Part 26

2.7K 201 2
                                    


Pengumuman .... Kepada Langit Bastian dari kelas XII BAHASA, dimohon untuk segera datang ke ruang OSIS. Sekali lagi, Kepada Langit Bastian dari kelas XII BAHASA, dimohon untuk segera datang ke ruang OSIS ....

Suara Pak Anton, guru fisika yang juga menjadi Pembina OSIS itu memenuhi setiap sudut sekolah tanpa kecuali. Jelas saja seluruh penghuni sekolah mendengar suara beliau yang terkenal mirip dengan suara Ebiet G. Ade. Lantang, tapi merdu. Termasuk Langit dan Ayu yang masih asyik bercengkerama di gazebo. Keduanya pun mendengar suara Pak Anton yang sudah jelas ditujukan kepada Langit dan itu membuat Langit grogi.

"Duh, kenapa harus sekarang, sih?" keluh Langit. Dengan malas ia bangkit dari bangku.

"Kak, obatmu ..." Ayu berusaha mencegahnya.

"Obatku sudah gak bersisa lagi. udah hancur kuinjak-kuinjak. Lagipula aku sudah bosan minum obat terus!" ucap Langit sedikit ketus. Tanpa menunggu respon Ayu, ia langsung saja berlari kecil menuju ruang OSIS.

Ayu menatap punggung Langit yang semakin menjauh. Suatu firasat buruk mendadak muncul meneror hatinya. Ada apakah gerangan?

Mendadak Ayu merasa sedih saat melihat Langit berlari semakin jauh, jauh, dan akhirnya tak tampak lagi. Sepasang matanya berkaca-kaca ingin menumpahkan air mata yang hendak keluar tanpa dikomando. Entah mengapa rasanya ia berat membiarkan Langit pergi saat ini. Ada suatu perasaan yang membuat Ayu takut tak bisa bertemu dengan kakak kelasnya yang sudah dianggap seperti kakak sendiri.

Ayu duduk bersimpuh. Ia raih bungkusan obat milik Langit yang isinya sudah hancur. Rasanya hati Ayu sakit saat melihat obat-obat itu.

"Bumi, Kak Langit sangat membutuhkan support darimu," desahnya lirih. Rasa takut masih menyiksa relung hatinya yang paling dalam. Ia hanya bisa berharap semoga tidak terjadi apa-apa kepada Bumi, maupun Langit. Satu harapannya yang lain adalah semoga Langit dan Bumi bisa akur seperti saat masih kecil dulu. Hm, Ayu memang tidak berhak berharap sedemikian jauh karena dia bukanlah siapa-siapa. Namun, ia sangat menyayangi Bumi sebagai kekasih, begitu juga dengan Langit yang sudah lama ia sayangi sebagai seorang kakak.

"Yu ..." suara Albert terdengar memanggilnya, disusul suara Leo.

"Langit mana?"

Ayu tak menjawab. Ia langsung menyerahkan bungkusan obat yang sudah hancur itu kepada Leo dan Albert. Keduanya terkejut bukan main saat melihat bungkusan itu. tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Hanya bisa melongo.

"Astaga ..." ujar Leo lirih.

"Kak Langit udah ndak mau minum obatnya lagi, Kak," ucap Ayu. Nadanya penuh sesal.

"Lalu sekarang Langit mana?" tanya Albert.

"Ke ruang OSIS. Kan barusan dia dipanggil. Masa kalian ndak dengar?" Ayu jadi sewot.

Leo dan Albert saling pandang.

Sama seperti Ayu, keduanya seperti mendapat firasat buruk. Karena itu keduanya cemas dan mencari Ayu dan Langit di setiap sudut sekolah. Dan benar, ternyata hal ini yang tadi disembunyikan Langit. Mungkin ia sudah merasa sangat putus asa hingga berbuat sedemikian berbahayanya. Menghancurkan obat sendiri, sama saja dengan bunuh diri. Leo dan Albert paham betul bagaimana kondisi Langit mengingat mereka telah bersahabat sejak dari bangku SMP.

Langit tak akan pernah bisa lepas dari ketergantungan obat itu. Pernah Langit mencoba lepas dari obat-obatan pahit itu. Tapi fatal. Bukan hanya rasa sakit luar biasa di dadanya yang ia rasakan begitu menyiksa. Namun, ia juga merasa kesulitan untuk bernapas. Karena itu, Langit selalu membawa obat-obatan itu kemanapun ia pergi untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.

Langit & Bumi (REVISI)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant