26 || Cinta

4.1K 168 8
                                    

"Cinta itu seperti laut, luas dan tak akan pernah bisa dijelaskan lewat kata."

===

"AKU tidak akan melakukan chekup toraks jika bukan Safir yang menemani."

Intan bersikukuh, membuat Bruna menggeletukkan gigi sebal. Jika bukan karena Maminya, gadis itu pun tidak sudi menemani teman kecil Safir di Rumah Sakit. "Lusa kau harus dioperasi. Bagaimana bisa jika tidak melakukan toraks?"

"Aku sudah bilang padamu, Bruna. Never as long as Safir not here!"

Bruna memutar bola mata. "Aku saja tidak tau di mana Safir. Jika kau mau menunggu sampai Safir datang, kasihan Dokter tampan itu harus menunda jadwal operasi. Memang kau pikir pasiennya cuma kau saja."

"Aku tidak peduli Dokter itu. Yang aku pedulikan Safirku!" keukeuh Intan, Wanita yang tengah terbaring di brankar itu berbalik membelakangi Bruna.

"Safir, Safir. Jika dia datang makan saja dia biar kau puas." Bruna keluar dari ruangan Intan dengan kesal. Pipinya mengembung dan alisnya mengerut. Ia duduk di kursi tunggu dengan kasar, mengusap wajah frustrasi. Di mana Safir?

Apa dia baik-baik saja?

Tangannya merogoh saku dan mengeluarkan barang pipih berwarna hitam. Bruna terlihat mencoba menghubungi seseorang lewat ponsel.

"Kau bisa bantu aku?"

Bruna menggigit kuku jarinya cemas.

"Tutup," seru Bruna. "Kita tidak perlu lagi menjual barang-barang konyol itu. Aku tahu siapa yang ingin menghancurkan kakakku, akan lebih mudah menghentikannya dengan cara ini." Bruna menutup sambungannya sepihak tanpa peduli keputusan lawan bicaranya.

Iya. Bisnis gelap itu harus ditutup. Karena Bruna tahu orang-orang yang bekerja di sana hanya menggunakan topeng anak buah untuk mengawasi Safir. Ia tahu siapa dalang di balik semuanya. Ia tahu, dan ia diam. Bukan tanpa alasan!

===

"Apa dia masih bersikeras?" kata Wanita tua berperawakan mewah yang berdiri di balik pintu ruangan Intan.

Bruna hanya bisa mengangguk pelan. Ia berdiri, menghampiri Wanita bernama Elsa—ibu Intan. "Kau tahu putrimu."

"Dia sangat mencintai Safir," lanjut Elsa.

Bruna mengerutkan dahi tidak suka mendengar penuturan Elsa. "Its obsesi!"

"Bukankah cinta dan obsesi adalah kubu yang sama? Keduanya saling menginginkan." Elsa memakai trench coat merah sembari memandangi putrinya dari kaca kecil pintu ruangan. Terlihat tegas tanpa senyum, tapi tetap menawan.

"Setahuku berbeda. Karena obsesi hanya mementingkan diri sendiri, berbeda dengan cinta yang tidak memedulikan diri sendiri hanya karena orang lain," jelas Intan.

"Seperti orang bodoh tepatnya cinta itu, ya?" Elsa melirik Bruna sekilas dengan senyuman meledek. "Aku tidak suka putriku jatuh cinta. Dia akan dibodohi dengan cinta itu sendiri, seperti sekarang."

Bruna diam, malas berdebat dengan Wanita yang sepertinya sejak dulu benci akan kata cinta. Entah di mana Maminya menemukan Wanita judes itu, yang jelas Bruna tidak suka perilaku Elsa yang tidak suka dibantah atau otoriter. Ia melirik sekilas ke belakang, ada lelaki tinggi tengah duduk di kursi tunggu dengan jarinya yang lincah menari di atas keyboard ponsel. "Itu putramu? Kembaran Intan?"

"Bukan. Dia Jason," kata Elsa pelan, menarik napasnya. "Adik Intan."

Bruna mengangkat dua alisnya bertanya. "Lalu di mana kembarannya? Aku belum pernah melihatnya, bertemu Intan saja baru bulan kemarin."

Satu menit, sampai lima menit menunggu jawaban Elsa. Wanita itu masih sibuk memandang lurus ke arah brankar putrinya, sampai kata itu lolos dari bibir. "Aku harap dia sudah mati, tersambar petir bersama Ayahnya yang brengsek!"

Bruna yang mendengar hal itu tidak dapat berkata apa pun selain diam, ia tahu sepertinya itu masalah keluarga yang sedikit sensitif.

"Cinta itu hanya omong kosong. Dulu aku ... sekarang putriku yang menjadi korban," kata Elsa tetap terlihat tenang.

"Maksudmu?" tanya Bruna yang mulai terpancing dengan perkataan Elsa.

Elsa menoleh, masih tanpa ekspresi. "Kakakmu itu akan menyakiti putriku, bukan begitu Bruna?"

Bruna diam. Tapi bukan berarti Elsa tidak bisa membaca pikiran gadis itu yang mengiyakan perkataannya barusan.

"Terkadang memang seperti itu. Cinta itu seperti lautan, luas dan tak dapat dijelaskan lewat kata. Bukan berarti kata bernama cinta itu memiliki kisah yang harus bahagia atau keduanya harus saling sayang," kata Bruna. Ia meneliti ke depan dengan pandangan tak tentu arah. Ia telah merasakan yang namanya cinta, itu alasan mengapa Bruna diam saat mengetahui siapa orang yang membenci kakaknya.

Karena Bruna mencintainya. Meski tahu orang itu berniat membunuhnya dan menghancurkan hidup kakaknya, tapi ini bukan kemauan Bruna mencintai Pria bejat itu. Ini perasaannya.

Dan perasaan tumbuh tanpa memilih siapa pemiliknya dan di mana ia akan jatuh.

Karena perasaan adalah ketulusan yang hadir tanpa direncanakan.

Termasuk rasa sakit saat mencintai.

Bruna tahu betul cinta. Ia merasakannya, dan salah satu perasaan yang bersarang di hatinya saat ini adalah rasa sakit yang begitu mencekam.

Rasa sakit yang entah sampai kapan akan berakhir.

"Jika tidak bahagia namanya bukan cinta. Tapi sengsara," balas Elsa malas.

"Tergantung penilaian seseorang, tapi menurutku cinta itu kadang seperti fajar yang menghangatkan laut, atau ombak yang mengikis batu karang, parahnya lagi badai yang menenggelamkan kapal di tengah laut. Kau paham maksudku, makanya aku menyebut cinta seperti laut."

"Aku tidak akan mau memahami itu." Elsa menggeleng. "Jason!"

Laki-laki yang dipanggil Jason itu mengadah dan bangkit menghampiri Elsa. Ia sempat menatap Bruna sekilas dan kembali menatap Elsa bertanya.

"Aku akan pulang. Besok aku akan datang lagi ke sini untuk memastikan kondisi putriku," kata Elsa sembari berbalik meninggalkan Bruna dan Jason.

Sebelum Jason menyusul Elsa yang hendak pulang. Cekatan Bruna menarik lengannya, membuat Jason menghentikan langkahnya dan menoleh menatap Bruna.

"Apa kakakmu kembar indentik?"

Jason mencoba melepaskan tangan Bruna dari lengannya perlahan. "Setahuku iya," jawabnya sembari menyusul Elsa sebelum Jason dimarahi karena membuat ibunya menunggu.

===

Agak eneg, ya, kalo ngebahas soal ... ekhm, cinta;v Nanti Safir nyusul.

Oiya, Happy ied mubarak for our moslem celebration💚

With Your BodyWhere stories live. Discover now