4. Sikapnya Berubah

50.5K 4K 128
                                    

Jumat (14.35), 20 Juli 2018

------------------------

Setelah membuat ulah pagi tadi, Fachmi belum juga keluar dari kamarnya. Kanza mulai bertanya-tanya, mungkinkah Fachmi takut Kanza balas dendam hingga memilih mengurung diri dalam kamar? Yah, mungkin saja.

Hari sudah menjelang siang dan Kanza mulai bosan karena semua pekerjaan bersih-bersih telah ia selesaikan. Sejak tinggal di apartemen ini lima hari lalu, bukan kali ini saja Kanza merasa bosan seperti ini. Fachmi adalah seorang yang cenderung kaku dan sibuk. Dia belum pernah sekalipun mengajak Kanza jalan-jalan keluar apartemen. Dan Kanza sendiri tidak berani keluar sendirian. Kota ini masih asing baginya. Dia bahkan tidak mengenal siapapun di sini.

Kanza mendesah seraya menghempaskan diri di sofa depan TV yang tengah menayangkan serial kartun.

Kian hari Kanza makin merasa terkurung dalam sangkar emas. Terlepas dari sikap kakunya, Fachmi memang cukup baik. Memenuhi semua kebutuhan Kanza di apartemen ini dan berjanji akan mengajaknya keluar saat dia tidak terlalu sibuk. Tapi-entah kapan saat itu tiba. Dan Kanza mulai khawatir hubungannya dengan Fachmi tidak akan berhasil mengingat dirinya sama sekali tidak bisa menyentuh kehidupan Fachmi meski lelaki itu mengajaknya tinggal di bawah atap yang sama dan meminta Kanza belajar mengurusnya.

Sungguh, rasanya Kanza lebih mirip pembantu daripada calon istri.

Dan sekarang, Kanza harus menghadapi sikap Fachmi yang mendadak berubah aneh sekaligus menyebalkan. Dia jadi berpikir, berapa lama dirinya sanggup bertahan menghadapi semua ini. Tapi demi keluarganya, Kanza rela bertahan. Tidak peduli seberapa mengenaskan hidupnya. Setidaknya Fachmi bukan lelaki yang suka menyiksa.

Hufftt.

Lagi-lagi Kanza mendesah. Tanpa bisa dicegah, matanya melirik ke arah pintu kamar Fachmi. Biasanya-sebelum sikapnya berubah aneh-Fachmi selalu menemani Kanza saat mereka sedang berduaan di apartemen. Menemani ­yang Kanza maksud adalah Kanza duduk menonton TV atau membaca buku sementara Fachmi juga duduk dengan laptop terbuka di hadapannya.

Atau saat pekerjaannya sudah benar-benar selesai, Fachmi suka mengajak Kanza duduk di sofa yang menghadap balkon, memancing Kanza untuk bercerita banyak hal dan lelaki itu juga terkadang bercerita tentang hari yang telah dilewatinya di kantor. Hanya perbincangan sederhana dengan camilan dan minuman segar di hadapan mereka. Tapi itu lebih baik daripada diabaikan seperti sekarang.

Rasa penasaran mulai meliputi hati Kanza. Sama sekali tidak ada suara yang terdengar dari kamar itu. Seolah tidak ada orang di dalamnya. Jangan bilang Fachmi bunuh di-

Oh, tidak!

Buru-buru Kanza menuju kamar Fachmi lalu berdiri diam di depan pintu. Perlahan ia menempelkan telinga ke daun pintu, mencoba mendengar suara dari dalam. Tapi tidak ada suara apapun.

Ragu, Kanza memutar handle pintu yang ternyata terbuka dengan mudah. Padahal Kanza berharap pintu itu terkunci hingga dirinya memiliki alasan untuk tidak masuk. Dia sedang malas berurusan dengan Fachmi yang masih menyebalkan seperti tadi pagi.

"Fachmi," panggil Kanza pelan seraya membuka pintu lebih lebar lalu masuk.

Begitu Kanza sudah sepenuhnya berada dalam kamar, seketika dia mematung dengan mulut menganga melihat betapa kacaunya ruangan itu. Beberapa lembar kertas penuh coretan tergeletak di ranjang yang biasanya selalu rapi. Dinding yang terdapat jendela tinggi kini tidak lagi putih. Warnanya berubah jadi biru langit dan dipenuhi gambar awan putih. Sementara itu, si pelaku kekacauan tampak duduk santai di puncak tangga dua sisi dengan kuas di tangannya.

"Fachmi, sedang apa kau?" tanya Kanza bingung sambil mendekati tangga di mana Fachmi masih asyik menyapukan kuas.

Farrel hanya melirik Kanza sekilas lalu kembali memusatkan perhatian pada pekerjaannya. "Sudah lama aku ingin mengubah warna ruangan ini. Kebetulan sekarang memiliki kesempatan."

Is This Love? (TAMAT)Where stories live. Discover now