BAB 58

264K 15.1K 590
                                    

"Jangan-jangan lo tau sesuatu?"

Milla duduk di salah satu bangku kantin dengan tangan kiri meyangga dagu sedangkan mata dan tangan kanan sibuk melihat layar ponsel. Ia sedang membaca pesan dari Emi jika Athur akan datang ke rumah sakit siang dengan info itu mau tidak mau Milla harus urung mengunjungi Hani.

"Makan yang banyak Mil. Lihat tuh badan lo makin kurus," celetuk Febby meletakkan dua mangkuk bakso dan dua minuman dingin.

Milla mendongak dengan senyuman tipis.

"Thanks Feb."

Melihat senyum Milla setelah sekian lama membuat Febby merasa sahabatnya sudah kembali.

"Iya Milla sahabat terlope-lope gue."

Seperti biasa lebih dari sepuluh sendok cabai ia tuang di semangkuk bakso. Rasanya bukan sepuluh sendok tapi semangkuk sambal. Lihat saja kini warna kuah bakso berubah menjadi warna oranye kemerahan. Febby menyesap salivanya sendiri melihat sahabatnya gila pedas. Saat sibuk menyantap bakso seraya memperhatikan getir Milla tanpa sadar mata Febby mendongak dan melihat mata Athur sedang menatap tajam dari pojok kantin. Terlihat Athur tidak mempedulikan teman-temannya yang sibuk bercanda. Febby mengikuti arah tatapan mata Athur.

"Kak Athur ngelihatin lo mulu ini perasaan gue apa emang iya?" bisik Febby menyenggol lengan Milla. Mendengar hal itu reflek mata Milla menatap ke arah gerombolan itu. Milla melirik Febby lantas menggeleng pelan.

"Minta dicongkel mata lo terus ganti sama mata kucing? Biar lebih jernih?"

Febby berdecak sebal. Ia kembali menatap gerombolan Athur dan kini Athur malah sibuk dengan teman-temannya.

"Dih dasar pedes. Gak sana gak sini mulutnya over dosis cabe semua!"

"Udah deh mending gue makan," terus Febby kesal dan buru-buru menyantap makanannya.

Di sisi lain sedang terjadi perdebatan dan aksi saling menonyor di pojok kantin. Spot teramai dan terusuh di kantin SMA Tunas Bangsa. Empat cowok berheadband bermotif tengkorak itu terlihat begitu hangat.

"Monyong bibir seksi nan menawan bak Manu Rios gue lo kasih sambel!" sunggut Daniel menonyor kepala Dimas. Wajar saja cowok berjambul itu sebal pasalnya saat ia membeli minum semangkuk bakso milik Daniel ditambahi dua puluh sendok sambal dan merica.

"Cowok itu mesti suka pedes. Ya gak Thur?"

Mendengar celetukan Dimas Athur hanya melirik tanpa berkomentar.

"Kalo itu mah kekeyangan cabe," sanggah Daniel masih kesal.

"Heh curut mana keripik mpok Yuyum gue," Reza menyahut keripik rasa caramel dari tangan Daniel.

"Gue masih pedesen monyet."

"Gue yang beli ngapa lu yang makan curut empang," tonyor Reza geram.

Daniel mengambil secaruk keripik lantas memasukkan ke mulut dengan serakah.

"Nih gue kunyah. Mau lo?"

Skak mat.

"Bengek!"

Pyar!

Suara pecahan mangkuk memecah keramaian. Semangkuk bakso berceceran di lantai. Ketika Reza akan menjitak kepala Daniel tanpa sadar gerakan tangannya menyampar nampan bakso yang tengah Fajar bawa.

"Eh sori-sori Jar," kata Reza.

Fajar mengangguk.

"Iya."

PERFECT BAD COUPLE (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang