TIDAK ADIL (Sudah Revisi)

Start from the beginning
                                    

Dua hari yang lalu, Azril langsung bergegas menuju rumah sakit saat ia mendapat kabar bahwa Azka siuman. Terdengar gila memang, ia rela meninggalkan rapat bersama investor yang bertempat di salah satu hotel daerah ibu kota. Ia rela membatalkan rapat itu hanya demi melihat keadaan Azka. Namun naas, Azka masih belum siap untuk menerima kenyataan. Ia menolak semua perawat maupun dokter yang berniat untuk memeriksanya.

Siang ini, Azril berencana untuk menjenguk Azka. Entah mendapatkan bisikan dari mana, kali ini Azril membawa sebuket bunga tulip berwarna ungu dan sekotak coklat rasa mint. Ia sangat hafal bahwa gadis itu menyukai coklat rasa mint.

"Kak Ariq! Kak Ariq bawa pesenan Hasna kan?" Hasna berlari-lari kecil menghampiri Ariq yang berdiri di ambang pintu.

"Pesenan yang mana?" Ariq pura-pura tak mengerti dengan maksud Hasna.

"Itu loh kak, coklat yang di beli sama bunda Riska." Hasna mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Emang bunda ngomong gitu? Kapan?" Ariq terus saja berpura-pura. Ia akan sangat senang sekali bila melihat wajah sebal Azka.

"Hih! Kan bunda Riska udah janji mau beliin Hasna coklat mint dari bandung. Masa kak Ariq lupa sih." Hasna merajuk sebal.

"Hahaha! Iya-iya. Nih coklatnya." Ariq tertawa puas melihat wajah sebal Hasna. Ariq menyodorkan kantong plastik berisi coklat mint kepada Hasna. Tanpa ragu, Hasna langsung menyerobot kantung plastik itu dengan mata berbinar.

"Besok lagi kalau kamu mau ngambek, jangan lupa sediain karet gelang. Lumayan kan, bibir kamu bisa di kuncir." Ledek Ariq.

"Kak Ariq!" Teriakan Hasna membahana ke seluruh penjuru rumah. Ariq langsung berlari menghindar saat Hasna bersiap akan menjambaknya. Ia berlari sembari memegangi perutnya yang terasa sakit karena terlalu banyak tertawa.

Azril tersenyum singkat mengingat peristiwa 19 tahun silam. Dulu, dirinya dan Azka sangat dekat sekali. Bahkan dulu mereka berjanji akan menjadi sepasang sahabat selamanya. Namun, lagi dan lagi janji itu hanyalah sebuah janji palsu.

Azril berdiri di depan pintu dengan perasaan ragu. Ia masih ragu, apakah Azka akan menerima kedatangannya. Dua hari yang lalu, Azka bahkan menolak mentah-mentah kedatangannya. Lalu apa kabar dirinya sekarang? Mungkin ia akan di lemparkan keluar jendela karena nekat ingin bertemu.

"Assalamu'alaikum." Azril menggigit bibirnya. Ia khawatir bila gadis itu akan marah besar karena kedatangannya.

"Wa'alaikumussalam." Jawab salah satu suara yang ada di dalam kamar. Pintu kamar berdecit menandakan si empunya kamar membuka pintu.

"Loh Azril! Kamu ngapain kesini? Bukannya jadwal check up kamu masih besok pagi?" Tanya Ridwan. Ia sedikit terkejut dengan kehadiran Azril.

"Hah! Eh, Azril datang kesini ingin menjenguk Azka, kak." Terang Azril. Ridwan mengerutkan keningnya, namun seditik kemudian ekspresinya berubah menjadi normal lagi.

"Oh, yaudah. Silahkan masuk! Itu azkanya ada di dalam." seru Ridwan mempersilahkan masuk.
Azril melangkahkan kakinya memasuki kamar Azka. Gadis itu tengah melamun. Entah apa yang membuat gadis itu melamun, namun pikirannya nampak kosong. Azril meletakkan buket mawar merah dan coklat mintnya ke atas nakas.

Azril berdiri terpaku di samping nakas. Ia tak berani melangkah walau sesentipun untuk mendekati Azka. Rasa gugupnya lebih mendominasi dirinya. 'Deketin, enggak. Deketin, enggak. Ah! Ini lebih susah dari pada ngehafalin sistem periodik waktu SMA.' Batin Azril. 'Deketin aja deh. Kalau dia mau cakar ataupun jambak gue, gue siap.' Tambahnya. Azril melangkahkan kaki ragu, ia merasa bimbang, ia takut kalau saja Azka memang benar-benar mencakar dan menjambaknya. 'Masa cowok takut sama cewek cuma gara-gara takut di cakar.' Hatinya berteriak menyemangati. Azril menghembuskan nafas pasrah. Dia akan menyapa gadis itu, hanya menyapa. Tidak lebih.

Azka (END)Where stories live. Discover now