discover now