32. Stop the Pain

3.5K 797 154
                                    

Kuperbaiki posisi dudukku. Satu tangan Wynn masih menekan bahuku agar aku tidak lari lagi. Tangan lainnya menggerakkan mouse untuk meng-klik tombol call. "Siap! Tiga, dua ...."

"Wynn, Tunggu!" Hya tergopoh-gopoh mendekat, mengacungkan sisir. Tanpa aba-aba, ia menyisiri rambutku. Telapak tangannya hangat memegangi jidatku, mengirimkan desir hingga ke tulang punggung. "Rambutmu tebal dan enggak bisa diatur. Jadinya berantakan melulu. Harus pakai gel biar diam. Ish! Jangan gerak dulu dong."

Kepalaku kena jitak sisir. Aku meringis sambil mengusap kepala. Hya menepis tanganku. Aku pun pasrah. Wynn menyodorkan ponsel yang difungsikan sebagai cermin. Wajahku memerah. Mata gelisah. Wynn mengacungkan jempol. Begitu saja mengklik mouse. Calling Collin ... aku tidak bisa lagi membatalkan aksi mereka. Berharap Collin mendadak harus pergi.

Seorang lelaki berusia 40 tahunan, berambut dan bercambang pirang, muncul di layar. Mata hijaunya membelalak. "Wow, is that you, Wynter?" Collin membuka percakapan dengan kekagetan begitu kentara. Ya, tentu saja ini aku. Siapa lagi? Aku memberengut. Hya dan Wynn langsung memberi isyarat dengan menarik ujung bibir masing-masing ke atas. Senyum!

Aku tersenyum kaku. "Yeah. It's me. It's been eight years. How are you? Where's Mum? Can I talk to her? Right now? And how's Summer? I want to see her.... I—"

"Wynter, slow down, please. Let me explain everything." Collin mengusap rambutnya, gugup. Menghela napas dalam-dalam. "Your Dad owes me big time for this. I thought he took care of this matter with you."

Collin menyuruhku tenang. Ia mau menjelaskan semuanya. Ia mengira Dad sudah mengurus itu. Jadi, Dad berutang besar pada Collin dalam hal ini. Ya, betul, tagihlah beserta bunganya. Pakai debt collector yang lebih galak dari Dad sendiri, persenjatai dengan bazooka!

Kemudian Collin berbicara cepat. Aksennya Irlandia. Bloody ghost! Dialek Londoner orisinal saja sudah jauh dari telingaku. Untungnya, Collin bicara sistematis. Jadi, aku bisa menangkap poin-poin pentingnya. Sampai pembicaraan selesai, emosiku belum terpicu. Aku masih tertegun-tegun. Fakta yang harus kucerna adalah:

1. Selama 8 tahun ini, Mum keluar masuk rumah sakit untuk perawatan mental. Ia menderita depresi. Gejala gangguan psikis sudah ada sejak masih gadis. Depresi Mum semakin parah setelah menikah dengan Dad, walau Collin bilang, penyebabnya bukan sepenuhnya Dad.

2. Melahirkan aku bagai memegang pisau bagi Mum. Sisi tumpulnya membuat ia merasa bahagia dan lengkap sebagai seorang ibu. Sejalan waktu, mata pisau yang tajam lebih banyak melukai. Mum tidak membenciku. Tapi melihatku selalu menimbulkan rasa bersalah, ketidakberdayaan, dan ketakutan. Depresi membuat emosi-emosi itu lebih tajam ratusan kali dibanding yang dirasakan orang normal. Itu sebabnya Mum mengirimku ke Indonesia. Mum takut kehilangan kendali dan melakukan sesuatu yang membahayakan aku.

3. Mengurus rumah tangga dengan Collin dan membesarkan Summer, membuat Mum "sembuh". Tapi keadaannya labil dan rentan. Apa pun yang mengingatkannya pada Dad akan membuat Mum terpuruk lagi. Dan apa pun yang mengingatkannya padaku akan membuatnya putus asa. Mum benar-benar menyesal telah melepaskan aku, ingin bertemu denganku, tapi di saat yang sama, ia ketakutan dan ingin menghindar dariku sejauh-jauhnya.

4. Atas saran psikiaternya, Mum sebaiknya tidak bertemu dulu denganku. Sampai aku dewasa, bisa memahami situasinya, dan bisa diajak kerja sama dalam perawatan. Collin dan Dad selama ini sepakat menjauhkan aku demi Mum. Demi aku sendiri juga, agar tidak terluka dengan sikap Mum yang tidak kupahami. Collin percaya, aku ada di tangan yang baik. Karena Dad adalah ayahku. Seharusnya Dad bisa memberiku penjelasan pelan-pelan, sesusai tingkat pemahamanku. Itu sebabnya Collin sangat terkejut waktu Dad mengaku, tidak pernah memberitahu aku apa pun, dengan alasan, belum waktunya.

Write Me His Story (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang