Nona Merah Muda || 24 - Still Her Daughter

87 2 0
                                    

Manda melipat kertas peta yang ia jadikan bekal sejak berniat pergi ke Kyoto seorang diri. Jelas saja seusai memandangi dengan seksama tujuan selanjutnya. Badannya terasa cukup lelah hari ini. Begitu pula dengan hatinya yang ternyata bisa teriris juga layaknya hati manusia pada umumnya.

Manda menyelipkan kembali kertas peta ke dalam sisi tas ranselnya. Dirinya butuh tidur untuk sebuah ketenangan. Dan tempat tidur single bed dengan kasur tipis di depannya tidaklah buruk untuk melepas penat.

Baru hendak merebahkan tubuh lelahnya, ponsel Manda berbunyi kecil. Bunyi khas pesan masuk.

Juliette:
Bagaimana?

Manda menggeleng lemah lalu mengembuskan napas berat untuk menghibur diri. Setelah dirasa ia akan baik-baik saja, barulah jemarinya mengetik balasan.

Diamanda Caleida:
Ia tak di sini.

Tak butuh waktu lama, dua pesan sekaligus masuk ke ponselnya lagi.

Juliette:
You gotta kidding me?!

Manda yakin jika Juliette ada di depannya saat ini, sudah pasti adik sepupunya itu akan mendelikkan matanya tidak percaya dilengkapi gelengan kuat tentang fakta lucu ini. Andai ia bisa bercanda, dirinya pun ingin. Sayangnya ini lelucon lucu yang tidak lucu. Bagaimana tidak akan lucu, ia jauh-jauh ke Jepang untuk menemui ibu kandungnya. Sial, Tuhan suka sekali bergurau. Rupanya ibu kandung yang sudah lama ia tunggu-tunggu pertemuannya itu sudah pindah lebih dulu ke Perancis sejak 20 tahun lalu.

Perancis.

That mean, selama ini sang ibu dan dirinya tinggal dalam satu wilayah bekas kekuasaan Napoleon. Bedanya, ibunya tinggal di Nice sementara Manda di Paris. Jika tau begini ceritanya, jelas lebih baik menempuh perjalanan ke kota Nice daripada jauh-jauh ke Kyoto-Jepang dan pulang dengan tangan kosong.

Tapi mau bagaimanapun, nasi yang sudah menjadi bubur tidak bisa  kembali dijadikan nasi lagi, 'kan? Lebih baik menambahkan topping agar si bubur enak dinikmati. Dan itulah yang sore tadi Manda pikirkan. Ia akan menikmati waktunya selama di Jepang meski sang ibu belum kunjung ditemuinya.

Ada lagi fakta lain yang tak kalah lucu sekaligus kejam. Jangankan Juliette, Manda sendiri saja rasanya masih sulit percaya.

Tak berniat membalas pesan dari Juliette, Manda lebih memilih membuka pesan satunya lagi.

Daisuke Isyihara:
Sudah malam. Selamat beristirahat. Jangan pikirkan apa yang tidak penting dipikirkan. Life must go on, right?

Kali ini Manda mendengkus kesal. Tanpa sadar jemarinya mencengkeram sisi ponsel terlalu kuat. "Aku pun tau jika ini sudah malam. Cuma terpisah dinding kayu tipis saja pakai kirim pesan!" monolognya lalu melempar asal ponsel ke atas nakas.

***

"Siapa di antara kalian yang menjadi keponakan Emily?"

Suara itu bertanya pada Manda dan Daisuke yang sudah selesai menikmati miso*-nya di waktu sarapan.

Daisuke hanya mengarahkan pandangan matanya ke Manda. Sedangkan Manda menyahuti dengan sopan.

"Rasanya ini sudah terlalu lama." Terdengar helaan napas gusar dari penanya tersebut. "Jika aku bisa, sebenarnya aku ingin menghindari hari ini. Sayangnya, kekhawatiran berlebih memang selalu akan menjadi kenyataan, bukan?"

Manda berdeham. "Maksud Anda?"

Lama dipandanginya wajah manis Manda. Mencoba meneliti seakan menemukan sesuatu yang membuatnya tidak perlu membeberkan cerita lama penuh luka ini. Sial, yang ia lihat hanya binar penasaran dan kemiripan dua gen manusia yang bercampur menjadi satu secara sempurna.

DAME ROSE #WYSCWPDWhere stories live. Discover now