14. Dear Wynter

2K 392 63
                                    

Kami keluar dari gedung SMP sambil tertawa-tawa. Si ulat cantik kembali meringkuk di dalam lipatan daun yang sekarang dikantongi Wynn.

"Aduh, berapa decibel tuh jeritan Ivanka?" Wynn menggosok-gosok telinga.

"Bikin telinga berdenging, kali 100 dB. Kayak bunyi jet lepas landas." Aku tergelak lagi.

Di halaman, Wynn berhenti. "Eh, kita mau ke mana? Aku panggil Bang Tagor, ya?"

Kudorong punggungnya main-main. "Bolos dijemput sopir? Lalu seluruh sekolah dan keluargamu tahu, dan rencana kita batal bahkan sebelum dimulai!"

"Tenang, Bang Tagor enggak gitu kok. Lagian, kita mau keluar dari lingkungan sekolah, kan? Bukan cuma bolos satu atau dua jam pelajaran dengan sembunyi di atas pohon kersen atau di kolong jembatan?"

Aku menoleh cepat. "Heh? Gimana kamu ...." Dan kulihat kerlip bandel itu lagi di mata Wynn. "Ya, ya, kamu tahu karena sudah mengamatiku selama lima tahun. Belum lagi, kamu adalah Golden Boy Darmawangsa yang pasti dekat dengan guru-guru. Aku enggak heran kalau Miss Jansen sering diundang makan malam bareng keluargamu."

Wynn hanya tertawa. Mengeluarkan ponselnya dan menelepon. Wynn benar. Kami perlu kendaraan untuk keluar dari kompleks sekolah. Wynn yang perlu, sih. Setelah kejadian di pasar itu, aku tidak mau mengajaknya lompat pagar, lari lintas kebun ke jalan raya dan naik angkot. Demi rayap yang enggak pernah makan bangku sekolah, definisi bolos sudah berubah!

Sebetulnya, tanpa surat izin, siswa tidak bisa keluar kompleks. Tapi aku menduga, Wynn akan menyelesaikan masalah itu dengan mudah. Tinggal melambaikan kartu sakti.

Ternyata tidak. Sesaat sebelum mobil berhenti di depan portal dan satpam keluar dari gardu untuk menyapa Bang Tagor, Wynn buru-buru turun berjongkok di lantai mobil dan menarikku. Badanku terlalu besar untuk menyelip di antara kursi mobil. Akhirnya aku hanya menelungkup di kursi dengan tangan Wynn menekan kepalaku. Dalam posisi kurang nyaman begitu, Wynn masih sempat menempelkan jari di bibir. Di mata cokelatnya ... I swear, I will never forget them ... seperti ada pendaran kembang api di malam tahun baru. Bersemangat mengantisipasi petualangan. Dadaku seakan tertikam.

Mobil berjalan lagi dan Bang Tagor bilang aman.

Wynn tersenyum lemah. Menepuk-nepuk kepalaku dan mendorongku untuk duduk lagi. Kami sama-sama terdiam.

"Ke mana?" Bang Tagor bertanya. Aku bersyukur, suaranya mencairkan kebekuan.

"Ke rumah Nana."

Wynn bersiul. "Bolos cuma untuk pulang?"

"Lihat saja nanti." Aku meringis.

Di rumah Nana, aku suruh Wynn ganti baju dengan setelan santai. Lalu kukeluarkan sepedaku dari garasi. Ada mobil dan sepeda motor yang dulu biasa dipakai Nana. Aku bisa mengemudikan keduanya, tapi karena belum punya SIM, aku malas pakai, kecuali darurat. Sejak stroke ringan hingga pendengarannya terganggu, Nana tidak lagi mengemudi. Motor dan mobil pun menganggur. Nana mengupah orang bengkel untuk datang merawat mesin secara berkala.

Wynn menyuruh Bang Tagor pulang. Sopirnya berkeberatan. Baru setelah Wynn meyakinkan akan menelepon mamanya, Bang Tagor menurut. Wynn naik ke boncengan sepeda tanpa kusuruh dua kali.

"Berapa berat badanmu? Enteng banget. Kamu harus cukup makan," kataku, mulai mengayuh sepeda. Tujuan: Kolam pemancingan ikan Haji Husein. Letaknya di kampung sebelah. Nana sering menyuruhku beli ikan segar di situ. Aku belum pernah memancing sendiri. Tapi sambil menunggu dilayani, biasanya aku mengamati pengunjung memancing.

Sepertinya memancing itu mudah. Walau aku tahu, apa pun yang kesannya mudah biasanya jauh dari mudah. Kata Pak Haji, ulat daun pisang adalah umpan yang paling disukai ikan. Aku disuruhnya mencoba, ia menyediakan joran sewaan, tapi untukku gratis. Kalau dapat ikan, katanya, aku pun boleh bayar separuh harga saja perkilonya. Waktu itu aku menolak halus. Lain kali saja, karena Nana menunggu. Padahal aku hanya jengah dengan kebaikan Pak Haji. Lagi pula kedua putrinya bikin aku sakit kepala karena mondar-mandir terus. Pak Haji bilang, undangannya selalu terbuka. Sekarang baru kumanfaatkan. Dengan lima puluh ribu rupiah, aku bisa memberi Wynn keasyikan tersendiri, sekaligus makan siang dan malam istimewa. Kalaupun kami tidak dapat ikan, beli saja tangkapan yang sudah tersedia.

Write Me His Story (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now