Chapter 10 - First Night

19.3K 1.1K 54
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @benitobonita

Jessica mempergunakan waktu yang ada sebaik mungkin. Gadis itu segera bergulat melepaskan gaun putih ketat dengan berputar-putar di depan cermin saat suara air terdengar dari kamar mandi yang tertutup. Dia juga membiarkan gaunnya tergeletak di atas lantai lalu segera mengacak-acak isi lemari dan memakai blus dan jins secepat mungkin.

Stanley keluar dari kamar mandi tepat saat istrinya berhasil menyembunyikan gaun malam yang akan dipakai setelah mandi di dalam gulungan pakaian lain. Alis pria itu terangkat sebelah melihat gaun pengantin kusut yang berubah menjadi keset.

Namun, perhatiannya beralih kepada sang pemakai gaun dan senyumnya kembali melebar. Malam ini mereka akan bermain peran. Istrinya yang berambut kusut akan menjadi seorang gadis kolot yang tidak memahami arti bercinta dan dia akan menjadi seorang pria bodoh yang tidak tahu artinya perempuan penipu.

"Kau sudah bisa mandi," ucap Stanley bergeser dari pintu kamar mandi. Pria itu hanya memakai handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya.

Napas Jessica tertahan dan matanya melotot mengamati dada bidang suaminya yang tertutup oleh sedikit bulu halus. Stanley Stoner luar biasa seksi. Pandangan gadis itu turun ke arah otot perut suaminya sebelum dia membuang muka. Sikapnya sama sekali tidak mencerminkan perempuan terdidik.

Mata Stanley berbinar geli. Dia tahu istrinya tertarik padanya. Tidak lama lagi, pria itu akan membongkar kedok sang penipu. "Apa kau tidak jadi memakai kamar mandi?"

Pipi Jessica merona. Gadis itu berjalan cepat dan segera mengunci pintu kamar mandi tepat ketika dia mendengar suara tawa suaminya.

*****

Kamar mandi yang dipakai Jessica hampir sama dengan model kamar mandi di kamar yang pernah gadis itu tempati. Kecuali ruangannya kali ini lebih besar dan bath tub kotak raksasa mengisi salah satu sudut.

Jessica keluar dari tempat pancuran yang berada di sebelah bath tub. Wangi sabun dan sampo hotel tercium dari tubuhnya. Setelah mengeringkan rambut dengan menggunakan handuk dan menyikat gigi, gadis itu meraih dan mengenakan lingerie hitam yang telah disiapkan oleh Olivia lalu memutar tubuhnya di depan cermin kamar mandi dengan gugup.

Ibunya berulang kali mengatakan bahwa penampilan pertama itu penting dan itu berarti dia harus tidur mengenakan pakaian tipis yang dapat menunjukkan lekuk tubuhnya. Pipi Jessica bersemu merah muda saat melihat bayangan kulitnya yang terlihat samar dari kain yang membalut tubuh gadis itu.

"Ang-anggap saja aku sedang memakai pakaian renang," ucap Istri Stanley Stoner dengan suara gemetar. Kedua tangan gadis itu terasa sedingin es dan wajahnya pucat pasi. "Se-semua akan baik-baik saja."

Gadis itu menelan ludah beberapa kali. Bayangan tubuh suaminya berkelebat dan membuat semburat merah kembali menjalar pada wajah Jessica.

"Aku perempuan terdidik. Aku perempuan terdidik. Aku perempuan terdidik," ucap Jessica berulang kali sambil menepuk pelan kedua pipinya.

Jessica menarik napas dalam-dalam untuk menguatkan diri. Gadis itu memutuskan keluar dari kamar mandi dengan jantung berdebar keras.

Pandangan mereka bertumbukan seketika saat Jessica menoleh ke arah ranjang tempat suaminya menanti dirinya. Perempuan itu memberikan tatapan malu-malu ke arah Stanley yang mengamatinya dengan terkejut.

Jessica berdeham. "A-apa kau menyukainya? Mom mengatakan bahwa aku harus memakainya."

Stanley menelan ludah dan menarik napas cepat. Jantung pria itu berdebar mengamati sosok wanita yang berada di hadapannya. Jessica terlihat lugu sekaligus menggoda.

Mata cokelat Jessica menatap ke arahnya dengan penuh keraguan. Semburat merah jambu yang sulit untuk dibuat-buat mewarnai pipi gadis itu. Bahkan Stanley dapat melihat tubuh Jessica sedikit gemetar.

"Kemarilah," panggil Stanley dengan suara serak. Mungkin dia akan menunda masa hukuman beberapa hari dan bersenang-senang sejenak dengan wanita yang saat ini telah menjadi istrinya.

Jessica melangkah takut-takut. Dia menuruti perintah suaminya lalu naik ke atas ranjang. Stanley tidak membuang waktu, pria itu meraih dan menarik tangan istrinya sehingga tubuh mereka beradu sebelum dirinya mencium bibir hangat istrinya dengan bergairah.

Jantung Jessica berdebar cepat. Dia takut! Tangan nakal suaminya membuatnya juga mengalami kesulitan bernapas. Menutup mata rapat-rapat, gadis itu mulai mengikuti saran dari ibunya yang berpengalaman.

Stanley menghentikan serangannya ketika Jessica tiba-tiba berhenti bereaksi. Pria itu mengangkat kepalanya dan mengerutkan alis saat dia melihat istrinya berbaring sekaku papan. Akting istrinya yang bertingkah seperti seorang gadis yang masih polos mulai tidak menyenangkan dan memadamkan gairahnya.

Stanley kembali mendekatkan diri dan mulai mencumbu untuk mencari reaksi istrinya. Namun, Jessica malah semakin menutup matanya rapat-rapat dan mengepalkan kedua tangan. Bahkan samar-samar terdengar alenia pertama deklarasi kemerdekaan Amerika dari bibir gadis yang gemetar ketakutan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Stanley kembali menghentikan aktifitasnya. Kerutan pada dahi pria itu semakin dalam. Tingkah istrinya yang pura-pura sebagai wanita baik-baik mulai menjengkelkan.

Jessica bernapas tersengal. Dia mengintip dan melihat suaminya telah duduk menjauhi dirinya.

"A-apa?" tanya gadis itu kebingungan.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Stanley sekali lagi. Wajahnya menunjukkan rasa kesal. Dia tidak lagi menyukai sandiwara yang dipertunjukkan oleh istrinya.

"A-aku melayanimu," cicit Jessica terbata-bata. Kulit wajah perempuan itu semakin merah saat dirinya menatap malu-malu ke arah Stanley yang memperhatikannya dengan saksama.

"Dengan menghafalkan deklarasi kemerdekaan negara kita?" tanya Stanley mempertegas kalimat yang baru saja dia dengar dari mulut istrinya.

Debaran jantung gadis itu semakin cepat karena merasa takut  telah melakukan kesalahan. "Ma-maafkan aku  Mom mengatakan aku seharusnya mengucapkannya dalam hati. A-aku berjanji kau tidak akan mendengarnya lagi."

Jessica kembali menutup mata erat dan menggigit bibir agar hafalan yang harus dia ulang berkali-kali hingga tugasnya selesai tidak lagi terdengar oleh suaminya. Sebersit perasaan curiga mulai dirasakan Stanley. Sandiwara istrinya terlalu alami. Bahkan dalam keremangan cahaya dia dapat melihat wajah pucat gadis itu.

"Jessica, kapan terakhir kau berkencan?" tanya Stanley yang tidak lagi merasakan gairah. Tingkah istrinya mengingatkan dia akan jenazah di kamar mayat.

Wanita itu kembali membuka mata dan menatap suaminya dengan raut wajah bingung. "A-apa?"

Stanley mengamati manik mata istrinya dan kembali bertanya, "Kapan terakhir kali kau berkencan?"

"A-aku tidak ingat," jawab Jessica heran. Ibunya tidak memberitahu bahwa akan ada acara tanya jawab saat dia harus melakukan kewajibannya saat malam pertama. "Mu-mungkin 4 atau 5 tahun yang lalu."

Stanley menarik napas cepat. Intuisi bahwa ada yang salah semakin dirasakan pria itu. Dia meneliti tingkah istrinya secermat mungkin dan kembali bertanya dengan lambat agar Jessica tidak salah mengerti.

"Jessica, katakan padaku, apa kau masih perawan?"

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang. ^^

17 Mei 2018

Benitobonita

How to Melt a Stoner - Humor Romansa Pernikahan PaksaWhere stories live. Discover now