Di satu sisi lain ada Chandra, pria berbahaya itu tidak akan melepaskan Ruby begitu saja. Dia bisa menjadi ancaman terbesar hidup Ruby dan orang di sekelilingnya. Lalu Safir, siapa Pria itu di hidup Ruby pun wanita itu tidak tahu. Yang jelas, Ruby tidak pernah memiliki ambisi selain membunuh. Tapi saat bertemu Safir, wanita itu tiba-tiba saja berniat melakukan segala cara untuk menemukan Safir. Meski tidak masuk akal.

"Tidak ada cinta tanpa pengorbanan, tapi saat kau merasa berkorban, itu bukan lagi disebut cinta," kata Sera mendadak bijak. Wanita itu menggeser duduknya di sebelah Ruby, menarik telapak tangan Ruby dan meletakkannya di dada kiri Ruby. "Rubs ... kau ini bukan anak kecil lagi yang tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Hiduplah dengan apa yang menurutmu benar. Hiduplah dengan apa yang kamu cintai."

Ruby masih diam. Tatapannya masih terpaku lurus ke depan. Tangannya pun diam tak bereaksi apa pun saat Sera mengarahkan pada dadanya sendiri.

"Jantung yang berdegup itu milikmu. Ia berdegup untukmu. Sama seperti takdir yang kau dapatkan, itu ada dalam kendalimu. Kau yang menentukan." Sera melepas genggamannya pada tangan Ruby dan ikut memandang jauh ke depan. "Cobalah mencoba sesuatu yang menantang seperti keluar dari zona nyamanmu. Jika dulu kau membunuh, sekarang kau yang dibunuh."

"Hidup itu selalu berputar Ruby. Tidak ada yang tahu pastinya bagaimana kita lima detik ke depan, tapi setidaknya kita mau mencoba agar tidak menyesal di kemudian hari," lanjut Sera.

Perkataan Sera benar, jauh dari kata benar yang bisa dijelaskan. Yang Ruby tahu hanya tunduk pada Chandra dan menantang semua bahaya. Tapi tak pernah terpikirkan jika Chandra tidak jauh berbeda dengan mereka yang Ruby bunuh.

Semua sama. Dan Ruby melupakan itu.

===

Ruby masih tak bergeming. Matanya mendelik ke segala arah mencoba memastikan tempat itu tidak akan didatangi orang lagi. Meski Ruby tahu, hanya Chandra yang akan berkunjung ke tempat gubuk reyot itu. Kakinya berjalan cepat dan hati-hati agar tidak menimbulkan satu suara apa pun. Dibukanya pintu itu perlahan.

Dari kejauhan, di tempat yang berdebu itu Ruby dapat melihat wajah Safir yang kelelahan dengan mata terpejam disinari terangnya rembulan dari sela gubuk. Ada rasa khawatir, takut, kasihan, dan rindu yang seperti tercampur aduk memporak-porandakan jiwanya. Ini terlalu berlebihan, tapi hidup Ruby yang sebelumnya kosong bagai bangunan lama tak berpenghuni kembali terisi dan berwarna sejak mengenal Safir. Ia juga bisa mengenal Jason dan terlibat perkelahian dengan Intan, meski itu menyebalkan.

Ruby mendekat. Mengikis sedikit demi sedikit jarak yang sempat tercipta. Semakin dekat dan semakin jelas lekukan wajah Safir yang hampir tiap malam menaungi otak kosong Ruby. Tangan Ruby perlahan naik dan mengusap pipi Safir, membuat Pria itu meringis kesakitan.

Ini yang dinamakan cinta?

Ruby tersenyum kecil. Detakan jantungnya semakin cepat tak beraturan, ia ingin pergi karena ia rasa jantungnya dalam masa tidak baik-baik saja ketika di dekat Safir. Tapi saat bersama Ruby merasa nyaman, sembari menatap wajah Safir yang menenangkan. "Kau satu-satunya pria yang bisa membuat seorang Ruby jatuh bertekuk lutut hanya untuk menatap mata birumu. Kau Pria yang tak mau disamakan dengan Pria lainnya. Dan kau ... Pria yang sama yang Ruby cintai saat ini."

Kelopak Safir terbuka perlahan memerlihatkan mata biru layaknya ocean yang menenangkan bagi Ruby. Wanita itu tersenyum miris saat melihat Safir terbatuk-batuk dengan napas kecil.

"Apa yang kau lakukan Ruby?" tanya Safir serak.

Ruby menatap Safir dalam, ia menarik kembali tangannya. "Kau hatiku. Aku akan pergi ke mana pun kau berada."

"Ruby di sini berbahaya. Bagaimana kau--

Ruby memotong perkataan Safir cepat sebelum keberanian itu kembali lenyap. "Aku pembunuhnya."

Mata Safir sedikit memicing heran. Menatap Ruby meminta penjelasan lebih.

"Aku adalah orang yang selama ini kau cari. Aku ... bukan orang baik. Aku ...." Bulir bening itu menetes, bergulir cepat membasahi pipinya yang dingin. Lalu turun ke leher, disusul tetesan-tetesan sendu lainnya. Dadanya sesak sampai ia kesulitan bernapas. Terlalu banyak rahasia dan kepedihan di dalam hidup Ruby, dan kali ini Wanita itu harus menggali kembali lubang hitam tak berujung yang bersemayam di hatinya. "Aku pasti orang yang kau benci. Kau pasti ingin melenyapkan aku."

Tidak ada reaksi berlebihan dari Safir. Wajahnya yang lelah hanya bisa menatap Ruby datar. Dua tangannya masih terikat, badannya masih basah, dan hatinya masih bergejolak tidak percaya.

===

Pengen ngelawak deh.

With Your BodyWhere stories live. Discover now