MPH - 13 [My Lovely Husband 3] ●

218K 7.9K 205
                                    

"Karena rasa yang terlalu dalam juga menyakitiku terlalu dalam" Aninda tersenyum tipis lalu kembali menutup matanya. Berusaha tidur walau masalah sedang menari indah diatas tubuhnya yang ringkih itu.

   ●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Delano menghela nafas berkali-kali. Disaat seperti ini otaknya bekerja 100x lebih banyak. Memikirkan Tasyanya juga Aninda. Dia hendak mencoba mengiklaskan Tasya yang sudah bertahun-tahun meninggalkannya namun janji yang dulu pernah dia ucapkan membuatnya harus terus bertahan dalam posisi seperti ini. Maju salah mundur salah.

"Lano?" Aninda mendekati Delano yang tengah duduk dibalkon sambil menyesap kopinya. Sore hari seperti ini kadang membuat suasana hati Delano bisa membaik.

"Hmm" Delano hanya berdehem untuk menjawab pertanyaan Aninda. Dengan tersenyum tipis Aninda ikut duduk disebelah Delano. Balkon mereka menghadap pepohonan rindang diseberang jalan. Udara yang asri karena rumah mereka berada dikawasan perumahan yang elit membuat Aninda merasakan nyaman tinggal disini.

"Lano. Aku tadi ada baca banyak berita tentang rumah. Ada beberapa rumah yang sangat ingin kubeli untuk keluarga kita." Aninda bangkit berdiri lalu mengambil handphonenya dan dengan cepat kembali duduk disebelah Delano. "Ini yang berwarna putih. Cantik kan? Aku membayangkan nanti anak kita akan berada dilingkungan orang-orang yang mau merawat rumah ini sampai secantik ini" Aninda menggeser layar hpnya lalu menunjukan sebuah rumah lain "Jika dia pria. Aku mau rumah yang berwarna hitam ini. Halamannya besar. Aku mau dia mengajak seluruh teman-temannya main dihalaman ini" Aninda tersenyum lalu hendak menggeser layarnya lagi.

"Sudah" Delano berdiri. "Kita tinggal disini saja" Dengan cepat Delano keluar kamarnya meninggalkan Aninda yang terdiam.

Aninda tersenyum tipis. Sekarang dirinya sangat yakin kalau Delano memang akan menghempaskannya, memmbuangnya, juga melupakannya setelah dirinya melahirkan nanti. Sudah jelas surat yang dia pegang tadi menunjukan bahwa Delano akan mengambil hak asuh anaknya sehari setelah dirinya melahirkan kelak.

Air matanya luruh. Kedua tangannya memeluk perutnya. Mengelus lalu menatap foto ketiga yang harusnya dia geser "Dan ini. Aku akan mewujudkan senyumanmu ini menjadi senyuman yang nyata. Bukan senyuman palsu yang semu juga terpaksa seperti saat pernikahan kita. Terimakasih Lano. Aku sadar tidak akan bisa mewujudkan senyumanmu ini." Aninda terisak. Foto ketiga menunjukan sebuah foto 4 orang anak kecil yang saling merangkul. 2 anak lelaki dan 2 anak perempuan.

Anak lelaki yang lebih tinggi yang sepertinya kakak dari anak lelaki satunya nampak berdiri gagah dan disebelahnya berdiri seorang gadis manis berambut hitam pekat yang memeluk anak lelaki yang tingginya lebih pendek dari sang kakak. Dan seorang gadis kecil berambut pirang yang hanya berdiri sambil tersenyum kearah kamera.

"Jika aku tau kamu pria yang ada difoto ini aku segera mundur waktu itu Lano..." Aninda terisak. Perutnya terasa sakit tapi dia tidak perduli, bayinya seperti ikut menangis didalam perutnya. "Jika aku tau...hiks" Aninda memukul meja kecil dibalkon lalu menangis tersedu-sedu.

Perih. Kecewa. Marah. Dan jijik bersatu didalam tubuhnya. Membuat tubuhnya sedikit limbung dan hendak terjatuh. Namun dengan sekuat tenaga Aninda bangkit berdiri, berjalan ke ranjangnya lalu kembali berbaring. Dia enggan makan. Biarlah dia mati sekarang juga dari pada harus hidup bersama pria yang tidak akan menatapnya.

   ●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

"Ck. Lihat tubuhmu. Menjijikan!" Fredi menatap perut Aninda lalu mengejeknya. Fredi merindukan adiknya ini, merindukan betapa seringnya mereka kelahi dulu.

"Kau! Haaah. Menikah sajalah dulu baru rasakan!" Aninda menendang bokong Fredi yang hendak duduk di ranjangnya. Fredi sengaja datang dan langsung masuk kamar, alangkah kagetnya dirinya melihat Aninda yang menangis diatas ranjang saat memasuki kamar adiknya itu. Namun dirinya enggan untuk bertanya perihal adiknya itu menangis. Jadi beginilah, Fredi malah mengejek Aninda.

"Anin. Kau tau Christo hari ini kembali ke NY!!" Fredi menatap Aninda dengan wajah bahagia. Namun berbeda dengan Aninda, wanita itu hanya diam dan bengong. Pikirannya sedang lari kesana kemari. " Woy!!" Fredi menjitak kepala Aninda membuat Aninda menatapnya tidak suka.

"Apa sih?"

"Hari ini Christo mu datang!"

Satu detik, dua detik lalu terdengar teriakan kencang dari Aninda. "ASTAAAAGAAAAA!!!! 5 tahun sudah aku tidak berjumpa dengannya kak!" Aninda berdiri lalu menarik tangan Fredi. Saking senangnya Aninda memeluk Fredi erat-erat lalu berjinjit-jinjit kesenangan.

"Besok dia berkunjung kerumah kita. Ayo pulang" tawar Fredi sambil memeluk Aninda erat.

"Haha..Ayoo" Aninda mengangguk senang lalu segera berjalan kearah lemari. "Akh!!" Aninda menjerit. Perutnya kembali sakit seperti meremas tubuhnya sendiri dan melilit perutnya sendiri. Fredi yang melihat Aninda memeluk perutnya segera berlari kearahnya.

"Kau kenapa?"

"Ka...kak..perutku...a..a..sakit" Aninda menangis. Fredi dengan cepat mengangkat tubuh Aninda lalu membawanya turun. Delano yang sedari tadi duduk disofa ruang tamu segera mengerutkan keningnya karena bingung.

"Ada apa?" Delano berdiri menghampiri Fredi yang sibuk membuka pintu mobil.

"Aninda. Perutnya sakit"

Delano terdiam lalu dengan sigap ikut masuk kedalam mobil. Tangannya mengurut bahu Aninda lalu memeluk Aninda kuat. "Sssst... semua akan baik-baik saja." Delano memeluk Aninda lebih kuat saat isakan Aninda makin jadi.

"Lanoo.. Bayiku... kenapa??" Aninda mencengkram bahu Delano kuat. "Hikss...Ba...yi...ku"

Fredi makin pucat saat melihat Aninda pingsan. Dengan nekat dirinya mengendarai mobil itu laju-laju. Astaga ini 2 nyawa loh. Nyawa adiknya dan Keponakannya. Ditambah Delano yang berteriak memerintah supaya dia cepat.

Delano menutup matanya saat merasakan pegangan Aninda makin melemas. Wanitanya tidak mempunyai tenaga lagi. Dengan segala emosinya Delano berteriak "FREDI! CEPAT! ATAU AKU YANG AKAN MENGENDARI MOBIL BUTUTMU INI!"

Fredi terkejut bukan main. Hell? Lamborgininya disebut mobil butut?. Tapi bodo amatlah. Sekarang yang dia butuhkan adalah berkendara secepat mungkin menuju rumah sakit.

   ●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

"Dia tidak apa-apa Lano. Bayinya hanya kaget karena Ibunya tidak makan" penjelasan dokter itu yang tak lain pamannya sendiri membuatnya panik.

"Makan?"

"Iya. Istrimu sepertinya tidak makan 1 harian ini. Kau taukan bayi itu memakan apa yang dimakan ibunya? Dan jika Ibunya tidak makan maka akan terjadi hal ini" dokter menunjuk perut Aninda "Perutnya merasa nyeri. Ibu hamil harusnya lebih banyak makan. Bukan memikirkan hal lain yang memicunya membahayakan janinnya"

Delano menatap tajam Pamannya "Kenapa dia membahayakan janinnya? Apa dia mau menggugurkannya!" Bentak Delano.

"Tidak,,bukan.. Emosi Istrimu sedang naik turun. Jadi staminanya banyak digunakan oleh tubuhnya ini." Pamannya memukul pelan bahu Delano "Jika memang ada masalah. Bicarakan baik-baik. Jangan biarkan hanya Istrimu yang memikirkannya"

Delano terdiam. Masalah apa? Selama ini mereka berdua baik-baik saja. Dengan mendengus dirinya duduk disebuah kursi disamping ranjang Aninda. "Kau kenapa hm?" Delano memegang tangan Aninda lalu mencium punggung tangannya pelan. "Jangan berbuat macam-macam. Jangan menjadi Tasya yang sesungguhnya"

Tbc.

Maaf pendek dan gak dapet feelnya. Part ini kubuat untuk kalian yang minta Up dan sebagai rasa terimakasihku karena dalam 1 malam udah 200 vote DELANOLOVERS kalian Warbayasah.

Kebetulan hari ini aku agak lenggang jadi aku up, gapapa kan ya?.

Kemungkinan bru bisa up hari rabu nanti. Tunggu saja yah.

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENMU.

#250Votelagiberanigak?

Gimana baca part ini? Lega?

Ajak sanak sodaramu baca ceritaku ini wkwkw.

My Possesive Husband [OPEN PO KE 2]Where stories live. Discover now