HOPE Ending Eksplanations

2.2K 74 11
                                    

*-Author POV-*


          Rasa sakit itu terasa, bahkan meskipun Riska terlelap tidak bisa memberontak dan meronta karena rasa yang terasa. Gadis tomboy itu hanya bisa membiarkan tangan-tangan yang menyentuh dadanya yang berlubang.

Penglihatan Riska gelap, semua yang dia rasakan hanyalah perasaan gelap yang menguasai semua yang ada pada dirinya --seolah tidak memiliki akhir. Terus semakin gelap sampai Riska bahkan tidak bisa berharap untuk menemukan secercah cahaya.

Riska sudah hampir menyerah dengan semua kegelapan yang menelannya, sampai akhirnya ia melihat senyum seseorang melintas di kepalanya. Senyum yang membuat Riska jadi haus untuk mencari senyum yang lain dari orang yang sama, senyum yang membuat Riska meronta dari semua kegelapan yang sudah berubah menjadi kabut perlahan semakin terlihat semakin jelas sampai akhirnya gadis tomboy itu bisa melihat lampu yang berada di depan wajanya.

Kornea matanya berubah menampilkan cahaya terang, membuat Riska mengernyit karena tidak bisa menerima semua cahaya itu secara langsung. Gadis itu menutupkan mata sampai kemudian ia merasakan sesuatu yang sakit di dadanya, tepat di bagian kanan, terasa menembus sampai ke belakang punggung membuat gadis tomboy itu merabanya dan meringis karena teringat kalau ia di tembak oleh Rayhan karena meletakkan keraguan untuk membunuh Fitri sebagai tugasnya.

Flash Back ON

         "Jangan pernah meragu dengan semua hal yang harus kau lakukan, atau aku yang akan melakukan hal itu kepadamu" kata-kata Rayhan terus mengiang di atas kepala Riska, membuat Riska jadi selalu saja memikirkan keputusan sampai sematang mungkin agar ia tidak menelan keputusannya sendiri.

Riska selalu saja di bayang-bayangi oleh setiap keputusan yang harus ia buat karena Rayhan selalu ada disaat ia mengambil keputusan. Itu artinya, lelaki itu bisa saja membunuh Riska jika gadis tomboy itu meragu untuk menghentikan napas seseorang karena keputusannya.

Hari itu adalah keputusannya, ia sendiri yang meletakkan refolper itu ke-pelipis Fitri hanya untuk membela Rayhan karena Fitri telah lancang kepada lelaki senja itu.

Riska tidak akan pernah meragu dengan keputusannya, karena jika saja Fitri membangkang kepada aturan yang telah dibuat oleh ayah mereka berdua –untuk tetap patuh kepada kuasa Rayhan atas keduanya, Rayhan tidak akan pernah membiarkan orang itu hidup dengan tenang –bahkan meskipun itu adalah anaknya sendiri.

Riska hanya melakukan tugasnya untuk tetap membela Rayhan bahkan meskipun ia tidak rela untuk membunuh kekasihnya sendiri, jadi disitulah titik lemahnya muncul. Riska meragu terhadap keputusannya yang telah mengangkat refolper kepada Fitri.

Jadi, Rayhan yang melakukannya untuk Riska. Lelaki senja itu langsung menembak dada Riska tepat bersamaan dengan gadis tomboy itu menjatuhkan refolpernya ke atas tanah, membuat Fitri berteriak histeris sampai akhirnya gadis itu memutuskan untuk menembak kepalanya sendiri.

Flash Back OFF

         Tidak lama setalah Riska tersadar, satu perawat cantik menghampirinya. Melakukan tugasnya sebaik mungkin lantas segera pergi secepat ia datang tadi. Riska terduduk dengan disertai perasaan hampa di bagian dada, bukan hampa karena luka yang ada disana, tapi ia merasa seolah akan ada yang hilang dari dirinya.

Tepat saat Riska meraba dadanya, gadis tomboy itu bisa melihat seorang Rayhan datang menghampirinya. Lelaki senja itu memasang senyum kebapakan saat mendekat pada ranjang Riska, namun gadis tomboy itu tetap tidak bisa merasa tenang entah karena apa.

"Kau benar-benar melakukannya"

Rayhan terlihat mengerutkan kening selama beberapa detik, ia kemudian terduduk dan memegang salah satu tangan Riska yang ditancapi selang infus "Kapan aku bermain-main dengan kata-kataku?" balasnya bahkan dengan tampang tidak bersalah.

"Keras kepala" runtuk Riska yang justru membuat Rayhan ingin tertawa keras karenanya. "Ayah memang keras kepala, Riska. Dan seharusnya sifat keras kepala itu menurun kepadamu."

Mengernyit bingung, Riska mengambil tangannya dari pegangan Rayhan "Maksudmu?" pertanyaan Riska yang dikeluarkan dengan nada lemah justru membuat Rayhan terkekeh "Karena kau tidak berkeraskepala dengan keputusanmu, Ayah harus mempertaruhkan dua nyawa yang adalah putriku sendiri"

"Tunggu—jangan bilang" Riska menggeleng tidak ingin menebak kelanjutan dari apa yang akan diberitahukan oleh Rayhan kepadanya, namun ternyata Rayhan mengangguk dengan yakin "Kalau saja kau menembak Fitri, Ayah hanya perlu mempertaruhkan satu nyawa. Tapi karena kau meragu, ayah menembakmu lantas membuat Fitri menembak kepalanya sendiri karena tidak bisa melihatmu sekarat"

Tidak!

Tidak mungkin!

Fitri tidak akan mungkin bunuh diri bukan?

Fitri? Mempertaruhkan nyawa baginya? Mana mungkin!!!!

"Asal kau tau. Aku juga memikirkan hal yang sama denganmu. Kupikir Fitri tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu. Tapi nyatanya dia melakukannya. Kau bisa melihatnya di ruang ICU jika kau ingin."

Riska menggeleng keras sampai membuat kepalanya yang sakit semakin terasa. Sekarang, otaknya sedang digerogoti dengan pemikiran yang tidak mengenakkan soal keadaan Fitri yang mungkin saja akan sangat mengenaskan. Bukan hanya itu, sekarang hatinya terasa benar-benar hampa.

Dengan itu, Riska mencabut selang infus yang menempel seperti parasit di tangan kirinya lantas segera terbangun tanpa memperdulikan perasaan sakit yang mendera sekujur tubuhnya dengan seketika. Ia berlari sekuat tenaga, mencoba menghapus semua rasa yang ia derita dengan berlari sekuat-kuatnya sampai ia menemukan pintu lebar dengan dihiasi kaca yang besar.

Kaca yang menampilkan penampakan paling buruk dari semua pemandangan buruk yang tidak ingin dilihat oleh Riska. Fitri disana. Terbaring dengan dipenuhi selang disetiap lubang tubuhnya. Terlelap seolah tidak merasakan sakit yang terlihat di pelipisnya –terbalut oleh perban yang terlihat menakutkan.

Sekali ini saja, Riska merasa kalau dirinya adalah perempuan paling lemah yang berada diatas dunia ini. Tidak memiliki sanggahan sampai-sampai terduduk dilantai karena kedua kakinya tidak lagi sanggup untuk menahan.

Kalau saja Riska tahu seperti ini akhirnya, Riska tidak akan pernah meragu.

Meragu untuk berkata jujur kepada Fitri bahwa dirinya adalah anak dari Rayhan, meragu untuk memberitau kepada Fitri soal pekerjaannya yang berbakti kepada Rayhan, meragu untuk mengaku kalau ia adalah gadis lemah yang selalu berada di bawah kontrolan Rayhan. Seharusnya Riska tidak pernah meragu terhadap semua keputusannya seperti apa yang diberitahukan oleh Rayhan kepadanya. Seharusnya ia keras kepala kepada pendiriannya. Jika saja ia tidak meragu, mungkin semua akan baik-baik saja. Semua akan berjalan dengan sempurna seperti apa yang selalu ia harapkan.

*-----*

Riska Pramita Tobing.

HOPE (COMPLETED)Where stories live. Discover now