Dunia itu sempit

52 13 10
                                    

"Joviiii!!!! Banguuun!!" Teriak Alfi sambil menggedor pintu kamar. Alfi ini adalah sahabat gue dari kecil. Dia anaknya Pak Tarman. Gue berterima kasih banget sama dia. Kalo gak ada dia, mungkin hidup gue lebih menyedihkan dari ini.

"Hmmmm" rintih gue malas. Mendengar alarm berjalan gue udah berdering, gue justru semakin dalam menarik selimut untuk bersembunyi.

"Jovi, bangun, woy! Gue tinggal ya! Ini udah setengah 7." Tiba-tiba Alfi membuka pintu kamar gue tanpa ijin dan dia semakin mengganggu tidur nyenyak gue dengan nyubitin badan gue, nggelitikin, teriak-teriak gak jelas, banyak deh.

"Jangan-jangan! Iya, gue bangun." Mau gak mau akhirnya gue pun bangun. Gue menekuk wajah yang menunjukkan ekspresi sebal karena harus bangun pagi.

Hari ini adalah hari kesekian gue sekolah di SMA BS Semarang. Disini adalah salah satu SMA terfavorit di Semarang. Ya walaupun gue gak punya ekspektasi tinggi buat terus lanjutin sekolah, otak gue itu pretty cool you know. Gue gak perlu belajar sana sini buat masuk ke sekolah ini. Bukan karena otak gue cerdas, pandai, hemat pangkal kaya. Loh apa sih?! Intinya ini semua karena otak gue ngasi sugesti ke gue buat bayar lebih ke sekolah ini, so here I am.

Pagi ini gue dianter Pak Tarman ke sekolah. Well, setiap hari sih lebih tepatnya. Pak Tarman adalah supir gue. Sejak gue kecil dia udah kerja mengabdi sama Grandma dan Papa. We are so lucky to have him.

Pak Tarman udah layaknya keluarga bagi kami. Dia dan keluarganya saat ini tinggal di rumah Grandma. Pak Tarman punya seorang anak laki-laki seumur gue, namanya Alfi.

Alfi adalah sahabat gue sejak kecil. Umur kita yang sama ngebuat kita jadi temen deket dan berubah menjadi sahabat. Banyak mitos yang beredar kalo sahabat beda jenis tidak akan berjalan dengan baik. Well, gue gak percaya. Sampai saat ini everything is fine and we're good. Sekarang kita juga sekolah di tempat yang sama. He's my soulmate. He helped me a lot. Alfi beda sama gue. Dia punya banyak sekali teman dan penggemar.

Alfi yang dulunya gue kenal sebagai sosok anak laki-laki yang cupu dan gendut dengan poni rambut kaya helm, bisa dibilang dia itu dulu versi cowoknya dari pacar Boboho, tapi sekarang dia berubah. Rambutnya yang hitam, lebih modern, badannya yang tinggi dan kulitnya yang putih berkolaborasi membentuk suatu pemandangan untuk cewek-cewek di sekolah.

Gue gak suka sama cewek-cewek genit itu. Gue tau banget mereka gak bener. Pasti mereka cuma mau manfaatin Alfi nantinya. Gue udah coba peringatin Alfi soal hal itu. Biar dia gak salah pilih dan menyesal kemudian hari. Alfi juga terkenal periang, gak pernah marah, pandai, sangat ramah dan baik hati, gak heran dia selalu punya banyak teman di sekolah.

Mobil gue berhenti di samping gerbang sekolah saat jam menunjukkan pukul tujuh tepat. Gue hanya sesekali diantar naik mobil. Biasanya gue selalu boncengan motor dengan Alfi. Selain sebagai temen, dia juga sering berfungsi sebagai supir pribadi. Damn, I'm so lucky.

(TET...TET...TET...)

Terdengar bel sekolah berbunyi. Seluruh siswa langsung berlari terbirit-birit masuk ke kelas. Begitu juga gue dan Alfi. Gue berlari terbirit-birit menuju kelas.

Kelas gue cukup jauh dari gerbang dan berada di lantai 2. Kelas gue dan Alfi juga bersebrangan. Dia kelas X.A dan gue X.D. Jadi, kami berpisah di lorong pertama sekolah.

Peraturan di sekolah ini sangatlah ketat, gak heran banyak anak yang panik ketika bel berbunyi, termasuk gue. Gue udah cukup sering dapet hukuman karena telat.

Hukuman disini gak sembarangan. Pihak sekolah selalu memberikan hukuman yang memiliki pesan moral dan bisa menimbulkan jera, seperti membersihkan toilet, membantu penjaga kebun membersihkan sekolah, mengikuti jam pelajaran tambahan, dll. Denger aja gue udah sucks banget.

Love Is Complicated [Completed]Where stories live. Discover now