Part 15

2.7K 206 11
                                    

Ayu memegang erat bagian belakang motor. Diboncengin motor oleh Bumi, menghirup semerbak bau parfum yang melekat di seragam pemuda bermata indah itu. Hm ... rasanya sangat bahagia. Perasaannya bergejolak hebat. Mungkinkah ia jatuh cinta pada Bumi? Entahlah. Ia sendiri tak mau gegabah menafsirkan perasaannya sendiri karena teringat dengan komitmennya tentang tak ingin buru-buru pacaran itu.

"Kamu jago juga naik motor," ujar Ayu singkat sambil cengengesan.

"Ini sudah biasa, Yu. Pengalaman yang tak terlupakan saat aku naik motor dari Bandung ke Malang. Mengunjungi berbagai tempat wisata yang tak sengaja ditemui, makan di warteg, tidur di mushola. Aku bahkan sempat diusir juga. Seru dah pokoknya mencoba jadi anak hilang dalam waktu satu minggu lebih!" cerita Bumi.

"Emang kamu gak takut nyasar?" tanya Ayu melongo.

"Nyasar? Please deh!" Bumi tersenyum kecut, "Zaman udah canggih, Yu. Kan ada google maps. Berbekal itu doang aku bisa sampai di Malang dengan selamat, kan?"

"Hebat!" puji Ayu tulus.

Bumi hanya tersenyum.

Bahagia. Ya. Itulah yang Bumi rasakan saat ini. Berdua di atas motor bersama Ayu. Ia membayangkan, seandainya kini Langit yang berada di posisinya, mungkin Langit akan jatuh pingsan karena jantungnya berdetak lebih cepat dan itu menyakitkan. Dalam hati Bumi berpikir betapa beruntungnya ia dikaruniai kondisi yang sangat sehat.

Lantas bagaimana dengan perasaan Langit yang juga mencintai Ayu? Bumi tak peduli sama sekali soal itu. Baginya hidup adalah sebuah persaingan. Manusia tak akan bisa bertahan hidup jika sedikit-sedikit merasa kasihan dan akhirnya mengalah. Untuk mencapai kebahagiaan, manusia harus bisa sedikit kejam terutama kepada orang-orang manja yang maunya hanya dilayani tanpa mau keluar keringat barang setetespun. Hm, cara yang sangat brutal sebenarnya. Tapi Bumi merasa cara itulah yang paling tepat dan harus dimiliki agar tidak terus menerus ditindas.

Apalagi jika dia terus mengalah kepada Langit. Tidak. Bumi tak sudi melakukan itu. Sangat tidak sudi. Siapa Langit? Oke, Bumi tahu kok kalau Langit itu kakaknya. Tapi Langit sendiri kan juga egois. Kalau tidak, kenapa Langit tak pernah berusaha menghubunginya selama di Bandung? Kenapa Langit tak berbuat apa-apa saat mereka dipisahkan?

Semua itu membuat Bumi muak!

Akhirnya tiba juga Bumi dan Ayu di sekolah. Memang sekolah telah ramai karena sebagian besar siswa telah datang. Setelah memarkir motornya. Bumi langsung menggandeng erat tangan Ayu dan berjalan bersama menelusuri setiap koridor. Semua mata memandang heran. Ada yang bahkan menunjuk-nunjuk dengan mencolok. Namun, Bumi cuek saja. Malah ia merasa senang sekali. Tapi Ayu? Mukanya memerah karena malu. Apalagi hatinya semakin berdesir dan jantungnya berdetak lebih cepat.

"Bumi, aku malu," celetuk Ayu pelan.

"Cuek saja, Yu," balas Bumi sambil mengumbar senyum.

Langkah Bumi terhenti begitu ia melihat lapangan basket. Ayu jadi bingung. Arah lapangan basket berlawanan dengan arah menuju kelasnya. Namun, langkah Ayu tak kuasa berontak. Hatinya pun menurut pada langkah kaki Bumi.

Langkah Bumi terhenti tepat saat keduanya di tengah lapangan. Tak ada yang menggunakan lapangan itu sepagi ini. Hanya saja lapangan ramai oleh lalu lalang siswa yang baru datang. Bumi yakin, jam segini masih belum ada guru yang datang. Berarti ini adalah moment yang sangat pas untuknya dan Ayu.

"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan sama kamu, Yu," ujar Bumi sambil menatap lekat-lekat mata Ayu.

"Ini apaan sih, Bum?" Ayu masih bingung.

"Aku suka kamu, Yu!" tegas Bumi lantang.

"Apa?" pekik Ayu.

"Aku suka kamu. Aku mau jadi pacarmu! Aku tahu kamu juga punya rasa yang sama!" jelas Bumi.

Langit & Bumi (REVISI)Where stories live. Discover now