.

.

.

Sudah seminggu Seokjin dan Jimin kembali tinggal di apartement mereka. Setelah meninggalkannya selama tiga tahun, akhirnya Seokjin dan Jimin kembali menempati apartement mereka. Tak banyak yang berubah. Meski barang-barang mereka semula dipindahkan dari sana.

Kini Seokjin tengah duduk di ruang tamu. Ditemani dengan koran paginya dan secangkir kopi. Pagi ini Seokjin tak pergi kemana-mana. Ia hanya ingin menikmati weekend-nya di apartementnya. Tapi belum selesai membaca koran paginya, Seokjin mengalihkan pandangannya kearah sebuah pigora. Dimana disana ada potret tiga orang namja bersaudara. Dua yang ada di tepi tengah sibuk menikmati mimpinya, sedangkan namja yang berada di tengah, sibuk mengulas senyum kelincinya meski ia duduk di kursi roda. Ya, itu potret terakhir dari Jungkook bersama dengan dirinya dan Jimin ketika koma. Seokjin mengambil pigora itu dan mengusap pelan foto terakhir Jungkook sebelum namja kelinci itu meninggalkan dunia ini. Seokjin membalik pigora itu. Dan seketika air mukanya berubah menjadi sendu. Tak ingin terlalu berlarut-larut,  Seokjin mengembalikan pigora itu di tempatnya dan kembali membaca koran paginya.

Cklek!

"Aish, hujan sialan! Basah semua kan bajuku!"

Jimin masuk ke dalam apartement dengan mengumpat kesal. Ia sibuk menepuk-nepuk bajunya yang basah karena hujan tiba-tiba di luar. Seokjin menggelengkan kepalanya melihat Jimin yang sedang kesal karena hujan.

"Ya, kau ini. Salahkan dirimu yang tak membawa payung. Sudah jelas diluar mendung dan di televisi juga sudah diberitau jika akan hujan. Kenapa kau masih menyalahkan hujan?" cebik Seokjin sambil meletakkan korannya. Ia mengambil kopinya dan menyesapnya. Menikmati jalaran hangat dengan rasa manis dan pahit secara bersamaan itu di tenggorokannya.

"Kenapa hyung tak memberitauku?"

"Ya, kau bahkan melihat siaran cuaca itu tadi. Kau pasti sudah tau."

"Aku tak tau, hyung. Aku buru-buru karena ada kelas,  jadi tak mendengarkan tadi."

"Salahmu sendiri, kan? Jadi jangan salahkan hyung atau hujan."

Jimin mencebikkan bibirnya mendengar perkataan Seokjin. Ia berjalan dengan kesal menuju ke kamarnya. Berniat untuk mengganti pakaiannya yang basah kuyup karena nekat menerobos hujan ketika pulang dari kampus. Tak lama, Jimin keluar dari kamarnya dan duduk di sofa. Wajahnya masih terlihat kesal. Seokjin hanya terkekeh melihat tingkah Jimin yang childish.

"Ya, jangan bertingkah seperti anak kecil. Kau masih punya seorang adik, neo arra?"

Perkataan Seokjin membuat Jimin termenung. Bahkan Seokjin juga ikut termenung setelah mengatakan perihal adik. Sorot mata Jimin berubah menjadi sedih seketika.

"Ne, aku masih punya seorang adik." ucap Jimin dengan nada sedihnya. Seokjin merasa bersalah ketika melihat sorot sendu Jimin.

"Sudahlah. Mian, hyung membuat kita ingat dengan Jungkook. Jja! Kita minum saja bagaimana? Aku tak pernah merasakan minum bersama adikku." ajak Seokjin dengan merangkul Jimin. Menampilkan senyumannya mencoba menghibur adiknya itu.

"Call! Aku sangat ingin minum sekarang. Hyung yang teraktir."

"Call! Kajja!"

Seokjin dan Jimin beranjak dari tempat duduknya. Seokjin merangkul Jimin dan berjalan menuju pintu apartement mereka. Dua namja itu keluar dari apartement mereka dan hendak berjalan menuju lift. Bersamaan dengan kedua mata mereka menangkap beberapa orang sibuk mengangkat barang-barang masuk ke apartement sebelah apartement Seokjin dan Jimin.

"Apa apartement Jungkook sudah ada yang menyewa, hyung?" tanya Jimin sambil melihat orang-orang yang sibuk mengangkat kursi dan beberapa perabotan yang lainnya.

"Kurasa begitu, Jimin-ah. Keundae, kenapa appa tak memberitau kita sama sekali?" tanya Seokjin dengan pandangan bingungnya. Ia masih asik menatap kegiatan pekerja itu memindahkan barang.

Dua namja itu asik melihat kegiatan memindahkan barang. Bahkan karena asiknya, mereka tak menyadari jika ada seorang yang berjalan mendekat kearah mereka. Seorang namja dengan coat coklat panjangnya berjalan mendekati Seokjin dan Jimin. Berniat untuk memberikan salam pada dua namja yang akan menjadi tetangganya itu. Merasa ada yang mendekat, Seokjin dan Jimin menolehkan kepala mereka. Dan seketika, tubuh mereka membeku. Kedua netra itu sama sekali tak berkedip bahkan bergerak sedikit pun dari sosok yang berdiri di dekat mereka dengan mengulas senyum ramah yang terkesan begitu manis.

"Annyeonghaseo, Jeon Jeongguk imnida. Saya yang akan menghuni apartement disamping apartement kalian. Saya berharap, kita dapat menjadi tetangga." ucap namja itu dengan mengulas senyum manis yang menampilkan gigi kelincinya itu.

Kookie..




Aku berharap kalian bisa bahagia tanpa kehadiranku. Aku menyayangi kalian, hyungdeul. - Park Jungkook, tulisan terakhir di balik foto bersama dengan Seokjin dan Jimin.


Poem for Bunny

Kelinci kecil dalam sebuah lubang yang kecil. Tak bisa keluar dan tak bisa bergerak. Hanya bisa bernafas...

Kelinci kecil yang malang. Menutup mata dalam diamnya. Meresapi rasa tanah yang menempel di tubuhnya.

Kelinci kecil yang malang. Bulu putih dan lembutnya, menyembunyikan sebuah luka yang baru terlihat. Sebuah luka yang tak akan bisa di sembuhkan jika tidak ada yang merawatnya.

Kelinci kecil yang malang. Luka yang perlahan mengering kembali terkoyak karena seorang perusuh kecil. Luka itu bertambah parah. Bertahan? Atau menyerah?

Kelinci kecil yang malang. Pembuat lukanya, kini sedang lemah. Tak akan ada yang membuat luka padanya lagi. Tapi, rasa sedih menyelimuti kelinci kecil, karena pembuat luka tengah lemah. Kelinci kecil yang baik. Tapi, apa ia akan terus memikirkan yang lain tanpa memikirkan luka yang dimilikinya?

You have to do everything you want. Before I pick you up sometimes.

Do everything you want, little rabbit. Make yourself can remember by everyone.

Perjuangan dan pengorbanan kelinci kecil cukup sampai disini. Dia  harus kembali.








.

.

.

END.

Huwaaa.. Kkeut!! Selesai sdah crita rei yg stu ini. Pdhal ini ff prtama yg rei up, bru bsa di end in skarang. Sudahlah.

Oke, rei mau ngomong. Mian buat yg udah nunggu ff ini. Kok nggak di up" pdhl tnggal stu part doang. Ya bgtulah rei. Ska ngaret. Mian readernim yang terhormat.

Dan juga.. Gomawo! Gomawo udh mau bca cerita rei ini. Udh mau ngikutin dri awal smpe akhir. Gomawo readernim yang terhormat. Hamba selalu mengabdi kepada yang mulia sekalian.

Oke! Pnjang sdh. Rei akhiri saja. Skali lagi mian dan gomawo yang mulia readernimdeul.

See you next story and bye bye.

Salam Reika Ryu.

Last Letter From God [END]Where stories live. Discover now