Chapter 9

11.9K 1K 32
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

IG @Benitobonita

Acara resepsi pernikahan di Hotel Kimpton berlangsung meriah. Gelak tawa dan canda  memenuhi ruang terbuka yang telah dihias oleh warna putih dan merah muda. Seluruh kursi telah dipadati oleh anggota keluarga dan para rekan bisnis juga sahabat.

Udara segar sore hari membawa aroma rumput dan dedaunan dari tumbuhan sekitar. Lantunan musik lembut berirama waltz menggantikan suara riuh ketika sudah waktunya sang mempelai wanita berdansa dengan ayahnya.

Dada Justin membusung bangga saat melantai bersama putrinya. Bagi pria paruh baya itu, Jessica adalah mempelai tercantik yang pernah dia lihat. Dia sedikit membungkuk lalu berbisik, "Jes, apa kau tahu bahwa seluruh tamu memuji dirimu?"

"Dad," tegur Jessica. Pipinya menghangat karena malu. Wanita itu tidak tuli. Sejak dimulai acara pernikahan, dia sudah mendengar bisikan-bisikan yang memuji dirinya.

Tanpa sengaja manik cokelat Jessica bertumbukan dengan mata Stanley yang sedang duduk menunggu giliran berdansa. Pria itu tersenyum lebar dan mengedipkan sebelah mata untuk menggodanya.

Rona merah pada wajah wanita itu semakin menggelap. Suaminya tidak seburuk yang dia sangka. Bahkan sebetulnya termasuk manis. Stanley selama acara selalu tersenyum dan bersikap baik.

Justin melirik sejenak ke arah menantunya sebelum berkata, "Sepertinya suamimu sudah tidak sabar untuk berdansa denganmu."

Dia tidak menunggu jawaban dari Jessica. Namun, langsung membawa gadis itu dan menyerahkannya kepada Stanley yang segera bangkit berdiri.

"Jaga putriku baik-baik," ucap Justin menatap langsung mata menantunya. "Aku akan luar biasa marah apabila kau menyakitinya."

"Dad," bisik Jessica saat wanita itu melihat wajah suaminya memucat sesaat.

Stanley tertawa keras. Bayangan dia segera menceraikan istrinya setelah malam pertama menguap seketika. Pria itu harus memikirkan cara lain untuk mengusir wanita yang saat ini terlihat menggairahkan tanpa merugikan dirinya.

Mereka melantai hingga 2 buah lagu usai sebelum Stanley mulai menyeret pengantinnya dari satu tempat ke tempat lain untuk diperkenalkan kepada mitra bisnis pria itu. 

Jessica memasang senyum palsu menutupi rasa letih dan sakit pada kaki. Dia tidak terbiasa memakai sepatu hak tinggi dan persiapan pernikahan yang dilakukan sejak subuh membuat dirinya mengantuk.

Acara akhirnya usai setelah langit mulai gelap. Keluarga Jessica terpaksa pulang malam itu juga karena Harley yang seorang dokter pemerintah harus memeriksa kesehatan seorang pejabat keesokan harinya.

"Jessica ingat semua pesanku," bisik Olivia saat memeluk putrinya untuk terakhir kali dengan mata berkaca-kaca. Dengan jarak kota yang cukup jauh, mereka akan jarang bertemu.

Gadis itu mengangguk kecil. Ibunya yang sangat berpengalaman telah memberikan banyak sekali informasi yang berguna. Justin dan Hans bergantian memeluk Jessica sebelum mereka akhirnya pergi meninggalkan sepasang pengantin untuk beristirahat.

*****

Jesicca menahan kuap dan mengikuti suaminya menuju kamar hotel yang diperuntukkan bagi mereka bermalam. Benak perempuan itu hanya dipenuhi bayangan air hangat dan ranjang yang empuk untuk tidur.

Stanley bernapas lega. Akhirnya pria itu memiliki waktu bersama istri barunya. Gairahnya kembali bangkit saat dia melirik ke arah perempuan yang akan menghangatkan ranjangnya. Jessica Stuart yang sementara akan menjadi Jessica Stoner terlihat amat menggoda.

Pria itu menarik kunci dari dalam saku celana lalu membuka pintu. Ruangan tipe suite yang menggunakan karpet cokelat menyambut mereka. Isi kamar tidak berbeda jauh dengan kamar saat pertama kali Jessica mengindap di hotel itu.

Mata Jessica berbinar gembira melihat kasur empuk yang menantinya. Wanita itu berjalan masuk ke dalam kamar ketika Stanley menyalakan lampu. Dia melepaskan sepatu yang menyiksa dan mulai melepaskan perhiasan yang dia kenakan.

Jessica mulai mencoba membuka ritsleting gaun pengantin yang dia kenakan hingga tersadar bahwa suaminya sedang berdiri bersandar pada pintu yang sudah tertutup. Pria itu melipat kedua lengan di depan dada dan memperhatikan gerakan istrinya.

Wajah Jessica merona merah seketika. Dia bergerak gugup dan membatalkan usaha untuk menanggalkan pakaian yang membalut tubuhnya.

"Mengapa berhenti? Apa kau butuh bantuan?" tanya Stanley. Dia menegakkan tubuh lalu mendekati Jessica yang tanpa sadar bergerak mundur.

Rasa malu menjalar dalam hati wanita itu. Dia belum pernah telanjang di hadapan seorang pria. "Ti-tidak. Aku bisa sendiri."

Langkah Stanley terhenti. Sebuah senyum kecil terbentuk pada bibir pria itu. Istrinya yang merupakan artis ulung sedang berperan sebagai seorang perempuan saleh.

"Lalu kenapa kau tidak melepaskan gaunmu? Tentu tidak enak seharian penuh memakai pakaian itu."

Jessica menatap suaminya dengan gelisah. Dia sungguh-sungguh tidak nyaman harus melakukannya di hadapan pria itu.

"A-aku akan melakukannya nanti saat kau mandi," jawab gadis itu mengelak. Jessica melangkah menuju sisi ranjang lalu duduk dengan kedua tangan terlipat di atas paha. Dia menelan ludah lalu  mengalihkan pandangan dengan memperhatikan televisi 48 inci yang berada di atas meja.

Mata Stanley berkilat geli. Mungkin tidak ada salahnya dia menikmati sandiwara murahan yang disajikan oleh istrinya sejenak sebelum menikmati malam pengantin mereka.

"Baiklah, aku akan mandi terlebih dahulu," ujar laki-laki itu sambil membuka sepatu. Stanley dengan cekatan melepaskan  tuxedo dan berlanjut ke pakaian lain yang menutupi kulitnya.

Jessica menarik napas cepat. Mata gadis itu melebar melihat pertunjukan yang berlangsung di depannya. Suaminya jelas sering berolah raga, terlihat dari otot yang terbentuk pada perut juga lengannya. 

"Stanley, bi-bisakah kau menanggalkan pakaian di kamar mandi saja?" 

Ucapan Jessica menghentikan gerakan Stanley. Dia menatap istrinya dan bersiul dalam hati. Wanita itu berhak mendapatkan Piala Oscar. Kelakuannya persis seperti gadis perawan.

Penasaran akan kelanjutan sandiwara yang akan dimainkan oleh istrinya, Stanley tersenyum kecil lalu berkata, "Baiklah. Apa kau ingin berendam di bath tub? Aku bisa mengisi air saat mandi nanti."

Jessica menggeleng kecil. Yang dia inginkan saat ini hanyalah segera melepas gaun yang menyebalkan itu, mandi lalu merebahkan diri di atas kasur empuk yang telah memanggilnya dan tidur hingga esok hari.

Stanley memberi kesempatan agar gadis itu dapat berakting lebih lama. Dia tersenyum saat melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan mulai membersihkan diri.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

14 Mei 2018

Benitobonita

How to Melt a Stoner - Humor Romansa Pernikahan PaksaWhere stories live. Discover now