Tanpa Alasan

19 5 0
                                    


"Jov, kenapa lo mau temenan sama gue?" Tanya Alfi tiba-tiba yang ngebuat gue kaget dan akhirnya menyemburkan minuman yang ada di mulut gue.

Sore ini gue dan Alfi janjian untuk bermain di taman yang dekat dengan kompleks perumahan gue. Taman disini cukup luas dan bagus. Banyak sekali pepohonan yang rindang dan juga bunga-bunga yang tersusun rapi. Gak heran taman ini selalu ramai di kunjungi warga sekitar.

Semakin lama gue dan Alfi semakin dekat. Maksud gue berteman dekat, bukan maksud yang lain. Ketika istirahat di sekolah, gue dan Alfi selalu makan di kantin bareng. Kita juga selalu pulang dari sekolah bersama.

Dia juga sering bermain di rumah gue. Ngebantuin gue ngerjain PR ataupun nemenin gue jalan-jalan ke taman seperti saat ini. Meskipun dia gak sekolah, Alfi sangat cerdas. Hanya dengan membaca buku di perpustakaan, dia bisa lebih pinter daripada gue. Gue juga udah ngajarin dia buat ngomong pake lo gue layaknya anak gaul Jakarta.

"Kok lo tanya gitu? Kenapa emang?" Gue menaikkan alis tanda kebingungan dengan pertanyaannya yang tiba-tiba.

"Ya gakpapa cuma tanya. Gue kan miskin, gak sekolah, gak punya apa-apa. Kenapa lo yang punya segalanya mau temenan sama orang kaya gue?" Alfi mulai merebahkan tubuhnya di sebelah gue di atas rumput taman. Dia memandang ke atas melihat birunya langit yang bergerak.

"Terkadang, orang memang memandang gue serba punya, tapi sebenernya itu gak sepenuhnya bener. Ada hal yang enggak gue punya dan lo..lo ngasih itu ke gue." Gue ikut merebahkan tubuh gue di samping Alfi dan melihat ke arah langit.

"Gue ngasih apa emang?" Tanya Alfi menoleh ke arah gue.

"Ada deh. Kok kepo." Jawab gue cuek dan tetap melihat ke atas.

"Dihh.." Alfi mendengus sebal. Dia memalingkan wajahnya dari gue dan kembali melihat ke arah langit.

"Kalo lo kenapa mau jadi temen gue?" Tanya gue yang akhirnya ikut penasaran. Biasanya orang mau jadi temen kita ya karena kita jago ngobrol, ahli sesuatu, pinter, cantik, dan lain-lain. Gue ngerasa gak punya semua itu. Minus banget ya diri gue.

"Gue gak punya alesan Jov." Alfi masih menatap ke arah langit. "Hati gue ngerasa cocok dan nyaman aja."

Gue terkejut mendengar jawaban Alfi. Jantung gue seakan berhenti berdetak untuk beberapa detik. Mulut gue gak bisa berkata-kata lagi.

Sore itu berakhir dengan hening dan damai. Kita berdua sama-sama berbaring dibawah pohon yang rindang dan menatap ke atas ke arah birunya langit. Akankah esok masih sama?

Aku tidak peduli seberapa banyak temanku

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Aku tidak peduli seberapa banyak temanku. 

Satu pun tak apa, asalkan tulus.

Setulus aku memandangnya saat ini.

Love Is Complicated [Completed]Kde žijí příběhy. Začni objevovat