Bukan Sepatu Kaca

735 55 0
                                    

Giana duduk sambil memperhatikan Frederik yang sedang mejelaskan konsep rancangan gaun nya yang akan dikenakan untuk edisi imlek beauty. Pandangan giana sesekali tertuju pada handphoenya yang menampakkan sebuah aplikasi pemesanan tiket. Sesekali giana meneguk Americano nya dengan gusar,  tangannya mengetuk-ngetuk di atas iPad yang dari tadi menampilkan slide presentasi frederik.
Untung saja presentasi frederik hanya memakan waktu dua jam karena beauty dan frederik sudah beberapa kali bekerja sama jadi sudah tidak ada keraguan lagi untuk menandatangani persetujuan kerja sama mereka.

"Kalo lo kangen samperin dong abang sean lo itu nanti disana dia kecantol sama kembang desa lagi"dave menubruk lengan gia dengan sengaja sambil berlalu dengan tawa yang tidak henti terdengar sepanjang lorong kantor.

Giana langsung memesan tiket pesawat ke Semarang detik itu juga disaat hatinya sudah mantab ingin menemui sean dan menjelaskan pada lelaki itu mengenai perasaannya selama ini. Untung saja miss Clara dengan senang hati memberikannya izin untuk cuti karena giana menceritakan kalau neneknya sean sedang sakit. Dengan bekal secarik kertas yang diberikan dave yang memuat alamat nenek sean dengan lengkap,  giana memantapkan hatinya untuk memberikan sean kesempatan, bahkan kali ini giana yakin pria itu memiliki arti khusus di hidupnya dan penyangkalan giana selama ini hanya karena ketakutan dia untuk mencintai dan dicintai oleh sean.

Saat sudah menginjakkan kaki di Ahmad Yani International Airport,  giana langsung mencari kontak sean di phonebook nya dan dalam sekali panggilan sean menjawab dengan suara parau khas orang bangun tidur. 

"Kenapa sih telfon pagi-pagi"sean melihat handphone nya yang masih menunjukkan pukul 1 siang.
"Ini udah siang ya Mr. Olivier matahari udah diatas ubun-ubun bahkan"giana tersenyum pada supir taksi yang dia temui di depan bandara.
"Bisa gak sih lo Kasih gue waktu libur Miss Giana Putri Pertiwi"sean ngedumel sambil mengacak-acak rambutnya.
Giana masuk ke dalam taksi kemudian memberikan secarik kertas yang dia dapat dari dave itu ke supir taksi sang sopir langsung mengangguk.
"No,  sebagai tunangan dari giana Putri pertiwi nggak bisa nih bangun siang,  malas-malasan an,  lo lupa apa yang lo dan gue lakuim itu semua jadi konsumsi publik sean"giana masih berbicara dengan nada bossy.
"Bawel banget sih gi, nyesel gue nyalain handphone..  "Sean meletakkan handphone nya di nakas di dekat wastafel kemudian dia membasuh wajahnya.
"Oh jadi gini ya sifat asli lo, hobi ngedumel..  "Giana tersenyum sambil membayangkan ekspresi wajah sean yang sedang kesel.
"Bodo amat!  Gue berlaku apapun juga gak pernah dihargain sama lo,  lo aja anggap gue homo ngapain gue harus bersikap manis sama lo,  BYE "
Sambungan telfon terputus,  giana hanya bisa tersenyum mendengar pernyataan terakhir sean.

Taxi yang giana tumpangi memasuki sebuah rumah dengan halaman yang super luas untuk ukuran rumah di desa, bangunannya sangat kental dengan gaya bagunan zaman dulu tapi dipadukan dengan gaya modern, giana menatap kagum pada rumah didepannya ini,  dia membayangkan betapa hebat nya papah sean dulu bisa merancang rumah dengan sangat Indah, pantas saja sean begitu hebat buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya .

"Cari siapa toh non cantik"sebuah suara tiba-tiba muncul dari arah belakang punggung giana.
Giana berbalik mendapati dirinya sedang ditatap dari ujung kaki hingga ujung kepala oleh ibu-ibu yang giana tebak pasti ibu ini sudah berumur 70 tahun.
"Saya,  temannya sean bu,  sean nya ada? "Giana tersenyum ramah.
Perempuan itu tampak berfikir ."maksud non den vier? "
"Iya..  Oliver seandra "giana mengangguk.
"Oh sebentar ya saya panggilkan den vier,  ikut saya masuk aja non"
Giana mengikuti langkah ibu itu yang nampak lincah berjalan padahal dia mengenakan kain tradisional batik lengkap dengan kebaya nya.
"Duduk dulu aja non,  den vier biasanya jam segini belum bangun"
Giana duduk di sebuah kursi rotan yang dia perkiraan sudah berumur puluhan tahun .Tatapan giana tertuju pada foto keluarga sean,disana terlihat wajah sean yang masih sangat polos sambil memegang boneka teddy bear nya. Giana kagum melihat papah dan mamah sean yang sangat tampan dan cantik pantas saja anak mereka memiliki wajah yang sempurna.

Philophobia ( Complete )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang