11. Wynn Maharesi Darmawangsa

2.6K 422 47
                                    


Sampai di paviliun, Wynn melepaskan t-shirt yang dekil oleh kotoran dari gudang dan noda darah. Banyak sekali ia mimisan tadi. Meskipun begitu, ia tetap tenang. Menerima tisu dari Hya untuk menyumbat hidung. Tapi tisu tidak menghentikan darah, yang kemudian menetes melalui jemarinya. Aku yang panik. Menelepon Bang Tagor, memintanya tancap gas. Sementara itu, Hya tiba-tiba lari meninggalkan kami. Aku begitu kaget dan sekarung shiitake pun tak cukup mewakili kegeramanku. Cewek itu menyeberang jalan, naik ke pagar besi sanggar yang sudah terkunci. Melompat ke halaman dan menghilang ke balik gedung. Marahku berganti heran. Kupikir, Hya sudah gila karena melihat darah.

"Kamu berprasangka buruk pada Hya tadi!" kata Wynn, berbalik dan memandangku sambil tertawa.

Ya, aku akui. Tapi bagaimana aku tahu niat Hya mengambil daun sirih yang tumbuh di halaman belakang sanggar? Hya kabur begitu saja tanpa pamit. Lalu muncul lagi dengan dramatis. Roknya robek tersangkut pagar saat melompat keluar. Di tangannya tergenggam setumpuk daun sirih. Setelah dicuci dengan sisa air mineral, dua lembar daun dilintingnya untuk menyumbat hidung Wynn. Mimisan pun reda.

"Aku lega Hya bisa cepat pulih dari paniknya. Nyasar itu big deal buat Hya, Wynter."

Kali ini, aku mencebik sinis. Memang big deal. Cewek mana sih yang enggak pernah nyasar? Tapi Wynn enggak memperpanjang topik. Ia masuk kamar mandi. Terdengar siulannya menyenandungkan This is My Fight Song di tengah bunyi guyuran shower. Aku pergi ke kamar mandi satu lagi untuk membersihkan diri. Bukan cuma kotor, rasanya seperti habis guling-guling di kandang kerbau ... ugh!

Di jalan pulang tadi, Wynn juga saling ledek dengan Hya tentang badan siapa yang paling bau. Bang Tagor sepertinya sudah sangat maklum dengan kondisi dan tabiat tuan mudanya, jadi tanpa banyak bertanya, ia mengantarkan Hya pulang lebih dulu, lalu membawa kami kembali ke paviliun. Tak ada yang ingat untuk mampir ke rumah Nana. Belakangan aku sadar, tak ada baju ganti dan seragam buat besok. Kalau buku-buku aman, karena aku menyimpannya di loker.

Begitu kami sampai, Bunda Sarah datang untuk memeriksa putranya. Sikapnya tenang. Ia menyapaku ramah. Aku hanya mengucapkan selamat malam dan beringsut menjauh. Kudengar wanita cantik yang berpenampilan sederhana itu menasihati Wynn agar lebih berhati-hati. Tidak menyalahkan siapa pun. Kemudian, ia meminta kami ikut makan malam di rumah utama, tentunya setelah bersih-bersih.

Jadi, begitulah. Setelah mandi, aku memakai baju pinjaman milik salah satu kakak Wynn, karena baju Wynn kesempitan untukku. Kami berjalan melalui koridor beratap menuju rumah utama. Selain Mama Wynn, ada tiga orang lelaki duduk mengelilingi meja makan panjang dengan enam kursi. Wynn memperkenalkanku kepada mereka. Dugaanku benar, yang paruh baya itu Papa Wynn, Pak Darmawangsa Jr. Di seberangnya, Enver si kakak pertama, dan Aryan yang biasa dipanggil Ryan, si kakak kedua. Enver dan Wynn tampak mirip, mewarisi kehalusan mama mereka. Sementara Ryan lebih mirip Pak Darma.

Mama Wynn memintaku memanggilnya Bunda Sarah. Ia bilang, ini kesempatan langka mereka sekeluarga bisa berkumpul lengkap. Biasanya, Bang Enver, sebagai dokter muda, bertugas di pedalaman Kalimantan. Dan Bang Ryan, masih kuliah semester ke-5 di Singapura. (Ngomong-ngomong, baju yang kupakai jelas milik Bang Ryan, karena ia menatap t-shirtku dan tertawa) Tidak seperti Bang Enver dan Wynn, Bang Ryan sangat santai, menjurus urakan. Sebentar saja ia sudah membanjiri telingaku dengan humor-humor konyol ala mahasiswa perantauan. Tapi karena itu, makan malam terasa akrab.

Namun, tiba-tiba saja aku berpikir, kursi yang kududuki ini seharusnya diisi kakak Wynn yang sudah meninggal. Sekilas, aku melihat fotonya di ruang duduk. Perempuan. Lalu aku menoleh kepada Wynn di sampingku, mendadak merasa tertekan. Kursi itu akan kosong pula. Lalu foto Wynn akan dipajang di samping foto kakak perempuan dan kakeknya. Tak ada yang bisa menggantikannya. Jadi, gimana mungkin keluarga ini masih bisa tertawa-tawa sekarang?

Write Me His Story (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now