7. SCALYEN

26 7 3
                                    


"Hey! Mau sampai kapan kau tidur? Cepatlah bangun!"

"eung..." perlahan lahan Juna membuka matanya memandang sosok laki-laki yang tengan menyesap kopi dengan duduk menyilangkan kakinya bagai seorang bangsawan di sampingnya itu.

Juna mengucek matanya kemudian duduk dengan pandangan kosong sebangunnya dari tidurnya yang terasa singkat itu. Gadis itu memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri, rupanya ia tertidur di bangku sofa semalam.

"Cepatlah, sadar! Kita harus segera pergi nona pemalas!" ucap Yoon Gi sambil menatap Juna dengan pandangan tak bersahabat. Namun sepertinya gadis itu tidak terlalu mengambil hati soal itu.

"Memangnya kita mau kemana? Kau sudah tidak apa-apa? Lukamu...." Juna membulatkan matanya kemudian berlari kecil menghampiri Yoon Gi, dan mengamati setiap senti wajah laki-laki di hadapannya dengan tatapan tak percaya.

"Sudah ku bilang, aku tidak apa-apa. Luka seperti kemarin hanya akan bertahan dalam hitungan jam saja," Yoon Gi sedikit menyombong. Ia meletakkan cangkir yang berada di tangannya kemudian menopang dagunya menatap Juna dengan sedikit tersenyum miring.

"Baguslah! Lain kali aku tidak perlu repot menyelamatkanmu lagi!" ucap Juna sambil berlalu.

"Kau bercanda? Aku tidak memintamu untuk menolongku! Aku juga tidak membutuhkan pertolonganmu tau!" ujarnya tak santai. But, so what? Who cares?

Nyatanya kemarin gadis itulah yang berhasil mengembalikan kesadaran Yoon Gi yang entah mengapa tiba-tiba saja kesetanan seperti itu.


***


Tepat ketika matahari mulai menyembul perlahan dari balik gunung, Paman Han, Yoon Gi dan juga Juna memulai perjalanannya menuju Neverland. Paman Han berjalan lebih dulu memimpin, karena dia-lah yang paling mengerti jalan kesana.

Mereka bertiga menuju sebuah hutan yang sangat gelap menyeramkan. Walaupun sudah siang, tapi udara sekitar terasa begitu menusuk tulang. Samar-samar masih saja terdengar suara lolongan serigala yang entah berada di sebelah mana.

Juna mulai bergidik ngeri dan segera mempercepat langkahnya, memperpendek jarak antara dirinya dan Yoon Gi yang berjalan dengan ringan di hadapannya. Laki-laki itu tidak tampak takut sedikit pun. Ia terus saja berjalan lurus mengekor Paman Han. Sesekali tampak ia menyibak rumput rumput liar setinggi lutut yang menghalangi jalannya itu.

Semakin jauh mereka melangkah, terasa semakin gelap saja seolah mereka berjalan menjauhi dunia. Aroma embun dan juga lumut semakin menusuk hidung, di tambah lagi sekarang mereka melalui sebuah jembatan tua dengan lubang disana sini.

"Perhatikan langkah kalian," ucap Paman Han sambil mengulurkan tangannya pada Yoon Gi. Namun, di acuhkan begitu saja. Ckk! Sungguh angkuh sekali sikapnya.

"Paman, apa ini lumpur? Atau memang airnya berwarna hitam?" Tanya Juna bingung ketika ia menatap air sungai yang mengalir di bawah kakinya itu. Entah ia salah penglihatan, atau memang ada yang aneh dengan air itu. Tidak seperti air pada umumnya, terlihat kental, dan juga gelap seperti lumpur.

"Sebaiknya jangan tatap airnya! Terus saja berjalan, kita hampir sampai!" ucap Paman Han dengan nada serius.

Gadis itu sepertinya tidak terlalu menganggap serius ucapan paman Han. Matanya menangkap sesuatu yang mengambang terbawa arus sungai dari kejauhan dan terus mendekat hendak melewati bawah jembatan yang mereka seberangi.

"Apa itu?" gumamnya lirih.

Semakin dekat, semakin terlihat sesuatu yang tampak seperti batu berwarna putih itu. Juna mendekat pada tepi jembatan dan melongokkan kepalanya, dan apa yang ia lihat adalah sebuah tengkorak kepala manusia, dengan mata seperti kobaran api. Kemudian tengkorak tersebut tiba-tiba saja bergerak naik dan terlihat seluruh bagian tubuhnya yang lainnya berdiri dan menggapai kedua pundak Juna kemudian menariknya hingga gadis itu tercebur ke dalam sungai yang ternyata sangat dalam itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Find The Real MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang