BAB 10

388K 26.8K 2K
                                    

"Luka. Terkadang membuat kepekaan muncul."


Milla masih diam dengan alis bertautan. Tangan pun masih menggengam ponsel, mata belum beralih dari ponsel. Apa itu artinya Athur benar-benar ada di depan rumah?

Menebak-nebak bukan tipe Milla. Ia bergegas berjalan meninggalkan meja makan menyisakan tanya.

"Mil mau kemana? Makan dulu," ucap Aldi sedikit berteriak.

Tidak menoleh, Milla terus berjalan.

"Udah kak biarin aja palingan juga kebelet. Dia emang suka beser."

Pintu utama Milla buka dengan cepat. Mata semakin membelalak saat seseorang berjaket jeans berdiri tepat di hadapan. Ekspresi datar menatap lurus.

"Udah minum obat?" tanyanya membuka percakapan.

Hening. Milla enggan menjawab.

"Makan."

Kini pandangan Milla naik menatap Athur yang sedang menyodorkan kantung plastik. Alis Milla naik sebelah.

"Gak usah sok baik!"

Athur mendekat. Mengikis jarak membuat Milla mundur. Kini hembusan napas Athur bahkan terasa. Harum maskulin menyerbak. Saat ini tatapan Athur terlihat mematikan.

"Terima. Atau gue ad-"

"Apa? Lo gak bisa ancem di rumah gue!" potong Milla memberanikan menatap mata Athur.

Senyum miring muncul dari bibir Athur.

"Kata siapa?" Ia memiringkan kepala. "Gue malah lebih cepet kasih surat panggilan buat orang tua lo," bisiknya terdengar menyeringai.

Sedetik kemudian Athur sudah berhasil masuk ke dalam rumah. Ia melenggeng tanpa permisi.

"Athur!" teriaknya.

Bukan berhenti, cowok itu malah mempercepat langkah. Hingga mereka sampai di ruang makan. Jantung Milla berdetak tak karuan. Ia benar-benar tidak ingin menambah masalah untuk Aldi.

Kehadiran Athur langsung disadari dua orang yang sibuk makan.

"Ka-kak Athur?" gumam Febby lirih dengan mata membelalak sempurna.

Aldi melirik Milla sebentar.

"Siapa Mil? Temen kamu?" tanya Aldi menyelidik.

Athur maju mendekat pada Aldi. Tangan merogoh sesuatu di saku. Amplop putih.

"Saya mau berikan sur-"

"Surat yasin," potong Milla menyerobot amplop yang dipastikan surat panggilan.

"Iya kan?" Matanya memberi kode pada Athur.

Sedangkan Athur kini sedang puas melihat Milla gelagapan. Athur suka ekspresi ini.

"Iya nanti gue baca. Sekarang lo pulang aja," perintahnya mendorong Athur.

Aldi melihat ada yang janggal. Ia kembali bersuara.

"Mil. Ajakin temen kamu makan sekalian."

Milla menoleh. Lantas menggeleng.

"Bukan temen. Majelis pengurus musola sekolah" jelas Milla cepat seraya memaksa tersenyum menatap Athur.

Mendengar hal ini Athur hanya menautkan alis. Entah apalagi sebutan yang akan Milla berikan. Dari organisasi ibu hamil sampai pengurus musola. Mungkin besok ikatan pembantu kucing melahirkan.

Milla mendengus kasar menatap wajah menyebalkan Athur yang tersenyum puas.

"Gimana mau terima?"

PERFECT BAD COUPLE (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang