11. Pembalasan Dendam

72 6 5
                                    

Berminggu-minggu telah berlalu, keadaan telah membaik. Freeya kembali melakukan aktivitasnya di butik dan Alfa kembali bekerja di rumah sakit setelah pulih dari tabrakan kala itu.

Kebahagiaan dan kehangatan pernikahan mereka mulai terasa sama seperti saat mereka menjalin kasih, bahkan kini malam-malam mereka mulai diisi dengan gairah cinta yang seakan minta dikeluarkan dari persembunyiannya.

Freeya sekarang ini juga mulai mempersiapkan kepulangannya ke Desa Karang Dadapan tempat tinggalnya bersama Athena dan Lucas untuk persiapan pernikahan Galane yang sudah mulai dekat waktunya.

" Yah, berarti beberapa minggu ini aku akan puasa dong ya... Kamu akan pulang ke Indonesia. Sedangkan kerjaan aku numpuk di sini, engga bisa ditinggal " ucap Alfa seusai ia pulang dari rumah sakit, sambil memeluk Freeya dari belakang yang sedang mengepak barang.

Freeya terhenti, tubuhnya membeku. Alfa bilang beberapa hari yang lalu, ia ikut pulang ke Padang. Kenapa sekarang berubah? Tiba-tiba lagi.

" Kamu engga ikut ke Indonesia? Kenapa engga bilang? Kalau kamu engga ikut, aku juga engga akan mau pulang! " Ucap Freeya.

" Ya jangan gitulah, tiket udah dipesen. Kamu tinggal berangkat aja, lagian pernikahan Galane itu penting_" ucapan Alfa terpotong.

" Galane juga engga dateng kepernikahan kita, Bang. Jadi aku juga_ " giliran Freeya yang ucapannya dipotong.

" RERE... Plis jangan potong ucapanku. Kamu mau pergi, jangan bikin perdebatan apapun yang buat kita kedepannya menyesal. Galane emang engga dateng ke pernikahan kita, tapi cukup dengan dia support rumah tangga kita aku cukup bersyukur Re. Dia belahan jiwa kamu selain aku, jadi wakilkan rasa trimakasihku dengan hadir dan ada di pernikahannya... Tolong Sayang. Kamu ngerti? " Tanya Alfa.

Freeya mulai terisak, ia takut. Takut jika waktu mereka bersama akan semakin sempit. Takut jika sewaktu-waktu ada yang merenggut Alfa dari sisinya. Ia takut, setakut itu hingga membuat Alfa harus memeluk untuk menenangkannya.

" Aku akan selalu nunggu kamu disini sayang... Jangan takut. Kita hadapi bersama " jawab Alfa.

Kemudian lelaki itu merengkuh Freeya, memeluk dan mencium bibir Freeya dalam.

" Kenapa kamu engga jadi ke Padang? " Tanya Freeya ditengah isaknya.

" Aku ada 2 operasi besar yang tidak bisa aku tinggalkan Re, aku janji setelah semuanya selesai dan jika itu lebih cepat dari apa yang aku perkirakan, aku akan menyusulmu... Menunjukkan pada mereka tentang cinta kita yang tidak bisa terpisahkan. Aku janji Freeya Tantradinata, Nyonya Alfa " untuk pertama kalinya Alfa menyebut nama Freeya dengan nama marga Alfa.

Jika dibilang sibuk, Alfa memang sibuk. Ia tidak membohongi Freeya dengan mengatakan ada dua operasi besar yang tidak bisa ia tinggalkan di rumah sakit, Alfa tetaplah Alfa lelaki baik yang bahkan rela menjadi dokter relawan UGD bahkan bukan jadwalnya bertugas. Lelaki itu tetap sama dengan lelaki yang dulu sempat Eirene kagumi tapi karena ambisi dan pencarian keadilan saja yang membuatnya berubah menjadi jahat.

Namun alasan lainnya, ia juga takut, bahkan lebih takut dibanding apa yang Freeya rasakan sekarang. Ia takut akan penolakkan mereka, ia takut jika pelukkan ini menjadi pelukkan terakhir yang bisa ia persembahkan untuk Freeya.

Bahkan saat Freeya mulai tertidur disisinya tanpa mengenakan sehelai benangpun seusai percintaan mereka, diam-diam Alfa hanya memandangi Freeya. Menikmati kecantikan alami istrinya, menikmati bagaimana istrinya itu bernafas dalam tidurnya yang tampak sendu, menikmati getar halus bibir istrinya yang begerak seolah ingin berucap sesuatu dalam bentuk igauan. Air mata Alfa mengalir pelan, ia mulai mencoba meraba wajah istrinya. Hanya satu inci saja, ia tak mau mengganggu tidur perempuan cantik disebelahnya.

Sa Blessure Est Aussi Moi Where stories live. Discover now