3. Meet Up

77 39 17
                                    

Satu minggu telah berlalu semenjak Juna mengalami aneh itu. Setelah ia pingsan sepulang dari taman kota, gadis itu sempat harus kembali berbaring di kamar rumah sakit untuk beberapa bulan karena kembali koma.

Juna membuka matanya perlahan dan mengedarkan pandangannya pada sekitar. Terdengar suara air mendidih dan ketukan pisau ayahnya saat memotong sesuatu entah itu wortel, atau bahan memasak yang lainnya. Gadis itu tersenyum dan segera bangkit dari kasurnya menuju dapur, melihat ayahnya mengenakan celemek dan sedang konsentrasi pada masakannya.

Gadis itu tampak bahagia melihat pemandangan itu, ia segera berlari dan memeluk ayahnya begitu erat.

"Pagi, Ayah!" ucapnya dengan bahagia.

"Pagi sweetheart, kau sudah bangun rupanya!" ucapnya sambil tersenyum.

"Ayah, aku mencintaimu," ucap Juna setengah berbisik. Gadis itu masih memeluk ayahnya dengan erat. Yeah, hanya Ayahnya yang ia miliki dan tidak ada orang lain yang lebih di cintainya di dunia ini.

Jae Joong menyadari ada sesuatu yang salah dengan putrinya, laki-laki itu menghentikan aktifitasnya dan berbalik memeluk Juna. Mengusap kepalanya dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Mimpi buruk???"ucapnya dengan nada menebak.

"Hmm... buruk dan menakutkan," jawabnya lirih.

"Sekarang kau sudah bangun, mimpi sudah berakhir,"

"Boleh aku mencicipi sup nya?" ucap Juna sembari meraih sendok dan hendak mencicipi sup yang masih mendidih di atas kompor. Namun Jae Joong segera menutup rapat tutup pancinya.

"Cuci muka dulu dan gosok gigimu! Dasar jorok!" hardik Jae Joong.

"Oke!"

Gadis itu segera menuruti ayahnya, mencuci muka dan gosok gigi. Gadis itu teringat akan mimpi anehnya satu minggu yang lalu saat ia koma di rumah sakit.

.

.

"Kau Juna ya? Lama sekali kau membuka matamu," ucap seorang laki-laki asing berkulit putih pucat di hadapannya itu sambil mengulurkan tangannya membantu Juna bangun.

"Kau siapa? Aku dimana?" tanya Juna sambil mengedarkan pandangannya menatap sekelilingnya yang sepi dan tak ada apa apa selain kabut putih tipis mengelilingnya.

"Kau pikir ini dimana?" tanya pria itu sambil duduk bersila dengan santainya.

"Tunggu! Tidak mungkin... aku-,"

"Ya! Kau benar! Kau sudah mati Kim Juna," sahut pria itu dengan nada dingin.

"Kau siapa? Aku tidak boleh mati, tidak boleh!" seru Juna dengan nada meninggi. Pikirannya kacau dilanda kepanikan.

Satu hal yang dipikirannya saat ini.

Ayahnya.

Bagaimana keadaannya? Apa yang dilakukannya? Pria itu pasti terpukul dengan kepergiannya. Ia tidak bisa pergi seperti ini, ia tidak ingin pergi sekarang.

Tidak boleh.

"Apa kau masih ingin hidup? Kau mau membuat kontrak mati denganku?" ucap pria itu sembari beranjak dari tempatnya dan menatap Juna dengan intens.

"Apa? Kontrak mati?"

"Aku akan menyelamatkanmu dari kematian," tegasnya.

"Apa aku akan kembali hidup? Tunggu dulu, apa maumu?" tanya Juna dengan nada mengintimidasi.

Pria itu tersenyum melihat Juna. Ia tahu Juna bukan gadis bodoh, sepertinya memang dialah yang terpilih seperti apa yang di katakan ramalan.

"Tidak ada. Aku hanya ingin kau terus hidup,"

Find The Real MeWhere stories live. Discover now