HOPE bagian keduabelas

2.2K 129 19
                                    

*-Author POV-*

Riska menurut begitu saja saat Fitri menyuruhnya untuk tetap terduduk karena gadis itu merasakan kekhawatiran yang teramat sangat saat ia melihat Riska yang penuh dengan luka di sana-sini.

Gadis cantik yang feminim itu bahkan sampai mengutuk ayahnya sendiri hanya karena Rayhan berani-beraninya membuat Riska menjadi babak-belur seperti ini.

Padahal jika di ingat-ingat, Riska lah yang salah disini. Lagi pula, ayah mana yang akan menerima sang buah hati --satu-satunya. Di sentuh secara sembarangan oleh orang lain. Siapapun pasti akan marah jika ada yang melakukan itu terhadap putri kesayangannya.

Fitri kembali dengan kotak P3K di salah satu tangannya dan juga satu buah handuk kecil berwarna putih di salah satu tangannya yang bebas.

Ia kemudian terduduk di depan Riska seraya meringis sendiri karena merasa ikut sakit saat melihat Riska meringis saat Fitri mulai menyentuh luka Riska dengan handuk yang di dalamnya sudah diisi es batu.

"Tahan sedikit ya?" ucap Fitri dengan nada tidak tega sambil menempelkan handuk di bagian pelipis Riska yang tidak henti-hentinya mengeluarkan darah segar yang kental.

"Fuck!" geram Riska saat merasakan sengatan rasa sakit di kepalanya, dan secara otomatis Fitri langsung menghentikan perbuatannya "Ke rumah sakit aja yu?" ajak Fitri dengan nada gugup.

Riska menggeleng enggan "Nggak usah" tolak gadis tomboy itu dengan lembut dan menuntun tangan Fitri untuk kembali mengompres luka di bagian pelipisnya yang mulai berhenti mengeluarkan darah "Pelan-pelan" ujarnya dengan nada memohon.

Fitri mengangguk seraya menekan-nekan handuknya dengan gerakan lembut "Nggak terlalu keras kan?" tanya Fitri tanpa berhenti mengeluarkan nada kehkawatiran di dalam ucapannya.

Riska tersenyum lembut "Cukup kok" Fitri mengangguk seraya mulai terfokus pada luka-luka Riska yang lain.

Ia meneteskan betadine pada kapas dan menempelkannya di pelipis Riska, ia juga mengompres luka-luka Riska di bagian yang lain. Seperti di bagian hidung, bibir, dan juga lengan.

Sesekali Riska meringis kesakitan, namun ia tetap membiarkan tangan-tangan Fitri menyentuhnya dengan lembut.

Biarlah rasa perih itu datang. Karena sesungguhnya perih adalah pelajaran. Semua orang berhak merasakan perih, dan semua orang juga berhak merasakan kenikmatan.

"Merasa lebih baik?" tanya Fitri saat ia sudah selesai mengompres luka Riska di seluruh bagian.

Riska tersenyum lembut seraya mulai mencium kening Fitri "Terimakasih" seru gadis tomboy itu dengan nada yang sangat lembut.

"Jangan pernah nyium aku lagi. Ok? Aku nggak mau lihat kamu kaya gini" ujarnya memberikan peringatan.

Riska menggeleng "Bukan aku yang menciummu. Kau yang memulai" ledek Riska dengan cengiran tidak bersalah di akhir katanya.

Fitri mendengus kesal "Pergi kamu!" serunya dengan nada begis sambil tidak lupa menunjuk ke luar ruangan.

Riska berdiri, beranjak tanpa memprotes sedikitpun. Tanpa kata, tanpa senyuman, dan tanpa salam perpisahan, Riska pergi begitu saja.

Ia menutup pintu dengan tenang lantas bergegas pergi ke luar rumah Fitri. Namun, sebelum semuanya sempat terjadi, Fitri memeluknya dari belakang. Melarang Riska untuk pergi dari rumahnya. "Jangan pergi, aku mohon" lirih gadis cantik itu saat Riska membalikkan badan dan membiarkan Fitri menenggelamkan wajahnya di antara lekukan leher Riska yang tinggi.

Gadis itu memijak kaki Riska agar bisa bersender nyaman di bahu lebar Riska dan mengecup pipi Riska yang tirus. Fitri kemudian menjatuhkan ciuman lain di rahang Riska yang tegas sampai membuat Riska menggidig karena hangatnya napas Fitri yang menjamah bagian lehernya yang tidak terhalangi oleh kain.

"Sebenarnya, kau berniat untuk menjagaku atau tidak? Kalau kau terus melakukan hal semacam ini, bisa-bisa aku babak-belur setiap hari" Riska terkekeh menyebalkan saat Fitri memukul lengannya dengan disertai tampang kesal.

Gadis cantik itu mengerucutkan bibir tipisnya membentuk sebuah lengkungan kekecewaan di dalam ekspresinya "Aku bisa bicara sama ayah kalau kamu memang mau" ucap Fitri seraya berusaha turun dari kaki Riska. Namun usaha Fitri hanya akan menjadi sia-sia karena Riska malah mempererat pelukannya di balik punggung Fitri.

"Kau harus bertanggungjawab. Aku sudah menginginkan'nya' saat ini" bisik Riska di belakang telinga Fitri. Gadis tomboy itu kemudian menggigit lembut telinga Fitri sehingga membuat gadis cantik itu bergidig.

Kaki-kaki Fitri yang pendek dan kecil melilit di pinggul Riska. Ia menemplok persis seperti seekor koala kepada pohon kesukaannya.

"Kamu juga harus tanggung jawab. Karena aku juga mau apa yang kamu mau" ujar Fitri seraya mulai mencium bibir tebal Riska yang membengkak di bagian kiri

"Pelan-pelan. Ok? Aku tidak ingin terluka dengan gigitanmu" Riska memberikan peringatan sebelum akhirnya membawa Fitri masuk ke dalam kamarnya.

Fitri terkekeh lembut. Namun ia tetap mengangguk menyetujui persyaratan yang Riska berikan.

Dengan disertai suara kecupan-kecupan lembut yang terdengar, dan lagi di sertai dengan suara tawa yang tertahan, Riska membopong Fitri menaiki kasurnya yang lebar dan empuk.

Namun, belum sempat semuanya terjadi, terdengar peluru timah meledak di sana. Riska tergeletak dengan luka tembak di bahu sebelah kirinya. Hampir saja mengenai jantungnya.

Fitri tersentak kaget "AYAH??!!!!!" dengan segera, Fitri menutup luka di bahu Riska dan menatap Rayhan yang tengah mengacungkan refolpernya dengan tampang bengis.

Tanpa mengatakan apapun, Rayhan menghampiri Fitri dan meringkus kedua tangan gadis itu yang berusaha menutupi luka Riska "Biarkan dia" ujar Rayhan dengan disertai tatapan benci.

Fitri menggeleng keras sambil menangis sejadi-jadinya. Air mata gadis cantik itu mengalir begitu deras saat melihat Riska tergeletak di atas ranjangnya, dengan luka tembakan di bahunya.

Gadis tomboy itu terpejam seraya meringis menahan rasa sakit, ia berusaha berdiri dengan luka menganga di bahunya "Terimakasih. Kau telah mengingatkanku akan sikapmu yang tidak pernah mudah percaya kepada seseorang" ujarnya yang mana tertuju pada Rayhan

Fitri berteriak seraya berusaha melepaskan diri dari kukungan Rayhan yang kuat "Ayah!!! Lepaskan!!!" teriak Fitri sampai-sampai suaranya menjadi serak karena ia tidak henti-hentinya meneriakkan nama Riska diantara tangisnya yang menggema di seluruh ruangan.

"Kau pantas mendapatkannya" ujar Rayhan. Dingin. Tanpa nada, dan tanpa belas kasihan sedikitpun di dalam ucapannya.

Fitri mendongak menatap pada sorot mata Rayhan dengan tidak percaya "Kalau ayah tidak melepaskan aku, aku akan menarik pelatuknya" ujar Fitri mengancam.

Fitri berhasil mengambil refolper di balik punggung Rayhan. Dan sekarang ia tengah menodongkan moncong senapannya ke kepalanya sendiri.

Rayhan menggeram keras. Lengan-lengan kokoh lelaki senja itu kemudian terlepas begitu saja dan membiarkan Fitri berlari menghampiri Riska yang segera menyambutnya dengan senyuman bersalah sekaligus senyuman terimakasih.

"Maaf"

"Stt! Jangan minta maaf! Karena akulah yang salah disini" ujar Fitri seraya menarik lepas pakaian Riska untuk mengobati lukanya dengan tangan-tangannya sendiri.

*-----*

Riska Pramita Tobing

HOPE (COMPLETED)Where stories live. Discover now