Bab 29

2.7K 172 31
                                    

"Kadang ada banyak alasan yang membuat kita ingin menyerah, ada banyak kecewa yang ingin kita luapkan saat itu juga, ada banyak kata hati yang ingin kita jelaskan agar semua orang paham. Namun, untuk beberapa alasan lainnya, kita memilih untuk tetap diam dan bertahan." -Reana.

Benar apa yang dikatakan Mia dan Prcilla, aku tidak boleh menjauhi Rifki, karena itu artinya aku menyerah dan memberikan Rifki begitu saja kepada Stella.
Buktinya, setelah satu bulan ini aku menuruti perkataan Mia dan Pricilla, Rifki tidak pernah bilang kepadaku rencana untuk menembak Stella. Bisa saja mereka sudah tidak dekat lagi kan? Atau Rifki yang berbalik arah tidak menyukai Stella lagi.

Apa pun yang terjadi, selagi Rifki bisa aku perjuangkan, akan aku perjuangkan. Aku tidak mau kehilangan lelaki yang sangat berharga setelah ayah dan bangkipkip di hidupku. Sadar tidak sadar, bangkipkip telah lama hilang untuk aku, walaupun kami telah menjalin hubungan yang baik kembali, tetap saja rasanya beda. Tinggal ayah dan Rifki, maka aku akan memperjuangkan keduanya.

"Ki sekarang mau main kemana?" Tanyaku.

Saat ini jam Sekolah telah berakhir, sekitar tiga menit yang lalu. Beberapa  murid juga masih berada di kelas, termasuk Mia dan Pricilla.

"Yah Re, gue udah janji anterin Stella pulang hari ini. Lo pulang sama Pricilla aja ya?" 

Sadar namanya disebut, Pricilla behenti sejenak saat memoles kembali wajahnya dengan bedak untuk menjawab perkataan Rifki, "Eh kok aku sih? Maaf ya Rifki, Reana, bukannya aku ga mau. Tapi hari ini kak Daffa mau jemput."

"Tunggu-tunggu, sejak kapan lo deket sama Stella?" Tanya Mia ikut nimbrung. Kalian sudah tahu lah bahwa dia hanya berpura-pura tidak tahu saja.

"Udah lumayan lama" jawab Rifki datar.

"Ah lo mah mau segimana lama juga ga bakal diresmiin, kan? Buktinya tuh temen gue si Reana, lo telantarin gitu aja" balas Mia sadis.

Aku sebenarnya kurang setuju bahwa Mia mengatakan itu, aku tidak mau Rifki tahu bila aku menyukainya, setidaknya dia jangan tahu dulu untuk saat itu.

"Udah ah Mi, pulang yuk?" Ajak Galang dan  Mia hanya mengangguk,
"Eh bro, jangan di embat dua-duanya lah" setelah mengatakan itu, Galang segera pergi bersama Mia.

"Gue juga duluan ya? Takut kak Daffa nunggunya kelamaan. Bye" Setelah mengatakan itu Pricilla meninggalkan kelas.

Lalu saat ini hanya tersisa aku dan Rifki yang berada di dalam kelas, semua teman kelasku sudah lebih dulu bergegas untuk pulang.

"Jadi, gimana?" Tanyaku.

"Kalau gue ga ada janji sama Stella, gue pasti anterin lo Re. Gue takutnya sekarang Kiara atau temen Stella yang lain udah pada pulang."

Aku meneguk ludahku sendiri, rasanya tenggorokan tiba-tiba kering. Apa dia lupa bahwa dia juga telah berjanji kepadaku? Apa dia juga tidak tahu bahwa beberapa menit yang lalu, teman-temanku telah pulang lebih dulu?

"Tapi jauh sebelum lo janji sama Stella, lo juga udah janji bakalan terus sama gue, lo juga janji bakalan ganti cerita senja gue. Setidaknya lo juga tau kan barusan temen-temen gue udah pada pulang?"

Aku jelas melihat tanda bingung di wajah Rifki, lelaki itu sekarang pasti sedang berpikir keras. Tapi tidak lama dari itu, ponselnya bergetar, menandakan pesan baru yang masuk.

"Re gue anterin Stella dulu pulang, abis itu ke Sekolah lagi buat jemput lo. Gue janji ga bakal lama, nanti gue ngebut ko."

Aku tidak mengiyakan atau membantah perkataan Rifki, aku hanya diam, meratapi Rifki yang telah memilih Stella. Aku bingung, di satu sisi aku harus tetap berjuang untuknya  tetapi sekarang hatiku juga semakin sakit.

SKALA (Reana) COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang