Chapter 15 - Seperate Room

8.7K 1K 60
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Stanley menaiki tangga dengan cepat dan menguap lebar beberapa kali.  Pria itu masuk ke kamar tidur miliknya, lalu menutup pintu dan menguncinya. Dia telah mengerahkan seluruh energi negatif untuk menahan diri sehingga tidak menghentikan kendaraan di tempat sepi hanya demi melecehkan istrinya. Sedangkan tubuhnya terasa sangat ngilu setelah terpaksa tidur dengan posisi duduk di sofa ruang serba guna hotel.

Kamarnya yang luas terlihat lapang karena hanya diisi oleh ranjang, lemari pakaian tiga pintu, dan meja rias. Sebuah pintu menuju kamar mandi dalam terletak di antaranya.

Stanley melepaskan sepatu dan pakaian yang dia pakai, lalu menuju kamar mandi. Dinding granit cokelat muda dan putih juga lantai motif kayu menyambut dirinya. Dia dengan hati-hati memasukkan pakaian kotor ke dalam keranjang anyaman dan menutup benda itu sebelum melangkah menuju ruang kaca untuk menyalakan shower.

Kepala pria itu terasa pening. Dia bisa saja mengabaikan sifat kesatrianya dan menarik wanita yang saat ini memakai cincin dengan ukiran namanya ke atas ranjang saat ini juga. Namun, harga dirinua lagi-lagi menolak melakukan tindakan gegabah seperti itu.

Jessica Stuart telah menipunya dan tidak ada yang boleh mempermaikan kehidupan Stanley Stoner. Dia harus berhasil membuat keadaan berbalik tanpa merusak kesucian seorang gadis.

Pria itu melangkah keluar menuju wastafel untuk menyikat gigi kuat-kuat sebelum berkata di depan bayangannya sendiri. "Satu bulan. Dia akan pergi dari rumah ini paling lambat satu bulan lagi."

Tidak lagi memikirkan pengantinnya yang dia tinggalkan begitu saja di luar, pria itu mengeringkan dirinya, lalu berpakaoan sebelum berjalan menuju ranjangnya yang berukuran luar biasa besar untuk menjatuhkan diri dan terlelap hingga esok hari.

*****

Napas Jessica tertahan ketika melihat interior modern bernuansa putih yang menyambut kedatangannya. Gadis itu bahkan menunduk sejenak untuk mengamati granit cokelat muda yang sebagian besarnya dilapisi karpet abu-abu berbulu pendek. Sofa putih empuk berbentuk L dengan meja kayu pendek berada tepat di sebelah kanan tangga hitam menuju ke atas. Pada sisi dinding sebelah kanan terlihat akuarium raksasa yang berisi banyak ikan hias warna warni."

"Tuan Stanley sangat menggemari ikan laut," ucap pelayan wanita yang berdiri di sisinya. Jessica mengangguk, lalu berjalan mendekati tempat binatang peliharaan suaminya yang sibuk berenang dan kemungkinan besar sedang memakan kotorannya sendiri.

Jessica mengerutkan kening ketika sebuah binatang mirip dengan bola tenis, tetapi penuh duri sedang mengapung di antara karang. "Benda apa itu?"

"Oh, itu bulu babi," jelas Mrs. Maple tersenyum kecil. Pelayan itu menunjuk ikan yang menempel pada dinding kaca, lalu kembali menerangkan. "Ini ikan pembersih. Dia menyukai lumut dan kotoran."

Tanpa sadar Jessica mendengkus. Dia tidak menyukai binatang berbau amis. Anjing, kucing, bahkan kelinci jauh lebih menyenangkan untuk diajak bermain dibandingkan seekor ikan.

Suara langkah Clement yang berjalan menaiki tangga membuat wanita itu menoleh, lalu bertanya, "Apakah kamarku di atas?"

"Iya, Nyonya. Di bawah hanya ada ruang makan, dapur, kamar mandi tamu, dan kamar pelayan. Sedangkan seluruh kamar tidur berada di atas. 

Jessica mengangguk kecil. Mereka kembali berjalan untuk melihat-lihat. Beberapa kali perempuan itu terpesona dengan penataan yang luar biasa rapi dari tiap ruangan yang mereka datangi. Suaminya telah merancang tempat cuci, pengering pakaian, dan gosok dekat dengan kamar tidur pelayan. Sedangkan dapur mereka luar biasa bersih. Setiap bumbu dan piring tersusun rapi. Bahkan motif peralatan dapur terlihat seragam. Namun, tempat yang menurutnya paling indah adalah ruang makan, di mana meja kayu dengan enam kursi terletak dekat dengan jendela raksasa yang menunjukkan halaman mungil yang memiliki air mancur dan kolam ikan air tawar. Stanley memang sangat menyukai ikan.

Rasa letih mulai menguasai Jessica saat mereka mulai membicarakan menu makan malam, . Dia menutup mulut untuk menguap, lalu berkata, "Apa aku bisa beristirahat sekarang? Aku merasa lelah."

"Saya antar sekarang," jawab Mrs. Maple berjalan di depan. "Saya kira Nyonya akan lebih nyenyak apabila berendam sejenak di dalam bath tub dan meminum segelas susu hangat."

Ekspresi Jessica berubah menjadi cerita seketika. Dia memang sangat menyukai minuman yang ditawarkan oleh pelayannya. "Jadi saya bisa berendam air panas?"

"Tentu saja, Nyonya. Di lantai dua ada kamar mandi tamu yang memiliki bath tub. Saya membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk mempersiapkan semuanya."

Mereka menaiki tangga beriringan. Napas Jessica tertahan seketika saat kakinya menapak lantai granit yang berada di ujung tangga. Sebuah ruang keluarga yang hampir sebesar setengah lapangan bola dengan hamparan karpet yang sama menutupi tempat itu. Sebuah tv raksasa yang entah berukuran berapa inci berada tepat di tengah dinding dengan dua buah sofa putih panjang berada di sisi kanan dan kiri.

"Besar sekali televisinya," ucap perempuan itu terpesona sebelum dia menoleh ke arah mini bar yang berada di sisi kiri. Mata Jessica meneliti deretan botol yang tidak pernah dia cicipi isinya dan sebuah kulkas dua pintu.

"Tuan Stoner sering mengajak sahabat karibnya untuk menonton piala dunia di sini," jelas pelayan perempuan itu dengan ramah.

Ingatan Jessica segera beralih kepada sosok pria kurus yang menjadi pemegang cincin saat acara pernikahan mereka. Pembicaraan terhenti ketika Clement keluar dari ruangan yang paling dekat dengan tangan dan berkata kepada mereka. "Nyonya, semua koper sudah berada di dalam. Mrs. Maple yang akan menatanya nanti."

"Itu benar, Nyonya. Anda silakan berbaring sejenak di ranjang, saya akan mengisi air mandi, lalu merapikan sisanya."

"Terima kasih." Jessica tersenyum dengan tulus. Gadis itu melangkah menuju pintu kamarnya sebelum dia tiba-tiba berbalik dan memanggil pelayannya yang sudah membuka pintu kamar mandi yang berada tepat di ruang sebelah.

"Mrs. Maple," ucap Jessica setengah berbisik. Mata gadis itu mengawasi tiga pintu lain dengan ekspresi gelisah.

"Ya, Nyonya?"

"Di-di mana kamar Tuan Stanley?"

Manik Mrs. Maple berkilat sesaat menunjukkan rasa iba. Perempuan tua itu menunjuk ke arah pintu yang paling dekat dengan meja bar, lalu berkata, "Di situ."

Jessica menoleh ke arah pintu yang telah tertutup rapat dan terdiam sejenak. Seharusnya dia tidur di sana. Ibunya yang berpengalaman bahkan telah membekali dirinya beberapa buah lilin aroma terapi yang dikabarkan dapat membangkitkan gairah cinta seseorang.

"Nyonya? Apa ada pertanyaan lagi?"

Ucapan wanita tua itu mengembalikan kesadaran Jessica. "Oh, tidak. Terima kasih. Saya akan menunggu di kamar."

Mrs. Maple tersenyum sopan sebelum menyalakan lampu kamar mandi dan masuk ke dalam untuk mengisi air. Sedangkan sang nyonya rumah menatap  kembali kamar terlarang yang tidak boleh dia dekati sebelum menutup pintu kamar tidur miliknya dengan enggan.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

5 Juli 2018

Benitobonita

How to Melt a Stoner - Humor Romansa Pernikahan PaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang