Malam itu, keluarga Wynn memintaku tinggal. Tapi aku menolak. Tanpa Wynn, tempatku bukan di paviliun. Aku ingin pulang ke rumah Nana. Mereka tidak menahanku.
Nana, Dad, Mama Olive, dan si kembar berkumpul di ruang makan, sementara aku naik ke kamarku. Lampu lorong menerangi bagian dalam. Semua rapi. Tidak berantakan seperti waktu kutinggalkan. Entah kapan. Aku masuk, menyalakan lampu belajar. Sesaat terbutakan. Seseorang telah mengganti lampu dengan daya lebih besar. Mataku mengerjap pedih.
Aku mundur dan menabrak kursi. Seribu makian tumpah. Tidak membuatku lega. Kutendang kursi hingga meluncur ke pintu. Aku berteriak. Menendang lagi. Menarik lepas jas yang menyesakkan dada. Melemparkannya ke cermin lemari.
Bagaimana mungkin barang-barang di kamarku ada pada tempatnya, sementara aku sendiri kehilangan tempat? Kudorong tumpukan buku di meja hingga berjatuhan ke lantai.
Setelah itu telingaku mendengar jeritanku sendiri.
Makian.
Tangisan.
Berganti-ganti.
Tenggorokanku sakit.
Tapi dadaku mulai mengembang.
Aku melakukannya lagi. Lebih keras.
Langkah kaki di tangga.
Namaku dipanggil-panggil.
Tidak ada "Wynter Mahardika"-nya yang khas.
Aku terduduk.
Pandanganku kabur.
Kudengar suara Nana dan Dad.
Kurasakan gosokan di punggungku.
Kepalaku direngkuh ke dalam pelukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Write Me His Story (SUDAH TERBIT)
Teen FictionPenerbit Pastelbooks #Dapatkan di Mizanstore.com atau toko-toko buku terkemuka# Wynter Mahardika tidak pernah menulis buku harian. Untuk apa? Enam belas tahun hidupnya berantakan. Mum, Dad, dan ibu tiri, hanya singgah sesaat lalu membiarkannya tumb...