Page 37

1.3K 46 0
                                    

Dasi bergaris diarsir hitam tergelatak malang di permukaan lantai koridor kelas. Tiara yang tidak sengaja menginjak dasi tersebut, bergegas kilat mengambilnya dan mengusap kain dasi itu dari butiran debu sepatu miliknya. Ia mendongak ke seluruh arah mencari pemilik dasi cowok ini. saat kepalanya berbalik ke belalakang, Tiara di kejutkan dengan seorang siswa yang statusnya telah menjadi mantan.

"Kak Edi.."
Tiara terpaku dengan ucapan pelannya.

Cukup lama merindukan wajah cewek yang pernah mengisi hatinya, Edi tidak ingin semakin larut dalam patah hati, ia memutuskan kontak matanya dan berminat menatap dasi yang di carinya sejak tadi.

"I..ini dasi ka Edi?"
Canggung Tiara. Ia bingung, semenjak putus dengannya, Tiara jadi suka gagap berbicara di depan Edi.

Edi hanya mengangguk.

Lalu Tiara memberikan dasi itu. Karena tidak ada yang perlu di bicarakan dan juga suasana menerangkan betapa akward- nya, dengan sikap sopan Tiara mengucapkan pamit memutuskan pertemuan mereka yang tidak disengaja ini.

Satu langkah yang baru terlaksana, tangan kekar Edi menahan kepergian Tiara. Cukup tegang tangan Edi menyentuh secara lembut lengannya, tetapi satu hal yang di herankan oleh dia, mengapa jantungnya tidak berdetak sedahsyat dulu. Flash back di jaman mereka pacaran, menatap Edi saja kupu-kupu seakan bertebaran menggelitik perut Tiara but now?? Tiara merasa kupu-kupu itu menghilangkan jejak satu persatu.

"Bagaimana kabar lo?"
Tertuang pertanyaan itu yang ingin di lisankan Edi.

"Alhamdulillah baik, ka Edi?"
Tiara tersenyum ceria.

Ekspresi yang terpampang di wajah Tiara membuat sedikit kecewa di hati Edi. Di pikirannya Edi mengira Tiara akan menyesal dan sedih karena sudah mengakhiri hubungan mereka. Ternyata salah.

"Gue—gue gak baik"
Jujur Edi.

Jawaban Edi menyentak gendang telinga Tiara. Ia menunjukkan kekhawatirannya, ketika melihat kondisi mata Edi yang sangat layu dan dalam. Mungkin kebanyakan bergadang.

"Ka Edi harus jaga kesehatan, belajarnya jangan suka sampai kemalaman, lihat mata kaka jadi sayup gitu"

Ini lah satu penyebab mengapa hingga kini Edi masih sulit melepaskan Tiara, sikap perhatiannya itu.

"gue kira lo udah gak peduli lagi dengan gue"
Ungkap Edi.

"Gak lah kak, meskipun kita udah gak terikat lagi jangan ambil persepsi seperti itu, gue usahain tetap selalu perhatiin ka Edi sebagai teman yang baik, bisa kan?"
Tiara tampak ragu di ujung kalimatnya.

Senyuman tulus terukir di bibir Edi. Ia sangat senang Tiara masih tetap seperti dulu. Tiara yang ceria, Tiara yang perhatian, Tiara yang penyayang dan Tiara yang manis. Bahkan sangat manis buat Edi. Edi tidak bisa mengelak, Tiara adalah sosok orang yang sangat penting untuk ia butuhkan. Orang Tua Edi yang selalu menekannya giat belajar, maka Tiara yang setia menjadi pendamping selayak menyemangati dan mengerti kemauannya.

"Tentu bisa, malah gue berharap setiap hari lo bisa ada buat gue"

Perkataan itu membungkam kalbu Tiara. Ia bingung harus menjawab apa. Karena suasana yang dulu dan sekarang sudah berbeda. Rasanya kata 'selalu ada buat Edi' tidak layak lagi bagi Tiara untuk mendekati Edi, membayangkan mereka tidak lagi berhubungan apa-apa.

"Ara!!!"
Teriak suara bas punya Wahyu memanggilnya dengan kata 'Ara', panggilan kesayangan Wahyu yang diberikan untuk Tiara.

Gawat! Kenapa ada Wahyu?, Sudah seharusnya pertanyaan itu yang terucap dalam batinnya. Setiap ia memunculkan wajahnya, Tiara tidak mengerti mengapa jantungnya enggan di ajak kompromi. Secepat itu kah perasaannya berubah?

Cowok Arogant Juga Bisa Luluh!Where stories live. Discover now