HOPE bagian keduapuluhempat

1.4K 63 8
                                    

*-Author POV-*

Fitri terbangun dengan keadaan tubuhnya yang telanjang, ia kedinginan karena pendingin udara menyala dan ia tidak menemukan ada Riska disampingnya. Kepalanya sedikit pusing karena suhu yang terus menurun. Belum lagi perutnya terasa sakit dan ia juga mual karenanya.

Meskipun gadis cantik itu sedikit kesulitan untuk menyeimbangkan badannya yang kelelahan setelah mati-matian bergelut semalaman dengan Riska, ia tetap saja berusaha merayap ke dalam kemar mandi. Membersihkan tubuhnya dengan air hangat dan kemudian segera berpakaian karena ia kembali kedingingan.

Saat ia sudah selesai dengan kegiatan berpakaian, ia berjalan menuju kotak obat-obatan, mengambil dua butir aspirin untuk menenangkan kepalanya yang seolah berputar-putar dan kemudian menelannya dengan cepat.

Fitri meringis saat merasakan indra pengecapnya menyetuh rasa pahit, namun kemudian gadis cantik itu tersenyum karena sesaat setelahnya, sakit kepalanya mulai berkurang dengan perlahan. Meskipun tidak hilang seperti yang ia harapkan, tapi ia masih saja berterimakasih kepada siapapun yang menciptakan aspirin agar ada di atas dunia ini.

Dengan pemikiran itu, akhirnya Fitri beranjak. Berjalan menuju lorong rumahnya yang terlihat sepi. Sambil berpikir mengenai butler-butlernya yang tidak ada, gadis itu menari-nari di sepanjang lorong menuju ke ruang kerja Riska, sampai akhirnya ia sampai di ruang kerja kekasihnya itu. Ia bisa melihat pintu ruang kerja Riska terbuka lebar dengan Rayhan, Ricky, Michael dan Kayra berada di dalamnya. Mereka tengah terduduk melingkar dengan disertai tampang yang pusing bukan kepalang.

Merasa penasaran, Fitri akhirnya berjalan mendekat. Saat gadis itu bisa melihat Riska terduduk di meja kerjanya sambil sedang fokus merakit senjata baru dengan keadaan kepala menunduk ke atas meja, gadis itu jadi tersenyum lega karena ia sempat mengira bahwa Riska mungkin saja pergi ke perbatasan yang mana akan membuat gadis tomboy itu menghadapi banyak masalah yang mungkin saja akan mencelakakannya.

Dengan pemikiran itu, Fitri segera mendekat pada Riska, mengambil satu peluru yang berserakan di atas mejanya, kemudian memutar-mutarkannya di atas telapak tangan. "Wow, pelurunya memiliki ukiran. Bagus sekali!" ujar Fitri dengan nada antusias yang membuat Riska mengangkat kepala untuk memperlihatkan wajah murungnya yang terhiasi luka lebam di pipi.

Fitri tercekat bukan main saat ia melihat pemandangan itu, wajah Riska hampir hancur karena bekas pukulan yang Fitri tahu siapa orang yang melakukannya. Dan dengan pemikiran itu didalam kepalanya, ia segera berbalik berjalan menuju ayahnya yang terduduk di tengah-tengah ruangan dan kemudian mengacungkan moncong refolper ke kening lelaki itu.

"Lihat apa yang ayah lakukan padanya! Ayah membuatnya sekarat!!" geraham Fitri bergemetar saat gadis cantik itu berbicara dengan gigi-giginya yang mengatup rapat. Sesaat setelahnya, Fitri melihat Riska berdiri lantas segera mengacungkan senjata yang baru saja ia ukir kepada pelipis Fitri yang tertutupi oleh rambut.

Fitri menoleh cepat hanya untuk melihat Riska dengan tidak percaya "Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu mengarahkan moncongnya kepadaku?"

Riska tersenyum menungging sebelum menjawab "Dia hanya melakukan tugasnya sebagai kepala perusahaan. Dan aku hanya melakukan tugasku sebagai bawahan" jawaban itu terlempar dengan mudah dari bibir-bibir tebalnya yang terlihat berdarah, membuat Fitri bahkan sampai kehabisan kata-kata karena Riska kembali membuat ia tersadar kalau kuasa yang ia miliki tidak sebesar kuasa Rayhan.

Menggeleng tidak percaya, Fitri kemudian menjatuhkan refolpernya ke atas lantai, gadis itu kemudian mendekat ke arah moncong refolper Riska sambil menatap Riska dengan tatapan menantang. "Lakukan jika itu memang tugas mu" nada menantang yang dikeluarkan oleh Fitri terdengar jelas diantara kedua gendang telinga Riska, membuat nadanya berputar-putar di atas kepala gadis tomboy itu dan membuat Riska jadi menggeram karena tidak suka akan tantangan yang diberikan kekasihnya sendiri.

Dengan sebal, Riska menarik pelatuk menahannya beberapa detik sebelum akhirnya Fitri terpejam dan terdengar bunyi ledakan yang keras sampai-sampai terpantul-pantul di dinding.

-TAMAT-



























.







.







.







.







.







.





.







.







.







.







*Nggak deng boong :D

Fitri terpejam saat mendengar suara itu memantul di gendang telinganya, namun ia mengkerutkan kening karena keheranan. Dalam pikirannya, memuncul satu pertanyaan. Bagaimana mungkin Fitri masih bisa mendengar dengungan senjata itu? Seharusnya Fitri sudah meninggal, bukan?

Riska baru saja menyodorkan moncong refolper kepada pelipisnya, lantas kemudian gadis tomboy itu menarik pelatuknya, menahannya selama beberapa detik sampai kemudian Fitri terpejam ketakutan, dan setelah itu terdengar bunyi timah yang meledak. Bukankah seharusnya Fitri sudah tergeletak sekarang?

Dengan semua pertanyaan yang menghinggap di atas kepalanya, Fitri membuka mata. Mengerjap-ngerjapkannya barang beberapa saat sampai kemudian ia tersentak karena Riska tergeletak disana.

Penglihatan Fitri tiba-tiba berkabut saat melihat gadis tomboy itu tergeletak disana, dengan luka besar di bagian dada. Kakinya lemas tidak berdaya saat melihat Riska disana, dipenuhi darah sambil terpejam dengan damai.

Bukan ingin Fitri untuk mendekat karena sejujurnya gadis itu takut terhadap keadaan Riska sekarang. Namun tangan itu akhirnya menyentuh dada Riska, menutup lukanya dengan cepat sampai darah Riska menempel di telapaknya.

Bukan ingin Fitri untuk menangis karena sejujurnya gadis itu sudah berubah menjadi kuat -jika saja ingat bahwa gadis itu di latih untuk hidup keras belakangan ini. Namun air mata itu akhirnya jatuh membasahi pipi, menganak sungai disana sampai akhirnya Fitri tidak sanggup lagi untuk menahan semua air matanya yang membeludak.

Bukan ingin Fitri untuk berteriak dalam keadaan takut karena sebenarnya ia sudah terbiasa menghadapi luka-luka besar yang melukai para butlernya. Namun suara gadis cantik itu hilang karena sekarang Riska lah yang berbaring disana. Bukan butler-butlernya seperti yang biasa ia lihat belakangan ini.

Bukan ingin Fitri untuk meletakkan moncong refolper kepada pelipisnya, namun gadis itu akhirnya menarik pelatuk dan membiarkan semua penglihatannya jadi gelap.

*-----*

Riska Pramita Tobing.

Note: Maafkan saya yang kurang ajar kepada kalian, tapi ini benar-benar belum tamat. Saya hanya senang aja menaruh kata-kata TAMAT di tengah-tengah cerita. Biar kesanya jahat gitu hahahaha.

Sesuai vote yang kalian lakukan pada part sebelumnya, saya sedang berusaha untuk membuat cerita ini jadi happy ending :'(

Padahal saya pengen sad ending. Jadi, kalau semisal kalian tiba-tiba baca sad ending, saya minta maaf dari sekarang ya WKWKWKWKWK LOL

Peace!

HOPE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang