Part 20

2.4K 169 5
                                    


Bumi langsung menghempaskan tubuhnya sendiri di bangkunya. Ia masih merasa jengkel. Sebenarnya ia ingin bolos pada jam ini karena suasana hatinya benar-benar buruk. Ia sedikit merasa bersalah karena telah merusak kacamata Langit. "Kenapa aku nggak bisa mengontrol emosiku sendiri?" rutuk Bumi terhadap dirinya sendiri. Ia geram karena tak bisa membayangkan masalah apa yang akan didapatnya nanti.

Ia benamkan kepala dalam-dalam di balik kedua tangan yang terlipat di atas meja. Ia pejamkan matanya rapat-rapat. Ia tak peduli sekalipun Mersa dan Novi memanggil-manggil dirinya dan berusaha meminta maaf atas kejadian pagi tadi. Ia benar-benar ingin tenang. Ia ingin melupakan kepenatan yang kini melanda kepalanya yang terasa berdenyut-denyut.

Mendadak wajah Langit terlintas di benaknya.

Apakah Langit sanggup mengikuti pelajaran tanpa kacamata?

Apakah Langit tak merasa pusing jika melihat tanpa menggunakan kacamata?

Apakah Langit mampu membaca laporan-laporan OSISnya tanpa memakai kacamata sementara Bumi tahu kalau rabun Langit lumayan parah dari kecil?

Berbagai pertanyaan berkecamuk membuat kepala Bumi mendadak jadi pusing.

Semakin pusing lagi rasanya saat Ayu yang baru saja tiba di kelas langsung mengguncang-guncang tubuh Bumi dan meminta pemuda itu bangun. Rupanya gadis itu sudah tak peduli lagi sekalipun teman-teman sekelasnya menonton tindakannya itu. Ayu merasa marah. Benar-benar marah. Ia marah atas apa yang Bumi lakukan terhadap Langit tadi. Bumi harus bertanggung jawab.

"Bumi, bangun ...! Kamu harus ikut aku!" suara Ayu menggelegar bagaikan suara ibu tiri yang bengis dalam dongeng Cinderella.

Bumi hanya menatap Ayu sebentar. Kembali ia membenamkan kepalanya di meja.

"Bumi! Kamu harus ikut aku! Kamu harus tanggung jawab!" Ayu memperbesar volume suaranya. Tak disangka, hal itu membuat sedikit keributan di kelas. Beberapa teman Ayu dan Bumi tertawa ngakak, sedang yang lain melongo.

"Tanggung jawab apaan, Yu? Masa baru jadian sehari kamu dan Bumi sudah ..." celetuk Doni dengan memutus kalimatnya. Deraian tawa langsung terdengar riuh memenuhi seluruh sudut kelas XI BAHASA.

"*Lambemu, Don!" ujar Ayu kesal sambil melempari Doni dengan kotak pensil milik Mersa yang tergeletak pasrah di meja.

Ayu sudah tak tahan lagi. Ia tarik paksa tubuh Bumi dan menyeretnya menelusuri koridor sekolah. Bumi terkejut dengan tindakan Ayu yang mendadak ini. Ia hanya bisa diam dan menuruti langkah Ayu yang belum jelas hendak membawanya kemana. Sementara Ayu juga diam membisu. Hanya tatapan matanya saja yang menyiratkan suatu kemarahan yang tak dapat dibendung lagi.

Mendadak Bumi merasakan suatu firasat buruk saat matanya tak sengaja melihat papan reklame yang bertuliskan XII ZONE. Ini wilayah anak kelas dua belas. Lantas, mengapa Ayu membawanya ke tempat ini? Apa jangan-jangan Ayu hendak membawanya ke kelas Langit di kelas XII BAHASA?

"Ngapain kita ke sini, Yu?" tanya Bumi tak mengerti.

Ayu tak menjawab. Diseretnya Bumi agar masuk ke sebuah ruang kelas. Sesuai dugaan Bumi, Ayu benar-benar membawanya ke kelas XII BAHASA. Parahnya, ternyata Ayu menghadapkannya kepada Langit yang asyik memainkan pensil di bangku. Langit sendiri langsung bengong begitu menyadari kehadiran Ayu dan Bumi yang mendadak itu.

"Kak Langit, Bumi mau ngomong sesuatu," Ayu langsung membuka percakapan.

"Ngomong? Memangnya aku mau ngomong apaan?" ujar Bumi bingung. Ia kerutkan sepasang alis tebalnya.

Langit & Bumi (REVISI)Where stories live. Discover now