Bag.10

75 10 2
                                        

Siapa yang dapat menebak hari esok?. Tiada salahnya berharap untuk hari esok tapi jangan kecewa bila tak seperti apa yang kau inginkan. Kita juga tidak bisa memilih siapa yang tetap tinggal dan siapa yang akan pergi dari hidup kita. Terkadang mereka pergi begitu saja tanpa meninggalkan sebuah pesan, seketika hilang dari hidup kita. Hanya derai air mata yang akan menjelaskan kondisi hatimu kala tiba waktunya mereka pergi.

Re dan Nessa masih berada di tempat yang sama. Re tidak pergi. Namun, bukan berarti Re memilih tetap tinggal. Nessa tidak menahan Re untuk tetap berada di sisinya. Nessa hanya diam tanpa berusaha merubah keadaan. Hanya mengamati alur yang terjadi.

Pagi ini masih seperti pagi-pagi sebelumnya. Jalan raya yang dipadati kendaraan bermotor entah itu angkutan umum maupun kendaraan pribadi, asap kendaraan yang mengganggu indera penciuman, buunyi klakson yang memekakkan telinga. Demikianlah situasi di Ibu Kota pada jam-jam sibuk.
Kali ini ia diantar oleh Ayahnya. Sepanjang perjalanan banyak sekali yang mereka bicarakan. Mulai dari hal-hal kecil sampai berargumen mengenai berita politik yang mereka dengar melalui radio. Ketika Nessa sedang bersama Ayahnya, ada saja yang mereka bicarakan. Ayahnya juga tak pernah bosan menceritakan kegigihannya pada masa lalu yang Beliau alami. Nasihat-nasihat untuk menyikapi kehidupan yang keras ini selalu terselip di setiap ceritanya.
Mobil yang mereka tumpangi sudah hampir dekat dengan SMA Tunas Bangsa saat Re menyalip mereka. Ayah Nessa yang mengenali Re meski posisinya mereka berada di belakangnya lantas menanyakan sebuah pertanyaan sederhana yang sulit untuk Nessa jawab, " Itu Re, kan? Kok kelihatannya Re udah jarang main ke rumah ya?"
Nessa masih diam, tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ayahnya, "Kalian berantem?" tanya Ayah.
"Eh? Enggak kok, Yah." Ujar Nessa mengelak.
" Yang bener?"
"Emang bener kok. Jadi gini, Yah. Re itu kan kelas 12, terus dia ikutan bimbel gitu buat persiapan Ujian. Makanya jadi jarang main." Jelas Nessa berbohong.
"Ohh gitu, bagus deh. Ayah kira kalian lagi berantem." Ujar Ayah Nessa sambil menghentikan mobilnya tepat di depan pintu gerbang SMA Tunas Bangsa.
"Nessa Sekolah dulu ya, Yah." Pamit Nessa sambil mencium tangan Ayahnya.
"Belajar yang serius."
"Siap Yahh... Ayah hati-hati di jalan." Ujar Nessa saat turun dari mobil kemudian melambaikan tangan. Ayah hanya tersenyum lantas melaju meninggalkan SMA Tunas Bangsa.
Lambat laun masalah pertengkaran Re dan Rama tak lagi menjadi buah bibir, api yang sebelumnya menyala berkobaran menyusut dengan sendirinya. Tapi bukan berarti masalah itu selesai. Nessa tak lagi menjadi pusat perhatian. Nessa kembali mejadi Nessa yang dulu, nyaris tak terlihat. Sama seperti saat sebelum orang-orang menyadari kedekatannya dengan Re.
"Nessaaaa!!! Akhirnya lo dateng juga." Sabut Gita dengan suara cemprengnya saat melihat Nessa memasuki ruang kelas mereka.
"kenapa?" tanya Nessa.
"Gue dateng kepagian,dari tadi gue gabut banget sumpah."
"Emang kalo ada gue ngaruh, gitu? Biasanya juga lo asik sendiri streaming Drama Korea. Terus gue dianggurin deh" cibir Nessa.
"Lagi ngirit kuota nih gue." rengek Gita.
"Gaya lo." Ujar Nessa sembari mengeluarkan novel dari dalam tasnya. Kini giliran Gita yang dicuekin karena Nessa sudah menyelami alur dari novel yang ia baca.
"Ness." Panggil Gita.
"Hm." Ujar Nessa yang tampak tidak tertarik dengan ucapan Gita.
"Gue heran deh sama lo." ujar Gita, membuat Nessa berpaling dari novelnya.
"Heran kenapa?"
"Kenapa lo bisa ditawarin untuk gabung OSIS periode yang akan datang? Sedangkan temen-temen kita yang minat gabung aja masih harus diseleksi dulu."
"Itu ada seleksinya?" ujar Nessa yang malah balik bertanya.
"Iyalah, ketahuan nih lo nggak pernah baca mading."
"Sumpah gue nggak tau."
"Iya, serius. Pendaftaran calon pengurus OSIS periode yang baru itu udah dibuka sekitar 3 mingguan ini."
"Gataulah, gue juga bingung tiba-tiba Kak Tama nawarin ke gue gitu aja."
Bel tanda masuk terdengar di seluruh penjuru SMA Tunas Bangsa. Siswa-siswa bergegas memasuki kelas masing-masing. Suasana kelas menjadi ramai. Semuanya sudah berada di dalam.  Ada yang sibuk menyalin jawaban PR dari teman, ada yang masih bergosip ria. Begitulah kondisi kelas setiap pagi jika gurunya belum ke kelas. Jika bel masuk sudah berbunyi, mereka akan reflek ke kelas masing-masing karena guru BP pasti akan berkeliling ke seluruh penjuru Sekolah. Tidak peduli akan membuat keributan di dalam kelas, yang penting siswanya tidak berkeliaran di luar kelas.
Hanya ada satu kursi yang kosong di kelas Nessa. Entah di mana sang pemiliknya hingga saat ini tak kunjung terlihat batang hidungnya. Beberapa langkah langi, Bu Widya –Guru Bahasa Inggris— akan tiba di kelas X B. Namun, Mario masih belum ada tanda-tanda dia akan datang. Entah sejak kapan Nessa peduli akan hal itu.
"Mario belum dateng juga." celetuk Gita.
"Baru aja gue mau nanya." Batin Nessa.
"Lo lupa kalo dia hobi telat?" kata-kata itulah yang keluar dari mulut Nessa.
Tibalah waktunya mengabsen. Bu Widya memanggil satu persatu murid kelas XB. Saat nama Mario di sebut, tak ada yang menyahut. Bu Widya pun sudah hafal dengan tabiat si Mario. Kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasa.
Tak terasa dua jam pelajaran tlah berakhir, Bu Widya meniggalkan ruang kelas sedangkan Pak Wisnu—guru Seni Musik—sudah berada di depan kelas Nessa. Musik adalah salah satu mata pelajaran favorite Nessa. Sejak kecil Nessa mengikuti les musik, ia mahir memainkan beberapa alat musik. Namun, di kelasnya masih berupa materi belum masuk ke praktik. Nessa sudah sangat menantikan hal itu.
Handphone Nessa bergetar tanda ada pesan masuk. Ternyata Mario yang mengirim pesan whatsApp ke padanya.
"Dasar nggak niat Sekolah." Gerutu Nessa.
"Siapa Ness?" ujar Gita menaggapi.

I'm not a nerdDove le storie prendono vita. Scoprilo ora