Rama berjalan ke arah balkon. Hujan deras turun sore itu, suara gemericik air hujan selalu menjadi suara favorit baginya. Rama menggosokkan kedua tangan, menghalau rasa dingin yang menusuk tulang. Jika sedang termenung seperti ini, Rama selalu teringat pada sesuatu, atau lebih tepatnya seseorang. Seseorang yang dulu selalu memarahinya ketika ia pulang sekolah atau pulang bermain dalam keadaan basah kuyup.
Sosok ibu yang sejak dulu ia rindukan, sejak proses perceraian kedua orang tuanya, Rama tak pernah sekalipun bertemu dengannya. Saat itu Rama tengah berusia 7 tahun, dan Ibunya berjanji akan selalu menelponnya, Namun pada kenyataannya hingga saat ini ia tak pernah menerima telpon dari Ibunya, entah di mana keberadaannya.
Tak berapa lama , ponsel Rama berdering. Hal itu jelas membuat Rama terusik karena ia tak pernah henti-hentinya berharap Ibunya yang menelpon.
"Rama! Lo udah anterin tas Nessa ke rumahnya 'kan?" Tanpa basa-basi cowok di seberang sana langsung to the point menanyakan hal tersebut.
"Dasar sableng, basa-basi dulu apa susahnya sih? Main nerocos aja. Iya2, santai aja tadi udah gue anterin kok."
"Oke, kalo gitu. Thanks." Klik. Re langsung memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
"Buseet, untung lo temen gue, Re." gerutu Rama.
#####
Cahaya terik matahari di sore itu cukup membuat semua orang ingin pulang ke rumah, termasuk Nessa dan Re. Mereka tengah menyusuri koridor Sekolah menuju pelataran parkir. Re sudah duduk di jok motornya, lalu mulai menyalakan mesin. "Buruan naik! Entar keburu gelap!" Tangan Re menarik lengan Nessa.
"Perasaan masih terang gini. Eh tumben ya Re, udah sesore ini mataharinya masih terik, padahal akhir-akhir ini kan sering hujan."
"Hujan protes, sekarang terang masih aja protes. Lo maunya apa sih Ness?"
"Heran aja, nggak biasanya gini."
"Yaudah sih, terima aja. Kita itu tugasnya cuma bersyukur sama apa yg Tuhan kasih ke kita"
"Eh Buseeet. Kesambet apaan lo ?"Nessa tercengang dengan perkataan Re.
"Udah, nggak usah bawel. Buruan Naik! Atau lo mau pulang naik angkot."
"Big no!!" Lantas Nessa langsung naik ke motor Re.
Deru suara motor Re mengiringi perjalannan mereka membelah jalanan Ibukota. Mereka hanya diam, hingga Nessa teringat sesuatu.
"Re!!" Teriaknya
"Apa?"
"Kata lo kemaren Kak Bella bakalan nyamperin gue?"
"Dia nggak bakal berani." Ujar Re
"Maksud lo?"
"Ya semuanya udah clear . Gue udah tegasin ke dia kalo gue sama sekali nggak ada perasaan apapun ke dia. Gue juga udah peringatin dia untuk nggak macem-macem sama lo."
"Lo ngancem dia?"
"Ya semacam itulah. Ngomong-ngomong sampe kapan lo mau nangkring di motor gue." Tanpa sadar mereka telah sampai di depan rumah Nessa.
"Eh, udah sampe ternyata." Kemudian Nessa turun.
"Gue balik ya." Pamit Re.
"Lo nggak mampir dulu? Ayah udah pulang tuh. Ntar pasti Ayah nanyain lo."
"Lain kali deh, gue udah janji nih sama Oma mau nemenin ke butik."
"Yaudah lain kali aja nggak papa."
YOU ARE READING
I'm not a nerd
Teen FictionBegitu banyak cerita masa lalu yang sulit ditinggalkan, sangat berat untuk dilupakan. Hingga membuatnya kehilangan keramah tamahannya dalam bergaul dan lebih menutup diri. Tidak ada lagi Al yang supel, periang dan bawel. Bibirnya tak lagi sering men...
