15. SELALU MENGALAH

Start from the beginning
                                    

“Udah ada ceweknya dia. Emangnya lo gak liat? Nih si Moza.” Bisma dengan berani menarik tangan Moza membuat Chiko terus memperhatikannya secara detail.

“Udah ada pawangnya kalau si Chiko. Mendingan sama gue.” Cengir Bisma membuat Maddy terkekeh jijik.

Sorry aja nih ya. Sama cowok kaya lo sih nggak banget! Kaya nggak ada yang lain aja.”

“Lo kalau mau pegang-pegang jangan ke pacar gue dong!” Chiko protes. “Modus amat.”

“Ya elah pegang dikit doang, Ko. Gak bakal sampe lecet.” Bisma terus tersenyum jahil pada Moza membuat Chiko kurang suka dengan reaksi yang ditunjukkan Bisma pada Moza dan parahnya Moza sama sekali tidak menyangkal tangan Bisma.

“Ya udah gue mau masuk kelas dulu ya. Nggak mau ikut campur.” Moza pamit namun Chiko menarik sebelah tangannya.

“Kok masuk sih?” Chiko bertanya membuat Maddy tahu bahwa besar perhatian Chiko pada Moza meskipun mulutnya terus berkata tidak suka pada perempuan yang satu ini. “Di sini aja dulu. Temenin gue.”

Maddy melirik tidak suka pada Moza. Setelah Nency lalu ada Moza. Memang satu keluarga yang kompak.

“Enggak deh Ko. Aku masuk ke dalem kelas aja ya?!”

“Ya udah ntar pulang sekolah gue anter pulang ya Za.”

“Okee!”

Chiko akhirnya mengalah. Membiarkan perempuan itu masuk ke dalam kelasnya. Sepertinya Moza sudah lebih baik dari tadi.

Chiko tidak tahu apakah selanjutnya hubungannya dengan Moza akan tetap seperti ini atau berubah. Chiko sama sekali tidak mau menebaknya. Kalau bisa Chiko ingin tetap seperti ini. Bersama Moza.

****

Pulang sekolah telah tiba. Bel berdering mengisi kekosongan lorong membuat seluruh murid pun bersorak senang dari dalam kelas setelah mendengar bunyi surga itu. Ganang menghampirinya yang membuat Moza berhenti karena merasa namanya dipanggil.

“MOZA!” Ganang menghampiri lalu menyerahkan ponsel pada Moza. “Nih hapenya Chiko ketinggalan di laci meja gue. Lo bawa aja ya? Gue mau pulang soalnya buru-buru nih, Za. Gue gak tau Chiko ke mana tapi motornya masih ada di sekolah.”

“Oh gitu? Oke deh Nang. Makasih ya.”

Ganang tekekeh gemas dan tertawa lalu mengeleng. “Nggak usah bilang makasih lagi. Ini gak ada seberapanya. Chiko soalnya selalu baik sama gue. Cuman emang dia berengsek. Lo yang sabar sama dia ya, Za. Chiko sebenernya baik cuman mungkin lo harus lebih buat dia yakin aja.”

“Yakin gimana?”

“Nanti juga lo tau.” Ganang menepuk lengan Moza. “Semangat! Jangan murung terus. Gue pulang dulu ya, Za.”

“Okeee! Hati-hati yaa Nang!”

Ganang tersenyum kecil mendengar suara Moza. Cowok yang sudah menjauh itu hanya mengacungkan jempol kanannya tanpa menoleh lalu cepat-cepat menuju ke parkiran sekolah. Ganang juga berengsek seperti kedua temannya Chiko dan Ergo namun Ganang tahu batasan berengsek seumurannya seperti apa.

“KATANYA LO SAYANG SAMA GUE!” suara itu. Suara yang sangat dikenal Moza. Moza menoleh pada sebuah kelas kosong yang jendela dan gordennya sengaja ditutup. Ada Chiko dan Nency di dalam kelas yang membuat mengintip dari luar.

“Katanya lo suka sama gue! Tapi mana buktinya Chiko?” Moza terus menangkap suara Nency.

“Gue nggak bisa putusin Moza, Nency.” Chiko berdiri dekat papan tulis—tepat di depan Nency. “Gue gak bisa putusin dia.”

MOZACHIKOWhere stories live. Discover now