26. KASIH SEMU

301K 28.6K 13.2K
                                    

26. KASIH SEMU

Batas perbedaan antara Nency dan Moza begitu kental. Perbedaan yang sangat bertolak belakang seperti kutub magnet yang sama dan saling jauh-menjauh. Tapi, entah mengapa sekarang Chiko jadi tambah tidak tenang setelah bersikap buruk pada Moza. Seharusnya Chiko tidak terlalu keras pada Moza tapi apa mau dikata. Chiko sudah terlanjur mematahkan hati perempuan itu lagi dan lagi. Chiko baru saja sampai di kelasnya. Lelaki itu duduk di samping Ganang sambil menghela napas pendek.

Sementara Ganang sibuk mengobrol dengan Ergo membahas tentang pesepak bola dan juga tim andalan mereka yang berada di luar negeri.

“KEMARIN JUVENTUS MAINNYA JAGO JER! MANTEP BANGET!” ucap Ganang menggebu.

“JUVENTUS MULU LO, NANG! Mending nih lo bantuin gue bikin PR Bu Rai! Gue kaga ngerti!”

Ergo menyodorkan buku PR miliknya. ”Contoh soalnya yang dikasih guru gak sesuai sama yang keluar njer!” keluh Ergo.

“Makanya lu belajar di rumah! Biar gak remedi trus ada PR karena gak selesai di sekolah. Jadi gini kan akibatnya?” ceramah Ganang.

“Halah! Lo juga kan nyontek sana sini sama Chiko juga! Kalau lo sih udah pasti kaga belajar di rumah! Minjem buku aja lo sama gue, Nang!”

Astaghfirullah, Ergo...,” Ganang geleng-geleng kepala lalu mengusap dadanya, lebay. Macem Mak-Mak hampir jantungan, “Apa salah dan dosakuuu sayangg?”

ASTAGHFIRULLAH, NANG!” Ergo melotot dan menarik buku PR-nya. “BEGINI NIH KALAU LO KEBANYAKAN BARENG SAMA TUH DUA KAKAK KELAS AUTIS SI BISMA SAMA FRENGKY! MAKANYA LO JUGA JADI MAKIN AUTIS KAN?!”

“Sembarangan lo biji kedelai!” Ganang menempeleng kepala Ergo.

Ergo mengusap kepalanya lalu tertawa hingga tubuhnya berguncang. “Udah lo tanya tuh temen lo ngelamun! Pasti lagi mikirin gue tuh!”

Ganang kembali mengusap dadanya, alay. “Istighfar, Nang! Istighfar! Nyebut aja gue punya temen kaya lo, Go! Untung kaga ada bangku kosong. Kalau ada. Udah gue lemparin ke lo dari tadi!”

“Inget Nang lo masih punya banyak utang sama gue jadi jangan macem-macem,” ucap Ergo.

“Yeh, bawa-bawa utang lo! Gue gepok juga lo sini!”

Ergo tertawa, “Santai Nang! Gue bercanda!”

Chiko sedang menulis sesuatu di kertas yang ia sobek tadi lalu membuat sebuah kapal. Bosan karena malas ikutan kedua temannya. Kertas kapal-kapal buatan Chiko itu lalu ia lempar ke atas hingga kapal-kapalan itu terbang jauh dan jatuh di meja guru membuat Chiko melotot begitu Bu Rai masuk kelas.

“Mampus, gue,” gumam Chiko.

“Siang anak-anak,” sapa Bu Rai. “Kali ini Ibu mau ngebagiin buku dana BOS yang belum kalian dapet.” Bu Rai menaruh buku-buku yang ia bawa ke atas meja lalu guru itu menekuk alisnya begitu melihat kertas besar berbentuk kapal udara di atas meja.

“Siapa yang main kapal-kapalan di kelas?!” Bu Rai memandang seluruh isi kelas membuat semua murid di kelas jadi memandang Chiko tapi tidak ada yang berani menuduh.

“Kamu, Chiko?!” saat sadar dengan perhatian seluruh murid. Bu Rai bertanya pada Chiko.

“BUKAN BUU!” Chiko menepis perkataan Bu Rai. “BUKAN SAYA BU! SUWER!”

“Oh ya?” Bu Rai membuka kertas itu lalu melihat ada nama Moza Adisti di sana. “Terus ini punya siapa? Moza Adisti bukannya dia kelas X IPA 4? Dia kan gak ada di kelas ini!”

Chiko terdiam. Karena terlalu banyak memikirkan Moza jadinya cowok itu tanpa sadar mengukir nama Moza di kertas yang ia buat tadi.

“Punya Chiko tuh, Buuu! Moza kan pacarnya Chiko!” celetuk salah satu teman sekelas Chiko, Rafi. Rafi adalah salah satu fans berat Nency. Tim Jurnalistik dibidang foto-memfoto. Waktu ini cowok dengan bibir tebal itulah yang memuat foto Nency agar berada di cover majalah SMA Rajawali. Chiko tahu cowok itu tak pernah suka padanya sejak saat Chiko dan Nency tampak dekat karena Chiko sering mencari Nency dulu ke kelasnya.

MOZACHIKOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang