"Tunangan?! Apa maksudmu sebenarnya?!" Radit melihat mata abu itu tanpa berkedip. Berusaha mencari kebenaran yang ada di sana. Dan ia menemukan. Rasa sedih dan kecewa yang berbinar di mata itu.
"Aku bertemu tadi dengan seorang wanita. Tampak cantik dan mahal." Selina berdesis. Menelan pahit kenyataan, kemudian melanjutkan perkataannya.
"Dia menatap benci padaku. Berkata bahwa aku merebutmu. Merebut tunangannya. Dan aku melihat semua itu. Dirimu dan dirinya dengan malam-malam panas seperti yang kamu lakukan padaku."
Suaranya kini sedikit bergetar. Berusaha menerimafakta yang ada dengan tidak menatap Radit. Ya. Selina memutuskan untuk mengalihkan pandangan. Menolak melihat kebenaran yang ada.
Membuat pria itu menyapu kasar wajahnya. Memegang erat kedua bahu Selina. Memaksa wanita itu untuk menatapnya.
"Lihat aku, Selina! Demi Tuhan, aku tidak pernah bertunangan dengan Adis. Aku akui aku memang melakukan hal itu bersamanya. Tapi, bukan karena menyukainya. Hanya karena sekedar pelampiasan. Itu saja."
Adis. Jadi nama wanita itu Adis.
Mata bulat yang telah menahan tangis itu kembali melihat. Menoleh ke arah Radit. Menjawab dalam ketidak berdayaan.
"Lalu aku? Apa kamu juga membeliku? Lagipula kamu membayarku sekarang ini, bukan?"
Seulas senyum tertarik di wajah manis tersebut. Bukan senyum yang Radit inginkan. Senyum terpaksa yang tampak miris itu adalah jenis senyum yang paling dibenci Radit. Senyum sama saat Maria bersamanya. Senyum sama saat Maria tertekan untuk menjalani hubungan dengannya.
"Aku tidak pernah sekali pun ingin mempermainkan dirimu. Hanya kamu, Selina. Aku hanya menyukaimu seorang."
"Kalau begitu buktikan. Buktikan rasa sukamu itu dan buat aku lupa akan ingatan malammu bersama wanita itu!"
"Lihat aku. Lihat aku, Selina. Sekarang akan aku tunjukkan bahwa aku membutuhkanmu," pinta Radit dengan sungguh-sungguh.
Dan satu kalimat itu mengakhiri semuanya. Lewat ciuman Radit yang begitu dalam, pria itu seolah ingin menghapus segala ragu dalam hati Selina. Membuat Selina tanpa sadar mencengkeram kepala Radit dan menariknya lebih dalam.
Selina menginginkan Radit. Ia butuh pria itu di sisinya sampai kapan pun. Membutuhkan pria itu untuk mengisi rasa kosong dalam hatinya.
Radit menguasai bibir wanita itu. Semakin menggoda dan intim, berusaha menekan dan merasuk dalam diri Selina dengan cara selembut mungkin.
"Hmm..." satu desah itu menjadi bukti atas penaklukan Radit di seluruh tubuhnya. Selina sudah lemas. Bersandar sepenuhnya pada Radit, kemudian pria itu melingkarkan lengan pada sekitaran pinggul Selina. Mengangkat tubuh wanita itu untuk naik melewati tangga.
"Dimana? Dimana kamarmu, sayang?" Radit berkata di antara napasnya yang memburu. Selina mencoba menjawab. Namun, tak mampu karena sensasi intim yang masih tertinggal, dan akhirnya hanya menunjuk asal salah satu pintu yang tertutup.
Maka, pria itu kembali mencium. Menempelkan bibirnya serta merapatkan kejantanan yang sudah mulai mengeras. Dengan langkah terburu, ia berusaha membuka kamar yang ditunjuk. Masuk. Lalu merebahkan wanita itu di atas kasur.
Selina menatap. Sementara Radit mengecup. Mulai dari dahi, hidung, pipi, hingga kembali pada bibirnya yang mulai membengkak. Membuat tubuh wanita itu bergeliat. Menahan panas, gairah, dan sensasi nikmat yang semakin terasa.
Bukan hanya Selina. Namun, Radit juga telah terjerembap dalam api yang ia buat sendiri.
*****
Jangan lengah
Karena masa depan terus berubah
Dan masa lalu akan datang menghantui
******
Yuhuu!
Bab 26 up yaa
Jangan lupa vote, follow, sama komentar
-XOXO
KAMU SEDANG MEMBACA
[End] Behind The Color
Romance[Romance - 18+] Follow dulu, baru dibaca. -Damara Selina Handoko- Wanita cantik yang bagai bulan Aku tidak ingin melihat. Tidak pula ingin bernapas dan hidup. Tapi tuhan memaksa. Membuat diriku kembali berjalan dalam bara neraka. Terlebih saat aku...