Part 33

3K 178 3
                                    


Sebuah mobil bewarna biru berhenti tepat di depan pagar rumah Langit dan Bumi. Pintu mobil terbuka. Seorang pria berusia sekitar empat puluh tahunan dengan setelan kemeja biru laut pendek dan celana panjang hitam polos turun dari mobil. Ia amati rumah di hadapannya yang tampak tak berubah sejak kedatangannya yang terakhir dulu.

Ia genggam pintu pagar yang dikunci rapat. Seperti tak ada orang di dalam rumah. Lantas, pada kemana penghuni rumah ini?

Pria itu merogoh saku celananya. Ia ambil handphone dan mencari sebuah nomor dengan contact name Bumi. Dicobanya untuk menghubungi nomor itu. Ah, bahkan nomor yang dihubunginya kini tidak aktif.

"Ini orang pada kemana sih?" dengus pria itu kesal.

Seorang wanita tua berkerudung ungu dengan membawa tas belanjaan menghampiri pria yang tampak bingung itu."

"Nggoleki sing duwe omah iki, Mas?" tanya wanita itu.

Pria itu mengerutkan alis sejenak. Ia tak begitu paham Bahasa Jawa. Namun, ia tahu apa maksud wanita itu.

"Iya, saya sedang cari pemilik rumah ini. Tapi sepertinya tak ada orang, ya?"

"Jelas saja tidak ada orang. Mereka semua sekarang lagi di rumah sakit," terang wanita itu.

Pria itu terperanjat, "Rumah sakit? Memangnya siapa yang sakit?" tanya pria itu. Tampaknya ia sangat bingung.

"Lho? Ndak tahu, ya?" wanita itu mendekatkan tubuhnya, "Anak pemilik rumah ini sedang dirawat di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Anaknya yang namanya Langit katanya sakit jantung dan koma. Sedangkan si Bumi mengalami kecelakaan tragis dan sampai sekarang belum ketahuan bagaimana nasibnya. Kasihan keluarga itu. Cobaan datang bertubi-tubi," cerita wanita itu panjang lebar.

Pria itu terhenyak, tak percaya oleh perkataan wanita di hadapannya. Gemuruh seketika memenuhi dadanya. Kesedihan meletup seperti gunung yang hendak memuntahkan lahar. Apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga ini? Lagi, apa yang terjadi pada Bumi, keponakan yang sangat ia sayangi itu? Ia teringat minggu lalu ketika Bumi menelepon dan meminta agar dirinya diizinkan tinggal bersamanya di Bandung. Pria itu menyanggupi dengan syarat akan bermusyawarah dulu dengan Papa Bumi yang juga merupakan kakaknya.

Ya, pria itu adalah orang yang dipanggil dengan sebutan Om Yana oleh Bumi. Om Yana merupakan adik Papa Bumi yang paling kecil. Ia tinggal di Bandung menempati rumah warisan orang tuanya. Jelas saja ia yang paling mengetahui perkembangan Bumi dari kecil hingga menjadi seorang pemuda yang tampan sebab ia ikut mengasuh Bumi selama tujuh tahun ini.

Tak menyangka rasanya. Kabar bahwa Bumi mengalami kecelakaan bagaikan kilat yang menembus telinganya. Perih.

Tanpa banyak basa-basi lagi, Om Yana kembali masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Ia akan segera meluncur ke Rumah Sakit Dr. Soetomo tempat Langit dan Bumi dirawat. Sebenarnya, ia tak tahu lokasi rumah sakit yang dimaksud. Namun, ia tak punya waktu lagi untuk berpikir dua kali. Masalah lokasi, ia bisa menanyakan itu kepada polisi yang bertugas di lalu lintas kota. Yang penting ia segera bertemu dengan Bumi yang sudah dianggap seperti anak sendiri olehnya.

Mobil biru itu langsung melaju meninggalkan suara bising serta asap karbon monoksida yang mengepul. Wanita yang mengabarkan berita buruk tadi hanya bisa berdiri terpaku sambil menggelengkan kepalanya. Tercium bau asap dari knalpot mobil Om Yana. Lalu wanita itu mengangkat bahu dan beranjak dari tempat itu.

Kini sunyi menyapa. Mendung mendadak muncul berarak-arak seolah mewakili perasaan rumah yang berdiri kokoh namun sepi karena beberapa hari ini ditinggal oleh pemiliknya. Entah mengapa, rumah terlihat suram seolah ikut memendam kesedihan yang sama dirasakan oleh orang-orang yang prihatin atas kejadian yang menimpa Langit dan Bumi.

Langit & Bumi (REVISI)Where stories live. Discover now