Chapter 2 - Warm Pillow

19.8K 1.1K 40
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Suasana lorong yang diselimuti dengan karpet tebal berwarna cokelat tua dengan motif kotak-kotak putih sangat sepi. Jessica berhenti tepat di depan kamar bernomor 369 lalu merogoh kunci dari kantong dan membuka pintu. Cahaya remang dari satu-satunya penerangan yang menyala di dalam ruangan itu menyambutnya. Harley tentu sudah tidur.

Gadis itu masuk sesunyi mungkin dan menutup pintu. Jessica mengerjapkan mata untuk beradaptasi dengan kegelapan lalu melihat sekeliling.  Ruangan berbentuk segi empat itu cukup luas. Tepat berseberangan dengan pintu masuk dan di sebelah ranjang double bed queen size tempat kakaknya terlelap ada sebuah tirai cokelat dengan motif seperti bambu yang telah tertutup rapat.

Jessica menguap lebar. Mata cokelatnya kembali berair karena mengantuk. Gadis itu menoleh ke arah pintu kamar mandi yang berada di sisi kanan ranjang lalu berjalan sambil menyeret koper.

Harley yang menempati sisi kiri ranjang bergumam dan membalikkan badan. Seluruh tubuh bahkan kepala laki-laki itu tertutup selimut tebal yang nyaman.

Jessica meletakkan koper secara perlahan di dekat nakas cokelat sebelah ranjang lalu berjongkok untuk membukanya. Dia merogoh isi tas selempang untuk mencari kunci gembok. Gadis itu berdecak kesal. Beberapa barang miliknya termasuk kunci koper sepertinya tertinggal di dalam mobil.

Gadis itu bangkit berdiri dan membuka lemari pakaian yang berada di sisi kiri pintu masuk. Beberapa potong pakaian laki-laki terlihat tergantung rapi. Alis Jessica bertaut. Kakaknya bukan termasuk pria yang senang menata pakaian. Namun, rasa kantuk membuat dirinya mengabaikan keanehan yang dia lihat dan segera meraih sebuah kemeja hijau lengan panjang.

Pandangan Jessica berhenti sebentar ke arah dua buah koper yang tersusun di bawah lemari sebelum gadis itu mengedikkan bahu dan menutup pintunya sebelum pergi menuju kamar mandi.

*****

Uap hangat memenuhi ruangan yang didominasi keramik cokelat muda itu. Jessica berdiri di atas bathtub putih yang terletak di sebelah kanan kloset dan membiarkan air panas dari pancuran mengguyur kepalanya.  Dia meraih sampo hotel dan mulai mencuci rambut sebelum mengambil sabun dan menggosok kulitnya.

Jessica menghela napas lega tubuhnya terasa rileks. Gadis itu membuka tirai plastik yang juga berwarna  cokelat dan melangkah ke wastafel yang berada di dalam meja keramik hitam yang menempel pada dinding di sisi kanan dari pintu masuk.

Putri bungsu Justin Stuart mengelap cermin yang tertutup kabut. Pantulan wajahnya yang letih memandang balik gadis itu. Jessica meraih sikat yang belum terpakai lalu menggosok gigi. Dia menghabiskan waktu 15 menit lamanya untuk mengeringkan rambut dengan handuk putih sebelum memakai kemeja.

Pakaian Harley hanya dapat menutupi setengah paha putih gadis itu. Namun, Jessica tidak mempermasalahkannya. Dia akan tidur memakai selimut dan pada pagi hari, dirinya dapat meminta tolong kakaknya untuk mengambil kunci koper.

Jessica kembali menguap. Gadis itu menyisir rambutnya yang masih lembab lalu melangkah keluar. Mata cokelatnya melirik sekilas ke arah pintu penghubung dengan kamar sebelah. Mungkin dia bisa meminjam pakaian ibunya apabila Harley tidak bersedia membantu. Kakaknya terkadang bersikap sinis terhadap dirinya.

*****

Udara sejuk yang berembus dari pendingin ruangan membuat Jessica sedikit menggigil. Gadis yang meninggalkan pakaian kotornya secara sembarangan di depan pintu kamar mandi itu segera naik ke sisi ranjang yang kosong dan menelusup masuk ke dalam selimut.

Rasa hangat yang nyaman mengajak Jessica untuk menutup mata dan masuk ke alam mimpi yang gelap. Dia sama sekali tidak sadar bahwa pria asing yang berada di sebelahnya berguling mendekat dalam tidur dan memeluk dirinya bagai sebuah guling. Kedua orang asing yang sama sekali tidak saling mengenal itu saling merapatkan diri untuk mencari kehangatan dan terlelap hingga pagi tiba.

****

Stanley Stoner menggesekkan janggut halusnya ke sumber kehangatan yang membuat dia terlena semakin dalam hingga terdengar suara seseorang membangunkan dia.

"Dammit! Stanley! Bangun!" umpatan Ricky, teman seranjangnya yang akan menjadi pendamping pengantin pria menyeruak ke dalam pendengaran laki-laki yang memiliki tinggi 180 cm itu.

Namun, Stanley tidak berminat menuruti keinginan rekannya. Kakak tertuanya, Paul akan menikah hari ini dan artinya dia berhak memperoleh waktu tidur yang lebih lama bersama guling hangatnya.

"Stanley! Bangun sekarang! Kamar ini akan digunakan untuk acara foto!" Kembali terdengar Ricky berusaha membangunkan sahabat karibnya sejak semasa kuliah.

Ricky luar biasa terkejut saat karyawan hotel mengatakan bahwa kunci yang dia titipkan sebelum mengikuti pesta bujang telah diambil oleh adik perempuannya. Sekarang saudari palsu laki-laki itu sedang tidur berpelukan dengan adik bungsu dari pengantin pria.

Samar-samar terdengar suara tawa dari kamar sebelah. Keluarga inti pihak pengantin telah berkumpul menggunakan ruang sebelah sebagai tempat untuk merias diri sebelum melakukan sesi foto di kamar 369.

Pria berambut cokelat itu menatap cemas ke arah pintu penghubung. Seharusnya Stanley telah bersiap-siap sejak tadi. Namun, sahabatnya malah masih sibuk bergelung di dalam selimut dengan seorang wanita asing.

"Dammit! Stanley! Bangun sekarang!" teriak Ricky lebih keras sehingga membuat Jessica terkesiap lalu terduduk.

Pintu penghubung terbuka lebar. Seorang wanita berambut cokelat yang mengenakan gaun pengantin putih berjalan masuk dengan seorang pria berwajah mirip Stanley dan berpakaian tuxedo.

Tiga orang juru foto yang telah siap membawa kamera, lampu penerangan, peralatan juga perlengkapan sesi pemotretan, dan gulungan kabel hitam, masuk beriringan dengan  orang tua masing-masing pengantin.

Langkah mereka terhenti seketika. Mata Caroline melebar melihat adik sepupunya yang kurang pergaulan dan hanya memakai kemeja laki-laki yang kebesaran sedang berada di dalam selimut dan duduk berdempetan dengan calon adik iparnya.

Paul menahan napas. Pengantin pria itu melotot terkejut melihat adiknya yang workaholic memilih waktu yang sangat tidak tepat untuk berbuat ulah.

"Jessica?" tanya Ibu Caroline dengan ekspresi tidak percaya. Wanita paruh baya bergaun krem itu selalu menyangka keponakannya adalah gadis baik-baik yang tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Jessica mengerjapkan mata. Gadis berambut kusut itu melihat banyak orang yang berdiri memperhatikan dirinya. "Aunty?"

Stanley menggeliat dan menguap lebar. Dia menggaruk kepalanya yang tertutup rambut cokelat yang terpangkas rapi ketika mencoba bangun dari ranjang. Namun, gerakan pria itu terhenti seketika ketika dirinya melihat sosok Jessica.

Napas laki-laki berkulit pucat itu tercekat. Guling hangat dan harum yang dia peluk sedari tadi adalah seorang perempuan asing berwajah manis dengan tubuh yang membuat jantungnya berdebar.

"Stanley! Apa yang telah kau lakukan?!" seru Justin yang berdiri di dekat pintu penghubung. Pria yang telah mencapai usia 60 tahun itu terkesiap melihat perbuatan tidak senonoh yang telah dilakukan oleh putra bungsunya.

Stanley menoleh ke arah suara. Laki-laki muda itu dengan ekspresi terheran-heran mengamati orang-orang yang berada di kamarnya. Bahkan dia menangkap gerakan dari salah satu pegawai yang memegang gulungan kabel mengeluarkan telepon genggam lalu memotret dirinya dan wanita asing itu.

Ricky yang berdiri di dekat jendela mengumpat pelan. Dia gagal menyelamatkan sahabatnya dari penghakiman massa. Pria kurus itu melihat reaksi keluarga Stanley dengan ekspresi ngeri.

Jessica memutar tubuh ketika merasakan gerakan seseorang di dekatnya. Jantung gadis itu hampir melompat keluar dan matanya melebar saat menyadari dirinya telah menghabiskan malam dengan memeluk seorang pria asing. Beberapa detik kemudian, dia menarik napas dalam-dalam dan berteriak nyaring.

Pembaca yang baik hati tolong tekan tanda bintang.^^

26 April 2018

Benitobonita

How to Melt a Stoner - Humor Romansa Pernikahan PaksaWhere stories live. Discover now