17. Bertemu Masa Lalu

64 8 10
                                    

Freeya pulang ke apartemen dalam keadaan apartemen masih gelap, tanda Alfa belum pulang dari rumah sakit.

Seusai Freeya mandi, tanpa sadar ia memegang perutnya yang rata. Lalu ia mulai berbicara sendiri, mengenai calon anaknya yang telah tiada.

" Andai kamu masih ada disini Nak, Ibu pasti akan sangat bahagia. Karena kehadiranmu adalah obat, obat untuk Ibu dan Ayah dari luka yang selama ini mereka sematkan pada Ibu dan Ayah " ucap Freeya sebagai awalan, ia terus berbicara sampai tak sadar jika Alfa telah pulang dari rumah sakit.

Ia mendengarkan Freeya berbicara pada dirinya sendiri, menumpahkan kesedihan yang masih tergambar jelas disana seakan tak mau pergi.

Alfa mendekat, memeluk Freeya dari belakang dan mengecup pipinya lembut. Freeya yang baru menyadari Alfa telah pulang dengan memeluknya dari belakang dan mengecup pipinya sedikit berjengit kaget.

" Kapan Abang pulang? " Ucap Freeya kaget.

" Baru aja kok, kamu udah pulang dari tadi ya? " Tanya Alfa.

Freeya mengangguk, kemudian ia berteriak saat Alfa menggendongnya dari sofa.

" Abangg turunin!! " Teriak Freeya.

" Engga bisa, kamu harus temenin aku mandi " ucap Alfa santai.

" Aku udah mandi Abang!! " Jawab Freeya.

" Nanti juga kotor lagi " jawab Alfa dengan kekehannya.

Hingga Freeya tertawa menghadapi ucapan suaminya, begitulah Alfa saat Freeya mulai merasa sedih kehilangan calon anak mereka. Alfa selalu bisa mengembalikan tawa Freeya lagi.

Bagi Freeya, Alfa adalah ibarat hidupnya. Segala energi kesedihannya lenyap berkat lelaki itu, lelaki yang tak pernah berhenti membuatnya tersenyum. Semenjak kehilangan calon anak mereka, Alfa selalu punya cara untuk menghiburnya.

Hingga malam ini tanpa Freeya mau, Freeya terbangun dari tidur malamnya. Ia melirik jam dinding, yang menunjukkan pukul dua belas malam. Namun ia kaget saat menyadari suaminya tidak berada di sisinya, saat kemudian ia melihat pintu balkon kamar mereka terbuka.

Freeya mendekat dengan selimut tebal membungkus tubuhnya, karena saat ini ia benar-benar tidak mengenakan pakaian apapun. Ia mendekat kearah balkon, samar-samar terdengar isakkan. Freeya meyakini itu adalah isakkkan suaminya.

Seperti berbicara pada Tuhannya, Alfa memandang kearah bulan. Sedangkan air matanya terus mengalirkan kerapuhan dan Freeya belum pernah melihat Alfa dalam keadaan tidak berdaya seperti ini.

" Tuhan, terima kasih karena Engkau telah mengirimkan bidadari surga untukku. Tapi mengapa? Mengapa Engkau kirimkan bidadari surga secantik dia, sebaik dia untukku? Aku ini pendosa Tuhan. Tangan yang Engkau ciptakan, pernah aku gunakan untuk membunuh seseorang Tuhan. Otak yang Engkau ciptakan, pernah aku gunakan untuk membunuh seseorang.

Namun kenapa? Kenapa Engkau balas semua perlakuanku kepada calon anakku? Calon anakku yang tidak tahu apapun. Dan itu membuat bidadariku terluka, aku tak sanggup melihatnya menangis Tuhan. Aku tidak bisa, semakin dia menangisi kepergian calon anak kami maka aku semakin membenci diriku sendiri. Karena kepergian anak kami berakar dari perbuatanku, karmaku yang harusnya aku tanggung sendiri " ucap Alfa dengan parau.

Freeya ikut menangis, karena selama ini ia hanya memikirkan perasaannya sendiri. Ia lupa jika Alfa lebih terpukul terhadap kepergian anak mereka, Alfa memang selalu hadir dalam setiap kesedihannya, namun Alfa tidak pernah sama sekali menunjukkan kerapuhan dirinya dihadapan Freeya.

Isaknya terdengar, hingga Alfa menghentikan tangisnya. Lalu mendekat kearah pintu balkon, menyadari jika Freeya telah menangis sambil terduduk dalam gelungan selimut.

Sa Blessure Est Aussi Moi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang