Chapter 4 - Number 396

13.3K 1K 27
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Di kamar yang berbeda terlihat seorang gadis yang duduk di atas ranjang dengan wajah pucat pasi. Ruangan yang juga memiliki pintu penghubung dengan kamar sebelahnya, terlihat penuh sesak.

Jessica bernapas cepat. Jantungnya hampir meledak bersamaan dengan telinganya yang mendengar makian dan hujatan dari keluarga gadis itu yang berkumpul pada kamar hotel yang seharusnya dia tiduri.

Kedua orang tua Caroline tanpa banyak bicara segera menyeret dirinya untuk menjauhi pria asing yang ternyata menjadi sumber kehangatan gadis itu saat malam hari. Mereka menemukan Harley yang baru saja akan keluar kamar dan memasukkan Jessica ke dalam ruangan itu sebelum menggedor pintu kamar sepupu mereka.

Harley mengamuk dan harus ditahan oleh empat orang kerabat laki-laki agar tidak keluar dari tempat itu dan mencari pria asing yang telah memeluknya untuk dihajar.

Ibunya dan Caroline menangis dengan sebab berbeda. Olivia yang masih memakai daster meneteskan air mata karena merasa malu, sedangkan Caroline menangis meraung-raung karena pesta pernikahan akan dibatalkan akibat ulah sepupunya yang tidak senonoh.

"Kau adalah seorang guru! Di mana moralmu!" teriak Justin, ayah Jessica yang telah berusia 60 tahun untuk yang ke sepuluh kalinya.

Tubuh Jesicca gemetar takut. Dia tidak merasa melakukan kesalahan, tetapi sepertinya seluruh penghuni Bumi telah memberikan julukan Wanita Nakal kepada gadis itu. Satu-satunya perbuatan tercela yang pernah dia lakukan hanyalah memperoleh beberapa kali ciuman dari seorang pemuda saat mereka masih berada di bangku kuliah.

"Dad, aku sudah bilang, aku kira dia Harley," cicit Jessica mulai mengerjapkan matanya yang berkaca-kaca. Gadis itu teringat akan pandangan-pandangan menuduh ke arahnya dengan beberapa senyum merendahkan dari beberapa kerabat pria.

"Sejak kapan aku pernah tidur memelukmu!" raung kakak sulung Jessica memutar tubuh. Dia melangkah ke arah adiknya yang masih terduduk di atas ranjang dengan menggunakan selimut menutupi bagian bawah tubuhnya. "Sejak kapan!"

Air mata mulai turun pada pipi Jessica. Dia tidak ingat pria asing itu memeluknya. Rasa letih karena menyetir membuatnya tertidur pulas. Bahkan apabila ada suara ledakan, belum tentu dia terbangun.

Ayah dan ibu Caroline yang berada di kamar sebelah mendengkus. Mereka luar biasa bersyukur putri mereka telah dididik dengan sangat baik. Zaman memang semakin maju, tetapi ada nilai-nilai yang wajib dipertahankan.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan suara keras. Paul, sang mempelai masuk ke dalam. Manik hitam pria itu mengamati medan musuh sebelum matanya berhenti tepat di depan wajah Caroline yang terperangah.

Ekspresi  pria itu mengeras. Penuh tekad dia berkata tegas. "Caroline! Hari ini kita akan tetap menikah!"

Binar bahagia terlihat pada mata biru mempelai wanita yang basah oleh air mata sebelum teriakan protes terdengar mengisi ruangan. 

"Kami tidak merestuinya! Keluarga kalian tidak memiliki moral!" teriak salah satu wanita tua mengerutkan wajah jijik ke arah Paul yang berdiri gagah di depan pintu masuk.

Paul menggeram. Dia telah menghabiskan dua tahun lamanya untuk mendapatkan calon istrinya. Berjuang melawan kumpulan para pemuja dan keluarga nyentrik gadis itu. Menahan diri untuk tidak melakukan perbuata tercela. Sekarang dia akan mengambil haknya dan tidak ada seorang pun termasuk wanita tua itu yang dapat menghalanginya.

Pria berambut hitam itu memberikan tatapan dingin kepada perempuan yang telah memiliki beberapa keriput pada wajah sebelum berkata, "Stanley telah berjanji akan menikahi gadis itu."

Suasana riuh berubah menjadi hening. Keluarga Stoner terkenal akan kesuksesannya dalam bisnis dan memiliki banyak aset di berbagai tempat. Pernikahan yang layak akan menghilangkan aib dan menaikkan derajat Keluarga Justin Stuart ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Air mata malu dari Olivia juga berhenti menetes. Wanita itu mendongak menatap malaikat penyelamat keluarga mereka. "Be-benarkah?"

Paul mengepalkan kedua tangan dan mengangguk. "Tiga bulan lagi pesta pernikahan akan diadakan."

Mata Jessica melebar terkejut. Mereka merencanakan masa depan gadis itu tanpa persetujuan dirinya.

"Ti-tidak..." protes putri bungsu Justin Stuart ketakutan. Dia sama sekali tidak mengenal pria yang akan menjadi suaminya.

"Tutup mulutmu! Kau tidak berhak berbicara setelah mencemarkan nama baik keluarga kita!" bentak Justin ke arah putrinya.

Bibir Jessica gemetar. Selama ini ayahnya tidak pernah semarah itu kepadanya. Dia takut dan tidak ada satu orang pun yang mau membela gadis malang itu.

Pria tua yang menjabat sebagai seorang kepala sekolah di salah satu sekolah dasar swasta itu menoleh ke arah Paul dan berkata, "Kami menerima lamaran dari kalian."

Caroline berteriak lega. Dia mengangkat gaun putihnya dan berlari ke arah calon suaminya yang segera memeluk gadis itu. Mempelai wanita dalam hati berjanji untuk memberikan malam pengantin teristimewa bagi pahlawannya.

Jessica menelan ludah. Dia sama sekali tidak memiliki keberanian untuk melawan lebih lanjut. Hari itu akhirnya pesta pernikahan berlangsung dengan meriah, semua orang berbahagia, kecuali sepasang calon pengantin yang akan memulai lembaran hidup baru mereka dan seorang pria yang menyimpan rahasia dan rasa bersalah di dalam hati.

Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^

1 Mei 2018

Benitobonita

How to Melt a Stoner - Humor Romansa Pernikahan PaksaWhere stories live. Discover now