5. PARASIT

381K 31.7K 7.6K
                                    

Sore ini Chiko baru saja sampai di depan rumahnya. Sedari tadi banyak sekali pertanyaan yang muncul di benaknya dan Chiko tidak bisa menghentikannya. Perasaan bersalah karena telah berkata kasar pada Moza membuatnya terus kepikiran.

Sebentar lagi akan menjelang malam dan Chiko tidak boleh terlambat untuk sholat namun ketika ingin membuka gerbang rumahnya. Suara seorang lelaki menghentikan gerak tubuhnya.

"Siapa tuh yang lo ajak pulang bareng tadi? Cewek baru lo? Hebat juga. Baru juga masuk SMA Rajawali udah dapet cewek aja lo."

Hanya ada satu-satunya orang yang paling bersikap sinis seperti Draco di hidup Chiko. Cowok itu juga sedang berada di depan rumahnya dan sudah berganti pakaian dengan pakaian rumah.

"Jangan ganggu dia."

"Kenapa?" tanya Draco memperhatikan Chiko yang ada di depannya.

"Jangan bawa-bawa dia ke masalah lo sama gue."

"Ohh, lo udah bisa berpaling dari Zhelin?"

Mendengar nama Zhelin membuat Chiko harus terus mengontrol emosinya di tempat agar tidak sampai melukai Draco. Chiko bisa saja langsung menyerang cowok itu sekarang karena masih mengingatkannya tentang Zhelin tapi Chiko harus tetap tenang. Kalau Draco terus merecokinya lebih dari ini tentang Zhelin. Chiko tidak akan tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Bisa saja Chiko membuat cowok itu masuk rumah sakit lagi dan keluarganya akan dituduh biang kerok seperti setahun yang lalu.

"Gimana pun Zhelin itu masa lalu gue. Orang yang paling gue sayang tapi dia gak pernah mau tau itu. Gue udah ngerelain Zhelin buat lo karena dia milih lo. Apa lagi yang lo mau?"

"Gue minta sama lo. Jangan ganggu Moza."

"Oh jadi namanya Moza?" gumam Draco. "Ah gue inget. Adik kelas yang pernah gue tolongin kan tuh cewek? Cewek cupu, rambut diiket dua, cerewet dan freak. Moza yang sering sama Zetta kan?"

"Siapa yang lo bilang freak?!" suara Chiko meninggi bersamaan dengan badannya yang berbalik. Ia memperhatikan Draco. Biarpun laki-laki itu lebih tua darinya tapi Chiko tidak suka cara bicaranya. Sejak tadi Chiko tahu bahwa cowok itu sengaja menyulut emosinya.

"Siapa lagi? Ya cewek yang lo ajak pulang tadilah! Udah freak, gak cantik kaya Zhelin. Selera lo jadi turun?"

Chiko meninggalkan motornya. Laki-laki itu maju—melangkah ke rumah Draco. Sementara Draco di tempatnya sudah lama menunggu Chiko agar datang sampai ke tempatnya.

"Lo denger ya Draco. Lo sama sekali gak berhak ngehina cewek gue. Kali ini gue ampunin lo. Kalau sampe gue denger mulut lo ngehina cewek gue lagi. Gue gak bakal segan-segan ngebunuh lo di depan orangtua lo sendiri."

"Emangnya lo berani?" sebelah alis Draco naik.

Chiko mendekatkan badan tegapnya pada Draco. Kedua matanya menatap mata Draco dengan sorot nyalang.

"Kalau lo lupa gue pernah bikin lo nyaris mati di sini setahun lalu karena hampir ngelecehin Zhelin."

"Jangan macem-macem sama gue kalau lo masih betah hidup." Ancam Chiko.

****

Ketukan pintu yang terjadi berulang-ulang kali membuat lamunan Moza buyar. Perempuan itu berdiri dari kursi meja belajarnya dan dengan cepat-cepat membuka pintu kamarnya karena suara bariton yang memanggilnya dari luar.

Ketika melihat Ayahnya di depan pintu Moza langsung memeluknya membuat derai tawa terdengar di rumah yang sangat sepi itu. "AYAH!"

"Moza. Moza. Papa kan udah bilang. Panggil Papa aja biar kaya Nency."

MOZACHIKOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang